Sepak bola di Indonesia telah menjelma menjadi lebih dari sekadar permainan. Ia adalah bentuk ekspresi kolektif, simbol nasionalisme, bahkan kanal pelarian sosial yang membentuk identitas banyak masyarakat. Di tengah antusiasme publik yang tinggi, nama Shin Tae Yong mencuat sebagai simbol harapan baru. Di bawah kepemimpinannya, tim nasional Indonesia mengalami kemajuan signifikan baik dari segi performa, disiplin, maupun mental bertanding.
Namun, keputusan mendadak PSSI untuk tidak memperpanjang kontrak STY dalam proses yang tidak transparan, telah memicu kemarahan publik. Fenomena ini menandai bukan hanya masalah manajerial, melainkan krisis komunikasi yang berakar pada pengabaian prinsip-prinsip etika komunikasi. Artikel ini berupaya menganalisis krisis tersebut secara mendalam menggunakan pendekatan filsafat moral.
Pemecatan Shin Tae Yong (STY) sebagai pelatih tim nasional Indonesia tidak hanya menimbulkan kegelisahan publik, tetapi juga membuka ruang refleksi atas cara organisasi seperti PSSI menjalankan komunikasi dan tanggung jawab moralnya. Melalui pendekatan filsafat komunikasi dan etika moral, artikel ini membedah fenomena tersebut dari empat perspektif utama: etika deontologi, utilitarianisme, teori kontrak sosial, dan eksistensialisme. Analisis ini menunjukkan bahwa krisis yang timbul bukan semata soal hasil kompetisi, tetapi mencerminkan kegagalan mendasar dalam tata kelola komunikasi etis dan penghormatan terhadap legitimasi publik.Â
Etika Deontologi: Kewajiban Komunikasi dan Moralitas Tindakan
Dalam pandangan Immanuel Kant, moralitas suatu tindakan tidak ditentukan oleh hasilnya, tetapi oleh apakah tindakan itu sesuai dengan kewajiban moral. Deontologi menekankan bahwa manusia termasuk publik dan pelatih harus diperlakukan sebagai tujuan pada dirinya sendiri, bukan alat untuk kepentingan organisasi.
Dalam kasus STY, PSSI dianggap gagal menjalankan kewajiban moral untuk berkomunikasi secara jujur dan manusiawi. Pernyataan pers yang normatif seperti "penyegaran organisasi" atau "evaluasi rutin" hanyalah upaya kosmetik yang menempatkan publik sebagai objek yang perlu ditenangkan, bukan sebagai mitra sejajar yang berhak mendapatkan informasi sebenarnya. Dengan demikian, PSSI telah melanggar prinsip imperatif kategoris Kantian: bahwa setiap individu harus dihormati sebagai subjek moral.
Utilitarianisme: Menakar Kepentingan Organisasi dan Kebahagiaan Kolektif
Berbeda dari pendekatan deontologis, utilitarianisme yang dikembangkan oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill menilai moralitas dari hasil akhir atau konsekuensi suatu tindakan. Jika tindakan menghasilkan "kebahagiaan terbesar untuk jumlah terbesar", maka tindakan itu dapat dianggap bermoral.