Mohon tunggu...
MuhHazairin
MuhHazairin Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Financial Planner | Suka cerita tentang film | Suka cerita tentang buku | Penyuka Fotografi | Suka Makan | Apalagi Travelling

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Belum Move On nya Sinetron Indonesia

27 Juli 2015   15:43 Diperbarui: 27 Juli 2015   15:43 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sinetron merupakan hal yang tidak bisa kita hindari dalam dunia pertelevisian kita, kalo katanya Abdur di Suci 4, “dari Tersanjung sampai Tukang Tuak Naik haji” itulah gambaran kecil bagaimana dunia lakon bersambung itu terus membayangi berubahnya zaman ke zaman negeri ini, dari dunia tanpa smartphone sampai dunia yang jadi zombie karena smartphone, akan tetapi perubahan zaman tersebut juga tidak dibarengi dengan berubahnya ide dan tema sinetron yang sudah melewati masa Pak Harto sampai Jokowi pun masih tetap sama, miris..

[caption caption="sumber: google.com"][/caption]

Sinteron di Indonesia semuanya bercerita pada jalur yang sama, percintaan, kekayaan atau bahkan gabungan dari keduanya bahkan sekarang mulai ada yang booming lagi tentang jalur kolosal yang datangnya dari Negara yang terkenal dengan film dan tariannya.

Banyak sinetron Indonesia yang bercerita tentang hal ini, mulai dari cerita tentang dua orang yang saling mencintai akan tetapi entah yang pemeran utama prianya miskin dan tidak mendapatkan restu dari orang tua pemeran utama wanitanya karena mereka datang dari keluarga kaya dan entah bagaimana tiba-tiba berakhir dengan happy ending yang luar biasa, bagaimana pria nya ternyata merupakan anak yang lama terbuang dari keluarga yang sangat kaya bahkan lebih dramatis lagi ternyata sahabat lama orang tua pemeran utama wanitanya yang sombong itu dan akhirnya mereka disetujui jadi sepasang kekasih.

Atau banyak juga cerita sinetron Indonesia yang menjual kesedihan, dengan orang tua yang sangat kaya akan tetapi mempunyai paman dan tante yang kejam dan ingin merebut kekayaan saudaranya dengan membunuh, akan tetapi ternyata warisannya jatuh kepada anaknya secara keseluruhan dan paman serta tantenya pun berusaha merubah warisan itu menjadi milik mereka dengan menyiksa keponakannya dan dengan alasan yang tiba-tiba muncul dan bisa merubah seketika warisan itu bisa dipegang oleh paman dan tantenya, dramatik..

Bukan mengkritisi ide cerita model-model seperti itu sebenarnya, akan tetapi kalau hanya satu dua sinetron yang bercerita tentang hal itu, dan puluhan yang lain bercerita tentang keanekaragaman ide cerita yang lain tentu saja itu akan lebih menarik, diantara cerita yang out of the box itu akhirnya banyak yang menuai pujian karena cerdas dan juga segar, semisal Kiamat Sudah dekat atau PPT yang entah sudah serial keberapa tapi masih sangat menyegarkan.

Yang lebih aneh lagi para pemilik saluran televisi yang ada saat ini sangat rakus akan rating, mereka lupa pada fungsi tranformasi pendidikan yang juga harus mempunyai porsi terbesar, ketika sudah sangat tenar bahkan dibuat sekuelnya yang sudah mati tiba-tiba muncul lagi, atau cerita cinta yang sudah happy ending ternyata dimunculkan tokoh antagonis baru dan menggoda wanita atau prianya yang jelas-jelas di akhir cerita sekuel awalnya sudah bahagia, bagaimana kita ingat bagaimana film tersanjung sampai beranak pinak ke sekuel berpa bahkan kebenciannya sampai beberapa generasi, sangat tidak mendidik.

Dan mengapa juga pembuat cerita bertahan dengan cerita yang itu-itu saja, mereka belum pernah mencoba menilik cerita semisal perjuangan para ibu-ibu nelayan yang harus membanting tulang menyekolahkan anaknya sementara suaminya hanya bekerja pada musim ikan sedangkan hasil dari musim ikan tersebut juga banyak dipakai para suami untuk berfoya-foya di cafe pinggir laut sambil memangku gadis-gadis belia, itu kenyataan dan fakta di lapangan yang bahkan belum tersentuh oleh para pembuat sinetron dan mencoba memberikan pendidikan ke masyarakat atau menggambarkan potret itu nyata dan tidak tersentuh kebijakan pemerintah.

Atau mereka tidak mencoba melihat bagaimana kerasnya konflik nelayan antara juragan dan buruh kapal dan rapinya system politik yang terselubung dalam perebutan hasil tangkapan, atau bagaimana mencekamnya konflik nelayan ketika terjadi pembakaran kapal yang dianggap lebih maju dari kapal mereka sehingga takut sumberdaya ikan di perairan tersebut habis dan mereka kehabisan ikan.

Juga tidak terpikir oleh para pembuat cerita sinetron bagaimana belantaranya budaya di belahan bagian timur Indonesia, bagaimana laki-laki di papua yang ketika banyak uang tidur di jalanan akan tetapi ketika tidak punya uang mereka tidur di ranjang rumahnya, karena ketika banyak uang dihabiskan untuk membeli minuman keras dan sepanjang malam digunakan hanya untuk minum sampai hanya untuk jalan kembali kerumahnya tidak bisa dan akhirnya ambruk di jalan dan tertidur dimana mereka mabuk.

Begitu juga dengan banyak para laki-laki yang ada di pulau muna yang ketika pagi saja sudah duduk dibawah pohon kameko (tuak) sambil menunggu temannya yang sedang mengambil hasil sadapan kameko diatas pohon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun