Mohon tunggu...
Muhamad RaihanFattah
Muhamad RaihanFattah Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Nasional

Suka mendaki gunung lewati lembah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fenomena "Fantasi Sedarah" di Media Sosial Dinilai Berbahaya Bagi Kesehatan Mental dan Tatanan Sosial

23 Mei 2025   16:07 Diperbarui: 23 Mei 2025   16:07 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Maraknya grup-grup di media sosial, khususnya Facebook, yang menyebarkan konten bertema "fantasi sedarah" memicu kekhawatiran banyak pihak. Konten seksual menyimpang tersebut dinilai tak hanya melanggar norma moral dan hukum, tetapi juga membahayakan kesehatan mental individu serta mengancam kualitas generasi bangsa ke depan.

Psikolog anak dan keluarga, Sani Budiantini, menjelaskan bahwa paparan konten seksual menyimpang dalam jangka panjang dapat menimbulkan ketergantungan atau adiksi. Hal ini terjadi akibat rangsangan dopamin, hormon yang berkaitan dengan rasa senang, yang terus-menerus dipicu oleh tayangan pornografi maupun fantasi seksual.

"Konten seperti ini bisa memunculkan dopamin yang menimbulkan rasa puas dan senang. Ketika dikonsumsi terus menerus, tubuh akan mengalami resistensi dan mendorong individu untuk mencari tayangan yang lebih ekstrem agar tetap merasakan efek yang sama. Di sinilah muncul adiksi," kata Sani, Kamis (22/5).

Lebih lanjut, Sani mengungkapkan bahwa ketika adiksi menyebar secara kolektif di tengah masyarakat, dampaknya bisa sangat destruktif. Ia menyebut kondisi tersebut dapat menghancurkan kesehatan mental generasi muda dan memperburuk kualitas sumber daya manusia secara nasional.

"Bayangkan jika generasi kita tumbuh dalam kondisi adiksi seperti ini. Tidak akan ada generasi yang produktif, mentalnya rusak, dan tidak mampu berpikir sehat. Inilah bahayanya jika dibiarkan tanpa intervensi," ujarnya.

Sani menekankan pentingnya kesadaran individu, peran keluarga dalam memberikan pendampingan, serta regulasi dari pemerintah dalam menertibkan platform yang memfasilitasi penyebaran konten semacam ini. "Perlu ada langkah serius, baik dari sisi edukasi, pengawasan digital, maupun pemberantasan grup yang menyebarkan konten menyimpang," tambahnya.

Senada, psikolog forensik Kasandra Putranto menilai bahwa fantasi seksual, termasuk yang bertema sedarah, merupakan bagian dari spektrum fantasi manusia yang kompleks. Meski begitu, ia menegaskan bahwa munculnya fantasi menyimpang ini tak boleh diabaikan.

"Fantasi sedarah bisa mencerminkan dinamika psikologis atau konflik internal tertentu. Freud menyebut bahwa fantasi seksual bisa menjadi cara seseorang mengeksplorasi ketakutan atau keinginan yang terpendam," jelas Kasandra.

Namun, ia memperingatkan bahwa fantasi, meskipun hanya terjadi dalam pikiran, tetap memiliki potensi berkembang menjadi tindakan nyata jika tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu, pendekatan profesional seperti psikoterapi sangat penting untuk membantu individu memahami akar dari fantasi tersebut tanpa harus melanggarnya secara etika atau hukum.

"Jika fantasi ini mulai mengganggu kehidupan sehari-hari atau memicu perilaku berisiko, apalagi jika disebarkan atau dijadikan ajakan untuk orang lain bergabung, jelas itu sudah masuk wilayah pelanggaran norma sosial, agama, dan hukum," tegasnya.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga menganggap fenomena ini sebagai bentuk ancaman serius bagi keselamatan anak dan remaja di ruang digital. Komisioner KPAI, Ai Maryati Shalihah, menyatakan bahwa penyebaran konten bertema "fantasi sedarah" di media sosial, terlepas dari dalih bahwa itu hanya sebatas fantasi, tetap tidak dapat dibenarkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun