Mohon tunggu...
muhamad Insanulloh ilham
muhamad Insanulloh ilham Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Membaca, Menulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ancaman Konflik Laut China Selatan: Dilema Indonesia antara Keamanan dan Ekonomi Era Joko Widodo

27 Mei 2024   00:19 Diperbarui: 27 Mei 2024   00:29 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan

Laut China Selatan merupakan salah satu perairan yang strategis di Asia Pasifik, dimana telah menghubungkan perairan antara Samudra Hindia dan Pasifik. Secara geografis, kawasan ini telah menjadi jalur pelayaran maritim yang vital bagi perdagangan internasional serta kaya akan sumber daya alamnya (Nurdiansyah, 2024). Selain dari itu, sebagian dari kawasan tersebut merupakan bagian dari wilayah Indonesia sesuai dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang telah diatur dalam hukum internasional UNCLOS 1982 tentang hukum laut. Dengan begitu, kawasan ini sangat penting untuk dipertahankan sebagai strategi maritim Indonesia atas dasar kedaulatan negara sebagai upaya untuk mencapai dan melindungi kepentingan nasional.

Indonesia dan China mempunyai kedekatan hubungan di era Joko Widodo dalam bidang kerjasama ekonomi. Akan tetapi, dalam perairan Laut China selatan terdapat klaim China yang mengancam terhadap keamanan wilayah termasuk kedaulatan teritorial Indonesia. Konflik di laut China Selatan telah merupakan permasalahan yang kompleks bagi Indonesia yang memaksa untuk menyeimbangankan kepentingan nasionalnya dalam bidang ekonomi dan keamanan sebagai negara maritim. Tulisan ini akan menganalisis kebijakan maritim strategi diplomatik yang dilakukan oleh pemerintahan terhadap ancaman konflik Laut China Selatan sehingga menimbulkan dilema bagi Indonesia antara ekonomi dan keamanan serta mengevaluasi tantangan yang dihadapi untuk menciptakan stabilitas ekonomi dan keamanan.

Latar Belakang Konflik 

Kondisi geopolitik di Laut China Selatan (LCS) termasuk kedalam permasalahan  rumit, dimana kawasan yang telah diketahui akan sumber daya alamnya berupa gas dan minyak, akan tetapi batas-batas perairan di wilayah tersebut terdapat ketidak jelas sejak awal berdirinya Tiongkok. Awal mulanya klaim terhadap Laut China Selatan terjadi pada masa Perdana Menteri China Zhou Enlai pada tahun 1951 terdapat pernyataan kepulauan Paracel dan Spratly miliknya serta dengan landasan dokumen yang dikeluarkan oleh rezim Guomindang (L.Toruan, 2020). Dokumen tersebut menekankan historical rights yang berisi wilayah di Laut China selatan yang diklaim oleh China, seperti kepulauan Pratas, Paracel, Spratly dan Macclesfield River Banks.

Perairan Laut China Selatan merupakan jalur bagi perdagangan internasional, sehingga banyak negara yang memperebutkan kawasan perairan tersebut. Disisi lain terdapat bagian perairan negara-negara Asia Tenggara sesuai dengan ZEE yang telah ditetapkan oleh hukum laut internasional. Akan tetapi kawasan tersebut terdapat tumpang tindih dengan klaim Tiongkok berdasarkan nine dash line yang hampir seluruh kawasan Laut China Selatan diklaim oleh Tiongkok. Hal tersebut yang membuat ketegangan terjadi di kawasan Laut China Selatan. Disisi lain aktivitas pembangunan yang dilakukan oleh China telah memberikan ancaman terhadap stabilitas keamanan kawasan bagi negara-negara di sekitarnya, seperti Vietnam, Brunei, Filipina, Malaysia, Taiwan termasuk Indonesia.


Adanya klaim terhadap Laut China Selatan sering kali menimbulkan aksi kekuatan militer yang dilakukan oleh setiap negara yang berkonflik, dimana hal tersebut memicu terjadinya perang terbuka. Indonesia sebagai negara berdaulat dan menjunjung tinggi keamanan nasional, kekuatan militer Indonesia pada era Jokowi telah mengalami peningkatan. Indonesia mempunyai kepentingan dalam konflik tersebut untuk menjaga kestabilan kawasan sebagai peran pemimpin de facto ASEAN (Poespojoedho, 2019). Di Lain hal, terdapat kepentingan nasional di laut utara yakni hak yurisdiksi atas perairan ZEE serta adanya landasan kontinen laut Utara Natuna yang terdapat klaim China berdasarkan nine dash line (Itasari et al.,2020).

Ancaman terhadap Keamanan Maritim Indonesia 

Aktivitas yang dilakukan oleh militer China di kawasan Natuna Utara telah memberikan ancaman terhadap kawasan maritim Indonesia. Pada perairan kawasan Natuna Utara kapal-kapal China selalu muncul di wilayah tersebut, sehingga ancaman yang mungkin terjadi berupa illegal fishing dan illegal entry. Seperti halnya sebuah kejadian di kepulauan Natuna yang mana terdapat Coast Guard China yang mengitari kepulauan tersebut, sehingga memicu ketegangan hubungan Indonesia dengan China pada akhir tahun 2019. Respon Indonesia dalam kejadian tersebut melalui Kementerian Luar Negeri RI, bahwa kegiatan tersebut merupakan illegal fishing dan kedaulatan. Tak lama kemudian terdapat balasan dari pemerintah China yang menyebutkan bahwa hal tersebut China sudah mematuhi peraturan internasional dimana China mempunyai hak serta kepentingan atas relevant waters (Suwarno et al., 2021).

Konflik di perairan Natuna akibat nine dash line China yang memasuki ZEE Indonesia,menciptakan konflik sengketa yang cukup serius, dimana jika terdapat kegiatan illegal fishing dari China di kawasan Natuna Utara Indonesia, China selalu menganggap bahwa perairan tersebut termasuk bagiannya sesuai nine dash line, sehingga kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang berada di atas perairan traditional fishing zone nya China, namun pada kenyataannya fishing zone dalam hukum internasional tidak diakui.

Adanya ketegangan tersebut mengancam kedaulatan teritorial Indonesia, dimana terdapat upaya yang ingin dilakukan China untuk memperluas wilayahnya di kawasan Laut China Selatan dengan mengerahkan militernya sehingga menciptakan kerumitan bagi Indonesia terhadap klaim kedaulatan di kawasan Natuna Utara. Sehingga klaim penangkapan ikan yang dilakukan nelayan China berada di wilayahnya sendiri, namun nyatanya wilayah tersebut telah menyentuh ZEE Indonesia di laut Utara Natuna (Sunoto et al., 2023).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun