pendahuluan
Di tengah pesatnya modernisasi dan globalisasi yang menerpa berbagai sendi kehidupan masyarakat Indonesia, masih terdapat kantong-kantong budaya yang mampu mempertahankan warisan leluhur sebagai identitas dan mata pencaharian. Salah satu di antaranya adalah Kampung Gerabah Sitiwinangun yang terletak di Desa Sitiwinangun, Kecamatan Jamblang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Kampung ini telah menjadi pusat produksi gerabah tradisional yang telah berlangsung selama berabad-abad dan menjadi saksi bisu perjalanan sejarah peradaban di tanah Cirebon. Kekhasan gerabah Sitiwinangun tidak hanya terletak pada bentuk dan fungsinya yang beragam, tetapi juga pada teknik pembuatan, motif, dan filosofi yang terkandung di dalamnya. Kerajinan gerabah ini mencerminkan perpaduan berbagai pengaruh budaya yang pernah singgah di tanah Cirebon.
Hasil
Menurut tradisi lisan yang berkembang di masyarakat setempat, keberadaan Kampung Gerabah Sitiwinangun memiliki kaitan erat dengan sejarah penyebaran Islam di tanah Cirebon. Konon, pada masa pemerintahan Sunan Gunung Jati pada abad ke 16Â
Keunikan gerabah Sitiwinangun dimulai dari pemilihan bahan baku. Tanah liat yang digunakan diambil dari area khusus di sekitar Desa Sitiwinangun yang diyakini memiliki kualitas terbaik untuk pembuatan gerabah. Tanah ini memiliki tekstur yang halus dan kandungan mineral tertentu yang membuat gerabah hasil produksinya memiliki ketahanan yang baik. Selain tanah liat, bahan tambahan lain yang digunakan adalah pasir halus yang berfungsi sebagai penguat struktur gerabah. Proses pembentukan gerabah dilakukan dengan teknik putaran tangan atau biasa disebut dengan teknik anjun.
Keberadaan Kampung Gerabah Sitiwinangun tidak hanya sekadar sebagai pusat produksi benda-benda kerajinan, tetapi juga sebagai penjaga nilai-nilai kearifan lokal yang telah diwariskan selama berabad-abad. Berbagai aspek budaya non-fisik tersimpan dalam praktik pembuatan gerabah, mulai dari proses produksi hingga filosofi yang terkandung dalam setiap motif dan bentuk.
Salah satu nilai kearifan lokal yang terpelihara adalah sikap harmonis terhadap alam. Para pengrajin gerabah Sitiwinangun sangat menghormati tanah sebagai sumber bahan baku utama mereka.
Penutup
Meskipun telah bertahan selama berabad-abad, keberlangsungan Kampung Gerabah Sitiwinangun menghadapi tantangan serius, terutama dalam hal regenerasi pengrajin. Fenomena urbanisasi dan persepsi bahwa pekerjaan pengrajin gerabah kurang prestisius dibandingkan profesi modern menyebabkan banyak generasi muda dari keluarga pengrajin memilih untuk bekerja di sektor lain atau bermigrasi ke kota-kota besar. dengan adanya hal ini perlu dilakukan Pengenalan kerajinan gerabah tradisional dalam kurikulum muatan lokal di sekolah-sekolah sekitar, serta program pelatihan khusus bagi generasi muda yang berminat menjadi pengrajin. Pengembangan model bisnis yang lebih menguntungkan bagi para pengrajin, seperti pemasaran online, kolaborasi dengan desainer, dan pengembangan produk-produk premium untuk pasar khusus.Â
Nilai penting Kampung Gerabah Sitiwinangun tidak hanya terletak pada aspek ekonomis dari produk-produk yang dihasilkan, tetapi juga pada nilai-nilai budaya dan kearifan lokal yang terkandung di dalamnya. Dalam setiap bentuk, motif, dan teknik pembuatan gerabah tersimpan pengetahuan tradisional dan filosofi hidup yang telah diwariskan selama berabad-abad.
Upaya pelestarian dan pengembangan Kampung Gerabah Sitiwinangun membutuhkan pendekatan holistik yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari masyarakat pengrajin, pemerintah, akademisi, pelaku industri kreatif, hingga masyarakat luas. Dengan sinergi yang baik, Kampung Gerabah Sitiwinangun tidak hanya akan bertahan sebagai warisan budaya, tetapi juga dapat berkembang menjadi pusat keunggulan dalam industri kreatif berbasis budaya di Indonesia.