Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Humor Sufi: Subyektivitas Kebenaran

9 November 2022   05:00 Diperbarui: 9 November 2022   05:07 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pengubahan pemahaman (dekonstruksi) atas hakekat kebenaran perlu dilakukan agar diri tak ikut dan tersesat dalam arus kehidupan.  Karena pemahaman kebenaran yang ada sekarang rata-rata adalah pemuasan hasrat diri agar mampu hidup ditengah arus kehidupan.  Hal ini sebetulnya sebuah pengkerdilan diri sebagai manusia yang diciptakan sebagai makhluk yang paling sempurna. 

Posisi diri yang dikerdilkan atau dianggap sebagai makhluk yang tak mau untuk berpikir karena penjara rutinitas kesibukan diri sebagai manusia seperti diasumsikan hidup hanya sebagai hewan peliharaan yang tak mungkin mampu melawan sang majikan.  Sang Majikan inilah yang memiliki skenario "kebenaran" agar diri selalu merasa nyaman di kandang kehidupan. Dan kehidupan hanyalah memberikan kepuasan pada sang majikan dan diri hanya selalu menjadi korban atau penonton dari panggung kebenaran manusia.

Kesadaran perlu dibangun dengan kembali melakukan instruksi arus pemahaman yang dimiliki.  Arus pemahaman akan kebenaran yang diri miliki mungkin sekedar sebuah arus sungai kotor yang berasal dari sumber yang kurang jelas ataupun kerangkeng pemahaman yang dimiliki oleh "nenek moyang manusia. 

Ketika tanpa memiliki kesadaran tersebut maka tidak mungkin diri akan bisa mencapai lautan pengetahuan yang menunjukkan kebenaran sejati dan seharusnya tujuan akhir dari perjalanan kehidupan manusia.  Kesadaran akan kebenaran yang dicari dengan proses belajar secara benar dengan menggunakan potensi diri yang dimiliki.  Karena Sang Pencipta sudah menjadikan diri sebagai makhluk yang sempurna dan diberikan Buku Panduan untuk menemukannya. 

Kesadaran akan tugas kehidupan manusia akan menjadi pengoptimalan diri dalam hidup di dunia ini.  Kesadaran yang menjadi awal dari proses diri belajar pada tata dan prosedur kehidupan akan menemukan pengetahuan tentang kebenaran.  Ketika kebenaran sudah menjadi bekal dalam kehidupan  maka hidup kita akan menjadi benar. 

Subyektivitas kebenaran adalah diri manusia yang sudah belajar dan memiliki "perbendaharaan kebenaran" karena diri mau belajar pada buku Panduan hidup.  Maka ibaratnya diri adalah sebuah kebenaran yang hidup sehingga dapat dikatakan kehidupannya adalah subyek yang selalu benar karena menurut buku Panduan.  Karena sebagai subyek maka apapun yang dilakukan adalah sebuah hal yang memiliki kebenaran dan hasilnya pun adalah kebenaran dan keseimbangan kehidupan.

Subyektivitas kebenaran  adalah diri yang tidak berpikir pada kebenaran untuk kepentingan diri sendiri atau kebenaran yang didasarkan oleh luar diri manusia.  Karena langkah hidupnya dalam kehidupan menyatu antara diri dengan kebenaran. Kemanunggalan diri tersebut menjadi perbuatan atau kerjanya  adalah hal yang benar dan pasti menghasilkan sesuatu yang benar. Sebuah dekonstruksi ideal namun butuh perjuangan agar diri menyatu dalam kemanunggalan tersebut.  Bentuk kemanunggulan inilah yang dikatakan sebagai diri dalam subyektivitas kebenaran.

Penutup

Hanya sekedar humor sufi untuk mencoba meluruskan makna dari subyektivitas kebenaran.  Karena banyaknya golongan diri manusia yang menganggap kaumnya yang selalu benar.  Tidak ada yang lucu dan pantas ditertawakan, namun perbedaan pengetahuan inilah yang pantas untuk menjadi bahan kajian.

Kebenaran mungkin hanyalah sebuah kata... dapat diletakkan sebagai subyek ataupun obyek dalam diri manusia...  namun hakekat kebenaran bukan sebagai benda... Tapi sebagai kerjanya diri sebagai manusia  (KAS,8/11/2022)


Salam KAS

Magelang, 8/11/2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun