Mohon tunggu...
Mudrikah
Mudrikah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa

Berbagi inspirasi dan wawasan seputar gaya hidup, pengembangan diri, serta kisah-kisah penuh makna. Tulisan ringan namun bermakna, cocok untuk kamu yang suka belajar dan tumbuh setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Melestarikan Tahlilan: Simbol Kearifan Lokal Dalam Bingkai Religiusitas"

9 Mei 2025   00:05 Diperbarui: 9 Mei 2025   00:05 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto acara Jamiyahan di rumah Bapak Suwarjo ( Sumber: Koleksi Pribadi)

Siasem_Kamis, 08 Mei 2025 tepatnya malam Jum'at sekitar jam 19.30 WIB telah di laksanakan tradisi yaitu Tahlilan yang artinya salah satu tradisi keagamaan yang sangat populer di kalangan masyarakat muslim Indonesia khususnya pulau Jawa. Tradisi ini merupakan bentuk do'a bersama yang biasanya di laksanakan untuk mendoakan orang yang sudah meninggal. Meski sering di identikkan dengan budaya Islam Nusantara, tahlilan ini memiliki sejarah, makna serta nilai-nilai sosial yang kaya dan layak untuk di pahami lebih mendalam.

Tahlilan berasal dari kata "tahlil" yang artinya melafalkan kalimat tauhid " La ilaha illallah" ( Tiada Tuhan selain Allah ). Tradisi ini diyakini berkembang seiring dengan penyebaran Islam di Nusantara, terutama oleh para ulama Wali Songo dengan menggunakan berbagai pendekatan budaya lokal untuk berdakwah.

Tahlilan biasanya dilakukan pada hari-hari tertentu seperti setelah seseorang meninggal, hari pertama, ketiga, ketujuh, keseratus dan keseribu. Namun, dengan adanya tahlilan ini juga di laksanakan ketika ada suatu acara, salah satunya adalah "Jamiyahan", karena dengan praktik ini, masyarakat berkumpul bersama untuk membaca doa dan dzikir serta mengenang jasa dan kebaikan almarhum-almarhumah.

Jamiyahan ini dilaksanakan seperti acara pengajian pada umumnya yaitu dengan pembacaan surat Al-fatihah, dilanjutkan dengan bacaan surat Yasin, tahlil (dzikir tauhid) dan terahir ditutup dengan do'a untuk almarhum-almarhumah. Namun hanya saja dilakukan secara bergantian setiap malam Jum'at selanjutnya sesuai dengan keinginan dan kemampuan.

Selain sebagai sarana do'a, tahlilan ini memiliki nilai sosial yang tinggi yaitu, mempererat tali silaturrahmi antarwarga, mengajarkan kepedulian serta menjadi sarana untuk saling berbagi dan menguatkan.

Meskipun tahlilan memiliki akar budaya yang sangat kuat, akan tetapi tahlilan juga menjadi perdebatan di kalangan umat Islam. Ada beberapa kelompok yang menganggap tahlilan tidak memiliki landasan kuat dalam Al-Qur'an dan Hadist, sementara yang lain melihatnya sebagai tradisi yang baik dan mengandung nilai-nilai kebajikan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun