Mohon tunggu...
H. Muchtar Bahar
H. Muchtar Bahar Mohon Tunggu... Ingin hidup lebih lama untuk berbagi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Alumni IAIN Imam Bonjol Padang. Sebelum merantau ke Jakarta tahun 1974, merasakan menjadi anak jalanan, di Pasar Jawa Padang. Berkesempatan mengikuti studi non degrre di International Institute Rural reconstruction (IIRR) Silang, Cavite, Philippines dan post graduate special program tentang ”NGO and Urban Development” di Institute of Housing Studies (IHS), Rotterdam. Mengikuti pelatihan dan seminar di Paris, Bangkok, Singapura, Kuala Lumpur, Manila, Penang, Nepal dan dalam negeri. Dipanggil ”babe” oleh sejawatnya di LSM. Mengikuti Pelatihan Peneliti Muda di LP3ES dan Tim Program LP3ES hingga tahun 1988. Tahun 1989 merintis Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Sosial Ekonomi (LPPSE), menjabat sebagai Ketua, hingga tahun 1995 dan pada tahun itu merintis Yayasan Bina Masyarakat Sejahtera (BMS). Dipercaya sebagai Ketua Forum Pengembangan Koperasi (Formasi), Asosialsi Konsultan Pembangunan Perumahan dan Permukiman (AKPPI) wilayah Jabodetabek, Asosiasi Keuangan Mikro (AKM), dan Jaringan LSM Bidang Perkotaan. Menjadi konsultan UNDP untuk, Program P4K Departemen Pertanian-IFAD, Roma (2003-2004), P2KP, Penanggulangan bencana di Aceh (NAD) dan Nias, (ADB-Bina Swadaya, 2005-2006. Pendiri dan Pengurus IKBAL AMM Sumbar Jaya, Anggota Badan Pembina YPMUI. Penulis ”Direktori LSM dan Mitra 2000”, bersama Siswanto Imam Prabowo.SE, (LPPSE, 2001), Anggota tim Editor ”Direktori Orsos, Departemen Sosial”, yang diterbitkan Kementrian Sosial. Penulis dan Editor buku The Desire of Change Pemberdayaan”, dengan Siswanto Imam Prabowo.SE (LPPSE, 2013), Ketua Editor ”Mambangkik Batang Tarandam: Minangkabau di Tapi Jurang” dengan H. Albazar Arif, H.Taufik Bey, H.Farhan Muin (YPMUI, 2013). Menerbitkan kumpulan tulisan dengan judul; “Bersama Masyarakat, Menata Kota”, BMS, 2014. Sedang mempersiapkan buku humor; ”Ngakak Politikus dan Koruptor”, bersama Siswanto Imam Prabowo dengan ilustrator Dicksy Iskanda, Bersama dengan. H. Albazar Arif. Telah menerbitkan buku, ”Kucindan jo Kurenah Urang Awak”, bersama dengan H. Albazar M Arif dan Ilustrator Dicksy Iskandar, 2015. Telah menyelesaikan buku, ”Hamba-Hamba Pilihan”, bersama dengan H. Albazar M Arif Sedang mempersiapkan buku “Humor Religius”, bersama H.Endang Basri Ananda, H. Albazar M Arif dan Ilustrator Dicksy Iskandar. Menulis berbagai tulisan dan makalah serta modul pelatihan untuk usaha kecil, koperasi, ekonomi keluarga, fasilitator lembaga keuangan masyarakat dan penguatan masyarakat sipil. Tinggal di Jakarta dan diberikan amanah 4 orang anak dengan 10 orang cucu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bukit Tak Jadi, "Benteng Jihad Tuanku Imam Bonjol"

26 Juli 2023   13:21 Diperbarui: 11 Oktober 2023   21:35 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sosok Tuanku Imam Bonjol. Bonjol, Kabupaten Pasaman Barat, tidak akan pernah dilupakan. Karena Tuanku Imam Bonjol berserta pengikutnya dalam perang Paderi, dengan gigih tanpa menyerah melawan penjajah Belanda. Tuanku Imam Bonjol  lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat tahun 1772. Beliau wafat dalam pengasingan dan dimakamkan di Lotak, Pineleng, Minahasa, 6 November 1864. Tuanku Imam Bonjol dengan nama kecil Muhammad Shahab atau Petto Syarif. Dia adalah salah seorang ulama, pemimpin dan pejuang yang berperang melawan Belanda yang dikenal dengan Perang Paderi di tahun 1803-1837.  Pada tahun 1996, saya pernah ziarah ke makam beliau. Perjuangan beliau tanpa menyerah, diberikan anugerah  Pahlawan Nasional Indonesia (SK Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973, 6 November 1973).

Bukit Tak Jadi, yang berada di lereng pergunungan Bukit Barisan di pinggiran Bonjol, menjadi pilihan  untuk saya kunjungi,  12 Juli, 2023. Kunjungan tersebut bertepatan denhgan peringatan  hari Koperasi Indonesia itu,   juga dilangsungkan ke Masjid Seikh Muhammad Said dan  Seikh Maulana Ibrahim, kedua nya adalah  ulama Thariqat di Bonjol.

Benteng Bukik Tak Jadi, belumlah popular bagi masyarakat Sumatera Barat, di  Kampung Caniago, Nagari Ganggo Hilie, Kecamatan Bonjol, Kabupaten Pasaman Barat.  Terdapat akses menuju lokasi, lokasi tak jauh dari kantor Wali Nagari Ganggo Hilir dan Pasar Ganggo Hilie. Misalnya tukang ojek yang membawa saya ke lokasi bersejarah ini, menyatakan belum pernah datang kesana apalagi  memahami sejarah perjuangan Tuanku Imam Bonjol. Mereka hanya mengetahui Tuanku Imam Bonjol adalah seorang ulama dan pahlawan.

Sebuah peristiwa tragis yang terjadi bulan Nopember 1836, benteng ini dikepung penjajah Belanda, mereka menerobos ke benteng melalui terowongan yang berada di Masjid yang terbakar. Sejumlah mujahid, pasukan  Tuanku Imam Bonjol wafat dan juga Tuanku Imam Bonjol, saat itu tertangkap.

Untuk mencapai puncak Bukit Tak Jadi, hanya dapat dilakukan dengan menggunakan kendaraan roda dua. Karena jalan nya mendaki dan berbelok  serta hanya dengan lebar 1,5 m.  Sebuah jembatan menuju jalan kecil itu, sudah lama rusak. Banyak kayu lantai  jembatan  yang  berlobang dengan tambal sulam yang tidak kuat,  sehingga  tidak dapat dilalui oleh kendaraan roda empat. Selain jalan mendaki menuju benteng, juga terdapat kerusakan dan sejumlah lobang, karena kurang  terpelihara dengan baik.

Namun Benteng Tak Jadi, telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, dengan nomor inventaris 07/BCB-TB/A/08/2007.

Benteng Bukit Tak Jadi, menurut Rizal perantau dari Bonjol yang tinggal di Padang Panjang serta  warga masyarakat di Bonjol, adalah merupakan basis pertahanan penting Tuanku Imam Bonjol. Dari benteng ini kekuatan dan pertahanan dari gempuran pasukan Belanda dari tahun 1821 sampai 1837.

Sayang sekali, di lokasi saat ini, tidak ditemukan bekas perjuangan itu. Hanya ditandai dengan "Lokasi Meriam", Tapak  Mesiu dan data kelahiran dan wafatnya Tuanku Imam Bonjol. Tanda tanda sebuah benteng sebagai  bangunan pertahanan. Syujurlah, telah dibangun sebuah monumen perjuangan Tuanku Imam Bonjol.  

Sebuah monumen perjuangan Tuanku Imam Bonjol berwarna emas, dapat dibaca  tulisan yang mengugah hati dan memperlihatkan kekecewaannya terhadap masyarakat Bonjol yang terpecah dan tidak mau bersatu, "Melawan Kolonial Belanda bukan masalah bagiku, namun untuk mempersatukan masyarakat Bonjol terluka hatiku karenanya,".

Pemanfaatan situs Benteng Tak Jadi, selain untuk ranah pendidikan dan wisata sejarah, dikembangkan untuk wisata olah raga paralayang, yang  mulai digiatkan sejak  delapan tahun yang lalu. oleh oleh Pemerintah daerah Kabupaten Pasaman Barat,    didukung oleh Dinas Porabudpar, Wali Nagari Ganggo Hihie serta masyarakat Bonjol. Memang untuk kegiatan paralayang, tidaklah dapat menyamai kualitas Puncak Lawang, di Kecamatan Matur, Kabuopaten Agam dan Bukit Limbubu di Kabupaten Pesisir Selatan.

Di Ujung pendakian ke Banteng Tak Jadi, memang telah diperbaiki jalan setapak dengan anggaran lebih Rp. 750. Juta, sebuah perbaikan yang memerlukan kelanjutan. Diharapkan agar Pemerintah Daerah Kabupaten Pasaman Barat, dan Pemerintah Propinsi Sumatera Barat, merencanakan untuk membuat jalan ke Benteng Tak Jadi ini, yang memungkinkan kendaraan roda empat dapat dapat  mejangkau nya. Semoga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun