Sekilas wajah seseorang ternyata bisa membuat kita menebak status ekonomi mereka --- dan sayangnya, tebakan itu sering dipercaya sebagai kebenaran. Itulah temuan dari sejumlah riset psikologi dan sosial terbaru yang mengungkap bahwa manusia cenderung memberi label "kaya" atau "miskin" hanya dari wajah tanpa ekspresi.
Sebuah studi yang dipublikasikan di Journal of Personality and Social Psychology menampilkan 160 wajah hitam putih pria dan wanita dengan ekspresi netral. Para responden mampu menebak dengan akurasi tinggi wajah mana yang berasal dari latar belakang ekonomi tinggi dan rendah. Peneliti menyimpulkan, ada "jejak sosial" yang tertanam di wajah manusia akibat lingkungan dan pengalaman hidup pada masa kecilnya.
Wajah Bukan Sekadar Penampilan
Menurut riset yang dikutip dari Scientific American dan European Journal of Social Psychology, wajah seseorang dapat memberi sinyal tak sadar tentang:
- Warna kulit: Wajah dengan rona cerah cenderung diasosiasikan dengan kesehatan dan kemapanan, sedangkan wajah kusam atau lelah sering dinilai berasal dari latar belakang ekonomi lemah.
- Simetri wajah: Anak-anak dari keluarga miskin lebih rentan mengalami gangguan perkembangan fisik akibat stres kronis dan kurang gizi, yang menyebabkan ketidak-simetrisan wajah.
- Ekspresi halus: Bahkan ekspresi wajah netral bisa terbaca sebagai positif (kaya) atau negatif (miskin), tergantung pada fitur kecil seperti garis mulut atau arah pandangan.
Efek bias ini bahkan terbukti mempengaruhi penilaian tentang kompetensi dan kepribadian. Studi lain yang diterbitkan dalam Psychological Science menemukan bahwa wajah yang dinilai "kaya" cenderung juga dinilai lebih pintar, lebih bisa dipercaya, dan lebih pantas dipekerjakan, meski tidak ada bukti objektif apa pun.
"Bias ini terbentuk sejak kecil. Bahkan anak usia 5 tahun pun bisa mengasosiasikan wajah tertentu dengan orang kaya atau miskin," tulis John D. Trout, pakar psikologi persepsi dari Loyola University.
Bahaya di Dunia Nyata
Penilaian berbasis wajah ini bukan cuma terjadi di lab. Dalam dunia nyata, hal itu bisa berdampak pada:
- Peluang kerja: Wajah yang dinilai 'biasa saja' atau kurang 'berkelas' cenderung ditolak dalam proses seleksi visual awal.
- Peradilan hukum: Penampilan wajah juga terbukti berperan dalam penilaian hakim atau juri terhadap terdakwa.
- Akses sosial: Wajah juga memengaruhi bagaimana seseorang diperlakukan dalam layanan publik atau bahkan saat berbelanja.
Apa Solusinya?
Psikolog sosial dan pakar diskriminasi menyarankan agar bias ini disadari dan dilawan secara aktif. Pelatihan "unconscious bias" perlu diberikan secara luas, terutama pada rekruter, aparat hukum, dan penyedia layanan publik.
"Jika kita tidak menyadari bahwa kita menilai orang dari wajahnya, maka kita akan terus memperkuat ketimpangan," ujar pakar bias sosial, Dr. Alexander Todorov dari Princeton University.