Hari Raya Idhul Adha adalah salah satu momentum besar dalam islam yang bersyarat makna spiritual dan nilai pengorbanan. Bukan sekadar seremonial penyembelihan hewan, Idul Adha mengajarkan kepada umat islam tentng keikhlasan, ketaatan, dan ketundukan total kepada Allah SWT, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan putranya, Nabi Ismail ‘alaihissalam.
Dalam Al-Quran, Allah mengabadikan kisah luar bias aini dalam surah As-Saffat ayat 102 yang berarti:
“Wahai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu, insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. (QS.As-Saffat: 102)
Kisah ini adalah wujud nyata dari kepatuhan yang absolut, yang mengajarkan kepada umat bahwa bentuk ibadah sejati bukan hanya pada tindakan lahiriah, tetapi pada keikhlasan hati dalam menaati perintah Allah.
1. Meneladani Keteladanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.
Idul Adha menjadi Simbol pengorbanan sejati. Nabi Ibrahim dengan berat hati rela mengorbankan putranya karena ketaatan kepada Allah SWT. Sementara Nabi Ismail, dalam usianya yang belia, menunjukkan ketabahan yang luar biasa dengan menerima takdir tersebut dengan keihkhlasan. Teladan keduanya menjadi pelajaran bahwa keimanan sejati menuntut kepatuhan mutlak.
Rasulullah SAW bersabda:
“Aku adalah hasil doa ayahku Ibrahim, kabar gembira Isa, dan mimpi ibuku ketika beliau mengandungku sebagaimana mimpi para ibu dari para nabi”. (H.R Ahmad no 17163, hasan)
Hadis ini menunjukkan keistimewaan Nabi Ibrahim sebagai sosok yang dekat dengan Allah hingga doanya dikabulkan, termasuk untuk keturunan yang saleh, yang akhirnya menjadi bagian dari silsilah kenabian, termasuk Nabi Muhammad SAW.
2. Kurban sebagai Amalan yang Dicintai Allah
Rasulullah SAW bersabda: