Mohon tunggu...
Andi MuhaiminDarwis
Andi MuhaiminDarwis Mohon Tunggu... Relawan - Menulislah. Sebelum kenangan indah terbuang sia-sia. Hargai hidupmu lebih dari siapapun itu.

Teknik Sipil 2015, Univ. Muhammadiyah Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Haramkah Demokrasi?

26 Februari 2019   11:19 Diperbarui: 26 Februari 2019   12:09 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                 Bulan Februari telah tiba. Pemilihan Presiden beserta calon dan susunan kabinet-kabinetnya telah hampir diselenggarakan serentak di Nusantara. Bukan hanya itu, menjadi catatan baru dalam sejarah Indonesia, Pilpres diadakan serentak dengan pemilihan calon legislatif yang akan mengisi bangku parlemen. Merekalah sang penentu kebijakan untuk 1 periode ke depan.

Dari Sabang sampai Merauke telah tercium aroma-aroma kampanye yang berasal dari berbagai calon untuk mengajukan diri agar dapat masuk ke tubuh pemerintahan dengan mekanisme pemilihan umum ala Demokrasi. Respon masyarakat sangat beragam. Ada yang begitu senang menyambut pemilu perdana mereka, ada yang sibuk berdiskusi, ada yang kesehariannya mencaci calon, ada yang sibuk membela, ada yang menyebarkan kampanye hitam di berbagai media, bahkan ada yang tidak ingin terlibat sama sekali dengan apa yang akan dirayakan oleh rakyat mendatang.

Hal unik yang menjadi perhatian berbagai media adalah meningkatnya jumlah pemilih yang tidak ikut menyumbangkan suara sakti mereka seiring bertambahnya umur Demokrasi di negeri ini. Sebagian dari mereka sudah kehilangan kepercayaan terhadap janji politik yang dinilai terlalu jauh daripada apa yang bisa mereka jalankan, sebagian lainnya merasa tak ada pasangan calon ataupun pribadi yang dapat dipilih karena kompetensi dan integritas yang masih sangat harus dipertimbangkan, dan yang terbaru sebagian lainnya sengaja tidak ingin ikut karena menganggap bahwa Pancasila itu thagut dan Demokrasi adalah bid'ah sehingga kesemuanya menjadi haram. Pemahaman seperti ini mulai berkembang beberapa tahun belakangan setelah maraknya kajian-kajian akibat rasa ingin tahu masyarakat khususnya kaum muslimin.

Demokrasi kini menjadi sorotan akibat adanya wacana-wacana Anti-demokrasi. Berbekal beberapa ayat dan hadits yang mereka pegang teguh maka telah jelas bahwa sistem tersebut tidak pantas diterapkan di Negara mayoritas muslim yang kemudian disebarluaskan melalui media elektronik maupun non-elektronik. Demokrasi menurut mereka adalah sebuah sistem yang diciptakan orang barat untuk membuat Negara ini jauh dari hukum Islam. Sehingga kebijakan-kebijakan dan mekanisme yang lainnya akan ikut bertentangan bahkan bertolakbelakang dengan kehendak agama Islam. Lanjutnya siapapun yang berupaya untuk masuk ke dalamnya adalah kesalahan sekalipun bertujuan untuk dakwah. "Islam tidak disebarkan dengan kebatilan" ucapnya. Sebagai timbal baliknya mereka menyuarakan tegaknya hukum yang Islami dengan berdirinya sebuah Negara Islam yang non-parlementer. Bercita-cita mendirikan hukum syariat tanpa harus masuk kepada pemerintahan.

Untuk mengkaji mengenai Demokrasi ini diperlukan pemahaman mendalam mengenai apa pengertian Demokrasi tersebut. Demokrasi adalah sistem yang meletakkan kepentingan rakyat di atas segala-galanya. Kehendak rakyat adalah kehendak pimpinan. Kehendak rakyat adalah kehendak pemerintah bahkan Negara. Diterapkan sebagai sistem di Indonesia pada awal terbentuknya Negara tahun 1945 oleh Ir. Soekarno dengan disematkannya kalimat "atas nama bangsa Indonesia" pada proklamasi. Sistem ini sejatinya berasal dari Yunani kuno yang secara harfiah berarti "diperintah oleh rakyat" kemudian dijalankan pada saat itu dengan mendapat respon baik oleh masyarakat setempat. Kemudian modern ini makna Demokrasi tetap sama namun sistem di dalamnya mulai berubah karena dianggap tidak relevan oleh zaman apabila betul-betul diterapkan sesuai dahulu kala. Demokrasi telah mengalami proses pendewasaan dengan adanya beberapa orang yang menjadi perwakilan rakyat agar dengan mudah jika memungut pendapat dan tidak rancu.

Di era Ir. Soekarno sistem ini lebih mengarah kepada kehendak memperjuangkan kemerdekaan Indonesia kemudian penerapannya sebenarnya lebih banyak menanamkan pemikiran marhaenisme beliau agar menjadi seimbang antara idealisme Soekarno dan kehendak rakyat. Lalu sesaat setelah runtuhnya Orde Lama muncullah pemimpin baru dari ABRI yaitu Soeharto.  Konsep Demokrasi kembali berubah yaitu kehendak rakyat di atas segala-galanya asalkan tidak bertentangan dengan keinginan pemerintah. Lalu pasca reformasi Indonesia masih menjadi Negara Demokrasi tetapi dengan warna yang lagi-lagi berbeda. Artinya apa? pengertian Demokrasi sebenarnya fleksibel. Tergantung apa yang ditafsirkan oleh pimpinan saat itu. Ir. Soekarno dengan gaya kepemimpinannya mengatakan bahwa ini adalah Demokrasi terpimpin. Soeharto dengan sifat diktatornya mengatakan bahwa ini Demokrasi. Susilo Bambang Yudhoyono dengan kebijakannya mengatakan bahwa ini adalah Demokrasi. Lalu mengapa tidak kita memikirkan DEMOKRASI GAYA KITA? Yang mengedepankan syariat Islam dalam penerapannya tanpa mengubah kata Demokrasi agar tidak terkesan tabu dengan kata syariat oleh masyarakat.

Lantas apakah Demokrasi tidak sesuai dengan syariat Islam?. Menurut saya berdasarkan penjelasan diatas maka Demokrasi yang bersifat fleksibel tidak bertentangan dengan syariat Islam. Begitu juga apabila ingin ikut bergabung ke parlemen tidak menjadi masalah apabila dengan misi dakwah amar ma'ruf nahi munkar. Syeikh Bin Baz ketika ditanyakan lebih dari beberapa kali oleh sumber berbeda dengan pertanyaan yang sama menjawab bahwa segala sesuatu dinilai oleh niat. Apabila niat buruk maka buruk pula hasilnya. Apabila niatnya baik maka baik hasilnya. Kemudian apabila di dalamnya terdapat banyak kebatilan maka tidak boleh kita membiarkan kebenaran tertutup oleh kebatilan sekalipun sistem tersebut tidak sesuai syariat. Syaikh Utsaimin juga berpendapat demikian begitu juga belasan ulama yang lain. Mayoritas dari mereka berpendapat bahwa apabila hanya itu cara satu-satunya untuk memperkenalkan kebenaran maka hal itu berubah menjadi kewajiban.

Teman-teman sekalian, dari beberapa literatur saya mendapatkan beberapa fakta mengenai adanya beberapa kisah yang memperbolehkan masuk dan ikut dalam pemerintahan yang tidak Islami dengan tujuan dakwah. Termasuk ketika Nabi Yusuf a.s. hidup pada masa kerajaan yang tidak menerapkan syariat Islam, Nabi yusuf a.s. masuk dengan cara menjadi orang yang berakhlak baik dahulu. Kemudian setelah dinilai baik dan terpercaya Nabi Yusuf a.s. dengan lantang mengatakan kepada Raja saat itu bahwa beliau ingin menjadi bendaharawan. Dengan mudah beliau masuk dan mengubah beberapa kebijakan saat itu lalu kemudian menggantikan posisi Raja saat itu dan memegang kendali kekuasaan dengan menerapkan syariat. Sebuah kisah yang sangat jelas menggambarkan betapa pentingnya masuk ke jalur pemerintahan untuk membuka jalur dakwah.

Harus kita pahami bersama bahwa Islam adalah agama yang datang dan diciptakan untuk mendatangkan manfaat serta menghilangkan kebatilan. Nabi Muhammad saw. ketika berdakwah  selalu ingin memegang kendali kekuasaan agar dapat mengubah sistem secara Kaffah, mencoba masuk di dalamnya tanpa kehilangan ideologi Islam yang beliau bawakan. Politik adalah media dan dakwah adalah tujuan. Dalam hadits dikatakan "Kalian benar-benar serius beramar ma'ruf nahi munkar atau Allah benar-benar akan mengkuasakan orang jahat atas kalian lalu orang terbaik kalian berdoa dan tidak akan dikabulkan," (HR.Tirmidzi).  Begitu pula di hadits yang lain menyerukan apabila meilihat keburukan maka hendaklah mengubahnya dengan tangan, lalu lisan, apabila tidak bisa maka menggunakan hati, dan itulah selemah-lemahnya iman. Artinya kaum muslimin bukanlah penonton akan realitas sejarah! Kaum muslimin adalah tonggak peradaban. Tidakkah kita kasihan terhadap kebijakan pemerintah yang setengah-setengah dalam memberantas kebatilan? Tidakkah kita tergugah melihat Islam yang semakin terpojokkan? Tidakkah hati kita tergetar melihat rezim yang acuh kepada kaum marjinal?.

Telah jelas bahwa ikut mencalonkan menjadi anggota legislatif adalah hal yang dibolehkan oleh agama terlebih lagi memilih pemimpin. Cita-cita mendirikan syariat Islam dengan jalur kiri (di luar pemerintahan) adalah omong kosong. Nabi Muhammad saw. Ketika ingin menerapkan sistem syariat tidak membuat Negara yang baru! Beliau beserta pengikutnya memilih menguasai pemerintahan lalu masuk sebagai penentu kebijakan publik. Makkah dan Madinah adalah bukti pentingnya ilmu politik dan taktik ideologis. Makkah dan madinah yang dikuasai suku Quraisy diambil alih terlebih dahulu. Tidak mengasingkan diri dan membentuk Negara sendiri. Islam tidak tegak dengan sendirinya, Bung.

Adapun pendapat yang berbeda selain diatas adalah hal yang wajar. Semoga mencerahkan. Have a nice day!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun