Saya sangat sering menemui inkonsistensi dalam kehidupan sehari-hari. Diorganisasi, dikomunitas bahkan dimikrolet sekalipun, apalagi dijalan-jalan. Inilah mungkin cikal bakal rusaknya sebuah sistem yang katanya mau dibangun. Sedikit sekali leader yang memiliki kemampuan untuk berfihak dan konsisten pada tujuan yang didengungkan. Ketika saya berkumpul pada komunitas yang ingin menggerakkan dan memberdayakan usaha kecil dan menengah kumpul-kumpul dilakukan dirumah makan yang mewah dengan menu yang mungkin asing bagi lidah sebagian orang. Saya sengaja tidak datang untuk itu karena saya berfikir 'mengapa kok kumpul-kumpulnya tidak di warung Mak Ti yang tentunya akan membantu usahanya sebagai seorang 'pengusaha' kecil bila memang kita ingin menggerakkan usaha kecil dan menengah. Toh warung Mak Ti, bersih, menunya menu lidah Indonesia dan mak nyuss lagi meminjam istilah bung Bondan di acara tv. Diorganisai juga sama, katanya kita ingin mencerdaskan bangsa tetapi tidak memiliki peta pengembangan sdm yang jelas (kadang-kadang). Ketika ada sdm nya yang ingin meningkatkan kompetensinya, tidak didukung. Ketika ada sdm nya mengemukakan argumen yang logis malah diceramahi tentang strategi yang tidak jelas dan semakin kabur. Dijalanan sama saja. Ketika ada larangan dilarang merokok diarea publik. Tetap saja bapak-bapak mengepulkan asap rokoknya sambil asyik berkutat dengan blackberry-nya. Inilah yang saya sebut sebagai inkonsistensi tujuan dan cita-cita yang kadang kita gaungkan dengan semangat berapi-api tetapi akhirnya mentah kembali karena ulah kita