Mohon tunggu...
muhalbirsaggr
muhalbirsaggr Mohon Tunggu... Guru sekaligus Operator/telah menulis Buku Antologi Jejak Pena dan Lukisan Rasa

Saat ini giat Menulis/orangnya pendiam-pekerja keras/konten favorit aku adalah Karya Fiksi/Non Fiksi, Inovasi pendidikan, Puisi serta perjalanan wisata

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Diam-Diam Aku Pergi Demi Damai

28 Juli 2025   13:11 Diperbarui: 28 Juli 2025   13:11 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang wanita yang berdiam di rumah dan laki-laki kearah yang lain (M.2025)

Diam-Diam Aku Pergi Demi Damai
Karya: Muhalbir

Langit sore itu tak begitu cerah, tapi juga tak terlalu gelap. Seperti perasaanku---menggantung di antara ingin bertahan atau benar-benar melepaskan. Di sudut taman kota, aku duduk di bangku panjang yang biasa kami datangi setiap Minggu sore. Tak ada tawa. Tak ada cerita. Hanya suara daun yang berjatuhan dan detak jantungku yang semakin berat.

"Kenapa ngajak ketemu di sini?" tanya Rey, kekasihku, yang baru saja duduk di sebelah.

Aku menoleh pelan, menatapnya. Masih sama seperti dulu. Wajahnya tenang, mata yang selalu hangat. Tapi kini, semua itu tidak lagi membuatku merasa utuh.

"Aku pengen kita bicara, bukan soal kemarin... tapi soal selama ini," kataku lirih.

Rey mengerutkan dahi. "Ada apa? Kamu terdengar aneh."

Aku menarik napas dalam. Mencoba meredam getar suaraku. "Rey... Aku udah lama ngerasain ini. Bukan hal baru. Aku cuma terlalu lama diam."

Dia menatapku lebih dalam. "Kamu marah? Karena aku kurang peka? Karena aku terlalu sibuk?"

Aku menggeleng. "Bukan. Ini bukan tentang salah atau benar. Ini tentang rasa yang nggak lagi bisa kita paksakan. Tentang kita yang terlalu sering diam, tapi berharap saling paham."

Rey menunduk. Jemarinya mengepal di atas lutut. "Jadi kamu nyerah?"

Aku menunduk juga. "Aku nggak nyerah, Rey. Aku cuma... selesai."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun