Ada pula kisah seorang sufi yang meriwayatkan ketika hendak keluar dari suatu kota, terdapat seekor anjing yang mengikutinya, dan melihat bangkai hewan untuk dapat dimakannya. Lantas, kemudian anjing tersebut berbalik arah, dan mengajak gerombolan anjing lainnya untuk makan bersama. Anjing tersebut diamati oleh para sufi hanya duduk terdiam memperhatikan gerombolan anjing lainnya makan. Setelah gerombolannya selesai makan, barulah anjing tersebut memakan sisa makanannya.Â
Dari sana kita dapat belajar, jika anjing itu adalah makhluk yang setia kawan, mengajak kawannya untuk makan, tidak makan sendiri. Nilai-nilai yang justru terkadang tidak dimiliki oleh semua makhluk berakal seperti manusia, yang memiliki kecenderungan memiliki sifat tamak, dengan berlaku korupsi, bahkan hingga membuat lapar manusia yang lainnya.
Jika kita diperkenankan untuk membenci anjing karena dagingnya haram untuk dimakan, maka daging manusia pun haram hukumnya untuk dimakan. Perihal berikutnya adalah ketika kita membenci anjing karena najis yang terkandung dalam dirinya, maka air kencing manusia dan juga darah haid perempuan adalah tergolong najis. Lantas, apakah kita akan saling membenci sebagai manusia karena kedua hal tersebut?
Jika anjing dibenci karena air liurnya, memang sebagian besar ulama berpendapat bahwa air liur yang dimiliki anjing adalah najis, tetapi ulama tidak pernah menganjurkan untuk membenci dan menyakitinya. Sebagaimana air liur yang terdapat pada seekor anjing itu adalah najis secara kodrat yang ditetapkan oleh Allah sebagai bagian dari Rahmat-Nya.
Jika kita memiliki sejumlah alasan untuk membenci anjing, bukankah seharusnya kita juga mengingat tentang kandungan yang terdapat dalam surah al-Isra ayat 44? Sebagaimana dijelaskan tentang semua makhluk yang ada di bumi dan di langit itu semua bertasbih kepada Allah, baik itu hewan, tumbuhan, maupun bebatuan, dan seluruh makhluk lainnya yang ada di langit dan bumi, semuanya menasbihkan diri kepada Allah.
"Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya senantiasa bertasbih kepada Allah. Tidak ada sesuatu pun, kecuali senantiasa bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia Maha Penyantun lagi Maha Pengampun."Â (QS. 17:44)
Anjing dengan gonggongannya bisa jadi itu adalah cara dia untuk bertasbih kepada Allah, kita hanya tidak mengerti bahasa yang digunakannya. Justru, terkadang kita sebagai manusia sering kali lupa untuk mengingat dan bertasbih kepada Allah.
Nabi dalam suatu riwayat pernah mengatakan; "Naajasatul lisan al badaat," Jika liurnya anjing itu adalah najis karena memang secara kodrat, sedangkan manusia liurnya tidak, tetapi bisa menjadi najis secara makna, jika lisannya dipergunakan untuk berkata hal-hal yang buruk.