Oleh : Muhamad Irwan
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Perkembangan teknologi komunikasi digital telah mengubah cara manusia berinteraksi. dengan pesatnya perkembangan internet, proses berbagi informasi bahkan berkomunikasi menjadi berubah. Hampir semua kegiatan manusia sehari-hari sudah bergantung pada internet, termasuk interaksi sosial sehari-hari. Munculnya media sosial beriringan dengan internet menjadi alat yang langsung dapat mempermudah berkomunikasi. Media sosial sangat populer di era disrupsi ini karena telah membuat cara baru yang kreatif dalam berkomunikasi. Media sosial memberikan konteks yang memudahkan orang-orang diseluruh dunia untuk berkomunikasi, bertukar pesan, berbagi pengetahuan dan berinteraksi tanpa memandang batas jarak diantara mereka.
Orang-orang tidak perlu lagi khawatir dengan terbatasnya ruang dan waktu dalam berkomunikasi dikarenakan kemunculan media sosial. Mayoritas orang menggunakan media sosial untuk beberapa hal, diantaranya : mencari hiburan, informasi, dan yang terpenting berkomunikasi. Media sosial yang sangat diminati oleh beragam kelompok kalangan di Indonesia adalah WhatsApp (WA), keberadaan aplikasi media sosial WA membuktikan perkembangan teknologi dan komunikasi. Karena WA mempermudah pengguna untuk mengakses banyak informasi secara real time dan berbagi informasi secara instan.
WhatsApp banyak menyediakan fitur yang memudahkan penggunanya dalam berkomunikasi. Salah satu fitur yang banyak diminati pengguna adalah WhatsApp Group (WAG), melalui fitur ini pengguna dapat bertemu dan berkumpul dalam ruang maya untuk bertegur sapa, menyebarkan informasi, berdiskusi, bahkan juga bersanda gurau bersama. Marak pengguna WAG menimbulkan fenomena menarik dalam perilaku penggunaan media sosial, yaitu munculnya "silent reader" dalam WAG.
silent reader adalah sebutan untuk anggota di dalam WAG yang pasif. Karena tidak memberikan respon terhadap informasi yang disebarkan dalam WAG, sehingga feedback yang seharusnya didapatkan oleh seseorang komunikator mengenai informasi menjadi yang disebarkan menjadi nihil. Habermas melihat bahwa proses komunikasi yang bebas, terbuka, dan rasional sangat penting untuk mencapai pemahaman bersama dan mengembangkan ruang publik yang sehat. Menurut Habermas, hanya dalam model tindakan komunikatif sajalah bahasa dapat berfungsi sebagai media komunikasi yang terbuka. Perilaku silent reader dalam perspektif teori kritis Habermas, perilaku ini bersifat pasif dengan tidak memberikan respon yang menyebabkan komunikasi tidak komunikatif.
Perilaku silent reader dalam WAG Karang Taruna Pondok Pinang Jakarta Selatan. Bahwa benar perilaku silent reader dikarenakan beberapa hal, utamanya adalah sesorang berada dalam Group hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, yaitu hanya ingin mendapatkan sesuatu dari group tersebut. Bukan ingin memberikan sesuatu sesuatu dari group tersebut, dan seseorang silent reader cenderung menaruh perhatian pada topik suatu obrolan yang ada kaitannya dengan mereka. Dengan begitu perilaku silent reader dalam konteks ini menjadi penyebab utama komunikasi tidak efektif, perspektif Teori Kritis Jurgen Habermas dapat dikatakan perilaku silent reader yang sifatnya pasif, yakni tidak memberikan respon berupa feedback mengenai pesan yang disampaikan oleh komunikator  jelas bersinggungan. Teori Habermas, tindakan komunikatif mengacu pada komunikasi dua arah. Dalam konteks silent reader, komunikan hanya menjadi penerima pasif informasi secara satu arah.
Perilaku silent reader yang terjadi di WAG Karang Taruna Pondok Pinang Jakarta Selatan. Dalam pandangan Habermas, rasionalitas komunikatif merujuk pada kemampuan manusia untuk berpartisipasi dalam diskursus rasional dan pemahaman bersama. Situasi ini menununjukkan pembaca hanya pasif tidak terlibat dalam upaya komunikasi yang argumentatif dan diskursus rasional untuk mencapai pemahaman bersama. Ini mencerminkan kegagalan dalam menggunakan bahasa secara rasional dan argumentatif untuk mencapai pemahaman bersama.
Maka perilaku silent reader merupakan bentuk kegagalan dalam mengaktualisasikan rasionalistis komunikatif dalam proses membaca dan mempelajari informasi. Dari pandangan Habermas, silent reader mencerminkan situasi dimana potensi pembaca untuk menjadi subjek yang mampu berkomunikasi secara rasional tidak terwujud. Dengan demikian, perilaku silent reader dapat dipandang sebagai bentuk penyimpangan komunikasi yang mencegah terwujudnya tindakan komunikatif yang otentik dan emansipatoris seperti yang diidealkan dalam teori kritis Habermas.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI