Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Humor Sufi: Teori Kecenderungan

11 Desember 2021   21:43 Diperbarui: 11 Desember 2021   21:48 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sebuah ide tulisan yang muncul dari melihat anak kecil yang sedang belajar untuk menulis ditengah kondisi pandemi yang seperti ini.  Peran orang tua yang sangat berperan langsung dalam menyemangatinya.  Peran langsung yang dulu di perankan oleh sang guru diambil agar si anak dapat menuliskan huruf demi huruf untuk menjadikan sebuah kata dan kalimat yang baik. 

Semangat menulis yang dimiliki oleh anak  dan ketika tidak diimbangi dengan semangat dari orang tua karena merasa (cenderung) tidak mampu maka tidak mungkin menciptakan kondisi belajar yang kondusif dan berakibat anak tidak akan dapat menulis.  Jadi keberhasilan anak dalam menulis bisa dikatakan sebuah hasil dari kecenderungan yang muncul baik dari anak maupun dari orang tua itu sendiri.

Ketika orang tua tidak mau berperan maka sebagai gantinya mungkin akan di les kan kepada orang lain agar si anak bisa menulis.  Ketidak mauan orang tua tersebut dalam mengajari anak semoga bukan karena dirinya tidak mampu tapi karena kecenderungan yang dimiliki orang tua yang mau lepas tangan dari tanggung jawabnya. 

Padahal adanya anak karena perilaku dari kecenderungan orang tua yang berbuat.  Apakah seperti ini sebetulnya tugas orang tua dalam mendidik anak yang diserahkan kepada orang lain?  Padahal anak adalah tanggung jawab orang tua dan merupakan bentukan dari orang tua itu sendiri.

Maka tidaklah heran ketika sekarang banyak anak yang lupa dengan orang tua karena anak merasa bahwa cenderung tidak memiliki ikatan batin dengan orang tua.

Sebuah fenomena yang seperti ini sudah hal yang lumrah dan wajar terjadi sekarang ini. Dan fenomena-fenomena besar yang hampir sama pun juga berkembang dalam kehidupan diri sekarang ini.

Munculnya Teori Kecenderungan

Pikiran dan perasaan serta apapun yang ada di hati manusia  merupakan hasil dari pandangan dan imajinasi diri manusia itu sendiri.   Pikiran dan perasaan dapat kita gambarkan sebagai sebuah beranda depan rumah manusia.  Dan sebelum masuk rumah maka akan melewatinya terlebih dahulu.

Demikian juga ketika seorang arsitek ingin merancang sebuah bangunan maka terlebih dahulu dirinya harus melewati pikiran dan perasaan agar dapat membangun rumah yang diinginkannya.  Demikian juga para profesional lain misal para insinyur, dokter ataupun profesi-profesi lainnya.  Jadi pikiran dan perasaan adalah kecenderungan yang mempengaruhi proses kerja agar dapat hasil yang seperti yang diinginkan.

Hal ini dibuktikan dengan apapun yang diciptakan oleh Sang Pencipta adalah merupakan kecenderungan dan pengharapan bagi terciptanya semua yang ada di lubuk hati manusia. Sehingga dapat dikatakan apapun yang ada merupakan hal yang sudah melewati dunia batin manusia dan lahir menjadi wujud seperti yang dapat kita lihat dan nikmati sekarang ini.

Imajinasi atau kecenderungan itu muncul dalam diri manusia yang baik atau buruk sangat dipengaruhi oleh "kerja" dari diri manusia itu sendiri.  "Kerja" ini sangat dipengaruhi oleh kondisi diri manusia itu sendiri baik itu dari faktor eksternal maupun internal.

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri manusia dan sangat dominan mempengaruhi kondisi diri.  Diri manusia akan mudah terpengaruhi jika tidak memiliki prinsip hidup yang kuat (baik prinsip yang baik ataupun tidak baik).   Prinsip hidup adalah bentuk keyakinan diri yang dipengaruhi oleh pemahaman akan pengetahuan yang dimiliki.

Ketika diri tidak memiliki pemahaman atau pengetahuan maka prinsip yang dimiliki adalah prinsip yang mengambang dan hidup seperti buih ditengah lautan.  Hidup diri kita yang memiliki prinsip yang lemah hanya ingin menjalankan hidup sekedar hidup saja bahkan hidup kita tidak memiliki tujuan dalam arti hidup hanya "sekedar dapat makan dan numpang populer".    

Sebuah kerugian bagi diri kita jika hidup dengan kondisi yang demikian.  Padahal kondisi realita bahwa faktor eksternal adalah sebuah power yang lebih kuat dari jiwa manusia karena mereka adalah pembisik yang hebat karena tercipta dari hal yang lebih tinggi derajatnya dibandingkan diri manusia.

Tugas diri manusia adalah harus membangun sebuah prinsip hidup yang baik dan kuat.   Pembentukannya adalah dengan cara selalu belajar dan memiliki pemahaman atau pengetahuan tentang "kerja" diri manusia agar dapat menemukan cara hidup yang baik.

Faktor internal merupakan faktor diri manusia itu sendiri.  Kecenderungan yang muncul akan dipengaruhi oleh apa yang muncul dari diri manusia yang berasal dari pemahaman dan pengetahuan pengetahuan yang dimilikinya.

Baik buruknya kecenderungan yang dipengaruhi oleh faktor internal adalah yang berasal dari "olah kerja" indra manusia itu sediri.  "kerja" indra yang baik maka akan berdampak pada hasil yang baik dan sebaliknya ketika "kerja indra" tidak baik maka akan menghasilkan kecenderungan yang tidak baik.

Kecenderungan yang baik merupakan bentuk pemenangan diri dari perang yang ada dalam diri manusia.  Perang diri ini sebagai bentuk perang yang sesungguhnya yang terjadi dalam diri antara sifat kebaikan dengan sifat keburukan.  Sifat kebaikan akan menang jika diri mampu memilih "jalan lurus" dan sesuai dengan ajaran yang ada dalam buku.  

Kecenderungan yang tidak baik merupakan hal yang sangat didasari oleh sifat bawaan diri manusia.  Sifat ini adalah adanya penyakit diri yang sudah terbentuk sejak diri kita lahir yaitu: kekhawatiran, iri hati dan kesombongan.  Ketiga penyakit inilah sebetulnya yang menjadikan kehancuran manusia itu sendiri.

Kecenderungan Negatif dan Kehancuran Manusia

Dalam pemahaman atau pengetahuan yang kita miliki mengatakan bahwa manusia memiliki dua kondisi yaitu berkehendak atau tidak berkehendak.  Agar diri dapat menjalankan atau memilih dua kondisi itu maka tugas diri manusia haruslah mengenyam pendidikan.  Karena dengan memahami pengetahuan akan menjadikan diri mampu untuk melakukan sebuah hal yang baik.

Namun ketika diri tidak mengerti pemahaman dan pengetahuan yang baik maka akan menjadikan diri sebagai diri yang memiliki berkehendak untuk hal yang kurang baik atau tidak akan pernah memiliki kehendak.

Mungkin tidak ada yang mengaku dirinya tidak memiliki pengetahuan atau pemahaman ilmu.  Namun realita ketika diri melihat pemahaman yang dimilikinya adalah dapat dilihat dan dirasakan "apakah sesuai" dengan ajaran yang benar atau ajaran yang sesat.

Pemahaman atau pengetahuan yang sesuai dengan ajaran adalah pengetahuan yang memunculkan bentuk ilmu yang memberikan kebaikan dan kebermanfaatan bagi manusia itu sendiri-sesama manusia-dengan alam semesta ataupun hubungannya dengan Sang Pencipta.  

Sedangkan pemahaman atau pengetahuan yang tidak sesuai dengan ajaran adalah sebuah bentuk ilmu yang berdampak pada kerusakan alam-pertumpahan darah dan hilangnya keseimbangan kehidupan manusia itu sendiri.  Ada juga sebetulnya pengetahuan yang sesuai dengan  ajaran serta mengatasnamakan ajaran tetapi realita hanya sekedar untuk menutupi kepentingan yang dimiliki agar dirinya dapat mencapai keuntungan secara materi (popularitas dan kekayaan).  Inilah bentuk pengetahuan yang keliru.

Ketika pengetahuan keliru ini terjadi maka dampaknya adalah kehancuran manusia dan alam semesta.  Kehancuran ini dimulai dari hancurnya diri manusia yang memiliki pengetahuan dengan semakin jauh terlempar menjadi makhluk yang disebut sebagai manusia dengan derajat yang lebih rendah dari makhluk lain.

Sebuah ironi jika ini terjadi ketika banyaknya orang pintar dan ilmuwan yang ada namun ilmu mereka bukan membawa kepada kedamaian dan kebahagian.  Malah ilmu mereka membawa dan mempengaruhi diri manusia untuk memiliki kecenderungan yang tidak baik.

Ketika kecenderungan tidak baik menjadi dominan dan menguasai kehidupan manusia maka diri akan menjadi orang yang selalu iri hati-sombong-selalu khawatir.  Hal ini berdampak pada hasil pengetahuan yang jauh dari keseimbangan kehidupan sebagai makhluk yang terbaik dan menuju pada realita kehancuran alam semesta.

Hanya sekedar humor sufi.  Diamlah dan renungkan dengan hakekat pengetahuan yang sudah kita miliki.  Hiduplah dengan kecenderungan positif karena itu hakekat diri manusia yang sesungguhnya.  Kecenderungan yang positif akan membentuk diri hidup dengan keyakinan yang benar dan kuat karena sesuai dengan ajaran yang benar.

Magelang, 11/12/2021

(Bagian dari Bab di Buku Konsep Akuntansi Yang Baik, yang insyaallah terbit 2022)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun