Mohon tunggu...
Muhammad Amrullah
Muhammad Amrullah Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Al Azhar University Of Egypt

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Berpetualang di Negeri Bertabur Wali

17 Agustus 2011   00:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:43 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mesir, di balik perwatakannya yang keras tersimpan seribu pesona yang langka. Setiap jengkal tanahnya penuh sejarah. Ia bukan sekadar negeri para nabi, tapi juga negeri bertabur wali. Situs sejarahnya hampir bisa dipunguti di mana saja. Termasuk di Alexandria, kota terbesar kedua di Mesir yang segala pesonanya sulit saya temukan di mana pun.

Sekadar ingin berbagicerita. Beberapaminggu lalusebelum Ramadan tiba, bermaksud mengisiliburan akhir tahun Universitas Al Azhar,saya luangkan waktu untuk berwisata religike Alexandria. Saya sebut wisata religi karenatujuan utama saya adalah ziarahke makam tokoh-tokoh besar Islam yang berada di Alexandria. Di antaranya adalah makam Nabi Daniel,Sahabat Abu Darda, Luqmanal Hakim (yang namanya disebutdalam QS Luqman: 12-19) dan makam lain yang kiranya tidakperlu saya sebutkan secara rinci sekarang.

Pertama saya ingin menuju Gami (nama daerah di kawasan Kota Nasr, Kairo) terlebih dahulu. Dengan menaiki tramco (sejenis angkutan colt kota) yang berjalan ugal-ugalan khas orang Mesir,

saya pun tiba di Gami. Sembari menunggu sahabat yang juga ingin ke Alexandria, saya sempatkan untuk makan terlebih dahulu di restoran Padang. Saya memesan nasi plus ayam balado yang harganya 10 LE (kisaran Rp 14 ribu). Ya, di Gami ini terdapat kurang lebih empat restoran Indonesia ditambah satu warung bakso yang jaraknya saling berdekatan dengan harga cukup terjangkau. Yakni, 10

LE setiap porsinya.

Setelah kami bertemu, langsung saja kami menuju Ramsis (nama daerah di Kairo) dengan menaiki microbus yang memberlakukan sistem tarif yang sama untuk jarak jauh maupun dekat. Setibanya di Ramsis, segera saja kami menuju stasiun. Stasiun ini berjarak kurang lebih 50 meter dari stasiun kereta bawah tanah, Ramsis. Di stasiun kami bermaksud mencari loket untuk membeli tiket, tetapi loket tidak kami temukan. Ternyata, penjualan tiket bukan melalui loket, melainkan lewat orang per orang. Hampir mirip praktik percaloan tiket kereta api di Indonesia.

Sadar diri akan status mahasiswa, kami memilih kereta ekonomi. Tiket dari Kairo-Alexandria kami beli seharga 9 LE. Mulai dari hirukpikuk pedagang asongannya hingga kebisingan suaranya ketika berjalan, kereta ini persis Kereta Api Brantas jurusan Kediri-Jakarta. Tapi sayang, di kereta ini saya tidak bisa mendapatkan tahu sumedang kesukaan saya yang lumrah dijual di setiap kereta ekonomi di Indonesia, hehehe...

Sepanjang perjalanan kami menikmati hijaunya hamparan ladang jagung, padi, gandum, pisang yang hidup bersama dengan pohon kurma. Sama persis dengan panorama sepanjang jalur kereta di Indonesia. Cuma bedanya, di Indonesia tidak akan pernah ditemukan ladang jagung yang hidup bersama dengan kurma. Panorama itu telah membuat saya bernostalgia dengan sempurna. Seolah saya benar-benar sedang berada di dalam Kereta Api Brantas yang dulu jadi langganan

saya waktu nyantri di Lirboyo.

Selama kurang lebih tiga jam di perjalanan, akhirnya kami sampai juga di Alexandria. Stasiunnya besar, cuma hampir tidak ditemukan kursi untuk calon penumpang.Banyak hal tak terlupakan di Alexandria. Mulai soal transportasi hingga pengalaman pribadi di tengah eksotismenya. Termasuk, harus masuk Hotel Sheraton. Bukan untuk menginap, tapi sekadar buang hajat.

Setelah menunaikan salat di masjid yang jaraknya sekitar 50 meter dari stasiun, kami meluncur ke makam Sahabat Abu Darda', menaiki trem dengan tarif murah meriah, 25 Qirsy (kisaran Rp 400). Bentuk trem tampak tua renta, seolah dia adalah kereta listrik tertua di Alexandria. Trem yang hanya terdiri dari dua gerbong reyot dan berjalan bareng-bareng dengan mobil dan motor ini menurut saya cukup unik. Sebab, meskipun ia sejenis kereta, namun kendaraan ini selalu mengalah dan berhenti ketika ada mobil yang menyalip atau berada di depannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun