SAMPAH menjadi bagian tak terpisahkan dari setiap rumah tangga. Itu makanya setiap wilayah, hingga rukun tetangga regulasi soal sampah menjadi concern tersendiri. Di lingkungan tempat tinggal saya misalnya, ketua RT rutin menagih iuran sampah pada setiap warga. Warga tinggal mengumpulkan sampahnya, lalu meletakkan atau menggantungkan sampah di kantong plastik khusus di depan rumah.
Sayangnya, di kota saya tidak ada regulasi khusus soal pemisahan sampah organik dan sampah anorganik. Semua jenis sampah bercampur-baur, diangkut dalam satu kendaraan, bermuara di tempat pembuangan akhir (TPA) Tamangapa Antang padahal ada perbedaan mencolok dalam penanganan jenis sampah yang berbeda.
Padahal pemisahan sampah sejak awal merupakan amanat undang-undang yang tercantum  di pasal 12 ayat 1 UU nomor 18 tahun 2008:
Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan.
Terkait bagaimana pengelolaannya, dalam ayat 2 disebutkan:
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah.
Terkhusus sampah organik, jenis sampah ini yang tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan masalah lingkungan, seperti pencemaran tanah dan air, serta emisi gas rumah kaca. Emisi gas rumah kaca dapat mempercepat perubahan iklim.
Menurut data SIPSN, timbunan sampah di Indonesia pada tahun 2023 sebesar 69,9 juta ton. Sampah organik, terutama sisa makanan, mendominasi komposisi sampah. Sebesar 41,06% sampah di Indonesia adalah sisa makanan, dan penting untuk dikelola dengan baik. Sebagian besar sampah organik berasal dari rumah tangga (38,28%). Sektor rumah tangga menyumbang 61% sampah, diikuti industri makanan (26%) dan ritel (13%) - Â berdasarkan data UNEP Food Waste Index Report 2021.
Untuk sumber sampah, sampah terbanyak berasal dari rumah tangga, yaitu di kisaran 44,37%. Besar, ya. Kalau dipikir, sampah kita "kontribusinya" kecil terhadap total sampah yang jutaan ton itu tetapi jika diakumulasikan sampah rumah tangga seluruh Indonesia, ternyata hasilnya tidak main-main!
Jika banyak yang menganggap sepele karena urusan sampah satu rumah tangga hanya sedikit di negara ini, maka sudah saatnya untuk mengubah mindset dengan menyadari data yang ada dan menyadari bahwa sampah organik sebanyak ini dan rumah tangga sebagai penghasil sampah terbesar terjadi karena secara tak sadar kabanyakan rumah tangga masih menganggap sepele urusan sampah, kalau kata orang Jakarta: suka-suka gue.
Andai semua rumah tangga memberikan perhatian khusus pada urusan sampah, niscaya dampaknya akan luar biasa pada lingkungan. Sayangnya belum bisa seperti itu, ya jadi harapannya pada rumah tangga yang sudah menyadari masalah sampah ini yang bisa berkontribusi seoptimal mungkin terhadap penanganan sampah.
Sebenarnya sudah banyak yang khusus menunjukkan perhatian pada penanganan sampah di negara kita atau diet sampah. Pengelolaan sampah organik misalnya, bisa dilakukan dengan berbagai cara, seperti pengomposan, biogas, pakan ternak, dan kerajinan tangan skala rumah tangga hingga skala yang lebih besar.
Untuk skala rumah tangga, minimal bisa melakukan cara ini untuk diet (mengurangi) sampah:
1. Makan dan Minum Secukupnya
Momen Ramadan ini sebenarnya menjadi momen melatih diri untuk menjadi orang yang memanfaatkan makanan sebaik-baiknya. Anjuran agama tentang berhenti makan sebelum kenyang bisa diterapkan. Makan dan minumlah secukupnya, jangan berlebihan. Ambil makanan sejumlah yang kita bisa menghabiskannya, usahakan tidak bersisa. Kalau bersisa ya minimal tulang ikan atau tulang ayam saja.
2. Tidak boros
Larangan mubazir di dalam Islam juga tepat diterapkan di bulan Ramadan. Tidak boros dalam urusan makanan, minuman, dan barang. Sebagaimana anjuran ulama, momen Ramadan sebaiknya dipergunakan sebaik-baiknya untuk mendekatkan diri pada Allah.
3. Mengurangi Pemakaian Plastik
Mengurangi pemakaian plastik memerlukan latihan karena sekeliling kita masih banyak mengonsumsi plastik seperti kantong kresek. Bisa mengurangi pemakaian plastik dengan membawa sendiri kantong atau tas belanjaan ketika berbelanja.
4. Menerapkan Composting untuk Skala Rumahan
Membuat pupuk kompos untuk skala rumahan bisa diterapkan dengan sebelumnya mempelajari cara yang tepat dan mudah untuk membuat kompos.
5. Buang Sampah pada Tempatnya
Bukan terkait jumlah sampah namun terkait perilaku dan karakter. Saat ini masih ada saja orang membuang sampah sembarangan sekali pun orang yang naik mobil mentereng. Ada saja yang buang sampai di jalanan, dia buka kaca mobil lalu meluncurlah keluar sampahnya. Jangan tanya di kalangan masyarakat kelas menengah ke bawah. Segala tempat adalah tempat sampah. Seperti pekarangan rumah kami misalnya, sering dijadikan tempat sampah bagi warga sekitar.
***
Mungkin membayangkan Indonesia bebas sampah masih jauh sekali ya tetapi tak ada salahnya menerapkan diet sampah dari rumah, dari diri pribadi. Dengan semakin maraknya edukasi penanganan sampah dan pengaruh sampah terhadap lingkungan, saya masih optimis akan ada perkembangan ke arah lebih baik. Yuk, diet sampah!
Referensi:
- https://careindonesia.or.id/id/pengelolaan-sampah-organik-dan-pembuatan-kebun-nutrisi-langkah-nyata-ycp-menjaga-kelestarian-lingkungan/
- https://www.mugniar.com/2021/08/mengelola-limbah-rumah-tangga.html
- https://ppid.menlhk.go.id/berita/siaran-pers/7222/oase-kabinet-dan-klhk-ajak-masyarakat-kelola-sampah-organik-menjadi-kompos
- https://greeneration.org/publication/green-info/ancaman-masalah-sampah-di-indonesia/
- https://ppid.menlhk.go.id/berita/siaran-pers/7818/klhk-ajak-masyarakat-gaya-hidup-minim-sampah-dalam-festival-like-2
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI