Mohon tunggu...
muhalbirsaggr
muhalbirsaggr Mohon Tunggu... Guru sekaligus Operator/telah menulis Buku Antologi Jejak Pena dan Lukisan Rasa

Saat ini giat Menulis/orangnya pendiam-pekerja keras/konten favorit aku adalah Karya Fiksi/Non Fiksi, Inovasi pendidikan, Puisi serta perjalanan wisata

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Daun yang Menampung Cahaya

15 Oktober 2025   06:26 Diperbarui: 15 Oktober 2025   06:26 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tanaman Mangkokan di Depan Kelas (M.2025)

Daun yang Menampung Cahaya
Karya: Muhalbir

Prolog
Di kaki gunung yang berselimut kabut pagi, tumbuh subur tanaman berdaun hijau berbentuk mangkuk. Orang-orang desa menamainya Mangkokan, karena setiap daunnya seolah menampung air hujan dan cahaya matahari di saat bersamaan. Di situlah, di Desa Paccinongan yang dikelilingi sawah dan bukit batu kapur, bermula kisah yang menautkan ilmu pengetahuan, cinta, dan pengabdian pada kehidupan.

1. Embun di Halaman Mak Rati
Mak Rati, perempuan tua berkerudung lusuh, menjemur daun mangkokan di anyaman bambu. Jemarinya cekatan menata satu per satu daun berkilau yang baru dipetik dari kebun belakang rumah. Ia tak pernah tahu nama latinnya, hanya tahu bahwa daun itu menyembuhkan luka dan membuat rambut tumbuh lebat.

Cucunya, Laras, baru saja pulang dari Makassar setelah lulus kuliah keperawatan. Ia memandang sang nenek dengan senyum lembut.

"Nenek, kenapa daun ini selalu dijemur pagi-pagi sekali?"
"Supaya embunnya terserap kembali oleh matahari, Nak. Daun ini masih hidup walau sudah dipetik," jawab Mak Rati.

Laras tersenyum. Dalam hati ia bertanya-tanya, apakah ada dasar ilmiah di balik mitos neneknya itu? Mungkin saja ada; ia tahu di balik kepercayaan rakyat sering tersembunyi pengetahuan yang belum tercatat.

2. Raka di Laboratorium Kota
Beberapa bulan kemudian Laras diterima di Pusat Riset Herbal Nasional di kota. Di sana ia bertemu Raka, peneliti bioteknologi muda yang terkenal jenius tapi dingin. Pertemuan mereka pertama kali terjadi di ruang ekstraksi: udara dipenuhi bau etanol dan larutan kloroform.

"Tanaman apa yang kamu bawa itu?" tanya Raka, menatap daun hijau di tangannya.
"Mangkokan, Nothopanax scutellarium," jawab Laras.
"Menarik. Permukaannya mengilap seperti lapisan lilin. Bisa jadi banyak senyawa fenolik dan flavonoid."

Sejak hari itu mereka bekerja bersama. Setiap sore Raka meneliti struktur mikroskopik jaringan daun, sedangkan Laras menyiapkan larutan uji untuk melihat aktivitas antibakteri dan regenerasi sel kulit.

Di antara bunyi mesin sentrifus dan desis uap, benih perasaan tumbuh perlahan.

"Kau tahu, Laras," kata Raka suatu malam, "setiap kali melihat daun ini aku teringat padamu."
"Kenapa begitu?"
"Karena sama-sama menampung cahaya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun