Mohon tunggu...
Admin
Admin Mohon Tunggu... Read To Write
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulislah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Seni Bertahan di Zona Abu-abu; Netralitas atau Oportunis?

25 Maret 2025   01:26 Diperbarui: 25 Maret 2025   01:52 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar yang mencerminkan konsep netralitas palsu

Dalam setiap peristiwa besar, selalu ada orang-orang yang mengaku netral. Mereka menolak berpihak, berdiri di tengah, dan menampilkan diri seolah sebagai sosok yang paling bijaksana. Kata mereka, ini adalah bentuk objektivitas. Mereka tidak ingin terjebak dalam polarisasi.

Netralitas semacam ini sering kali bukan sikap, melainkan strategi. Sebagian orang memilih "tidak berpihak" bukan karena ingin menjaga keseimbangan, tetapi karena takut mengambil risiko. Mereka menunggu hingga situasi jelas, baru kemudian menentukan langkah. Bagi mereka, netralitas adalah cara untuk tetap aman, tetap nyaman, tetap berada di sisi yang menguntungkan.

Tapi mari kita renungkan: apakah benar netralitas selalu berarti adil? Dalam banyak kasus, sikap diam justru menjadi bentuk keberpihakan terselubung. Diamnya mereka bukan sikap independen, melainkan pembiaran.

Lucunya, mereka akan berani bersuara ketika kemenangan sudah jelas. Baru mau bicara soal moral ketika situasi sudah aman. Mereka bukan benar-benar netral, mereka hanya menunggu, berhitung, melihat siapa yang akan menang agar tetap bisa menjaga posisi nyaman.

Padahal, hidup adalah tentang keberpihakan. Bahkan semesta pun berpihak, siang kepada matahari, malam kepada kegelapan. Tidak ada yang benar-benar netral, kecuali mereka yang memang memilih untuk tidak peduli. Dan jika ketidakpedulian itu dibungkus dengan kata-kata bijak, bukankah itu hanya bentuk lain dari oportunisme?

Jadi, sampai kapan kita akan terus membiarkan netralitas dipakai sebagai tameng untuk kepentingan pribadi? Sampai kapan kita akan pura-pura tidak melihat, tidak mendengar, hanya agar tetap berada di zona nyaman? Pada akhirnya, sejarah tidak akan mengingat mereka yang sekadar berdiri di tengah, melainkan mereka yang dengan lantang menyatakan dimana seharusnya berpihak.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun