Pertama sekali menikmati shalat di masjid ini 10 tahunnyang lalu. Ketika itu kami pulang ke Padang, sanpai di Bukittinggi sebelum Shubuh. Saya ingat sekali saat itu kami berombongan pulang kampung tiga buah mobil, lumayan banyak anggota rombongan nya. Diantara rombongan itu enam orang telah berpulang ke rahmatullah, seperti Hj. Suharty binti Ismail (Kakak Ipar) , Hj. A Rosna (Mertua) , H Chairul Anwar Tanjung D Kayo (Kakak Ipar), dan H Suhaimi Melayu (Suami Hj.Suharty bin Ismail).
Bilamana mamp[ir di Bukittinggi selalu menyempatkan shalat zhuhur di masjid ini, dan shalat Magrib, Isa dan Shubuh, bilamana negnap di Bukittinggi. Bukitinggi adalah transit bagi saya, karena istri berasal dari Nagari Nan Tujuah, Kecamatan Palupuh, saya sendiri berasal dari Nagari Lawang, Kecamatan Matur.
Karena perjalanan yang jauh, sebelum dan setelah shalat Shubuh kami masih berada di masjid ini, mandi dan berganti pakaian, shalat shubuh dan duilanjutkan dengan shalat shubuh. Tidak terasa hari semakin siang. Bahagian keamanan masjid meminta kami untuk memindahklan parkir masjid, keluar pagar mesjid
Masjid Jamik Tarok di Kelurahan Tarok Dipo, Kecamatan Guguk Panjang, Bukittinggi selalu ramai dengan aktivitas keagamaan. Masjid ini merupakan salah satu dari delapan masjid tua yang masih berdiri di Bukittinggi. Masjid tua lainnya terdapat di Birugo, Aua Kuniang, Tigo Baleh, Mandiangin, Koto Selayan, dan Tangah Sawah.
Bangunan Masjid Jamik Tarok yang berdiri sekarang didirikan pada 1950-an. Namun, masjid yang sempat bernama Masjid Jamik Al-Anshar ini aslinya sudah ada jauh sebelum itu, yakni sekitar tahun 1830.
Pada tahun 1950, bangunan masjid dirombak menjadi seperti sekarang. Pembangunannya tuntas pada tahun 1956. Masjid yang baru memiliki arsitektur yang umum, yakni berkubah, meninggalkan bentuk tradisional Minangkabau yang memiliki atap limas.
Denah bangunan Masjid Jamik Tarok berbentuk persegi dengan kubah utama di tengah dikelilingi empat sayap bangunan berdenah segi delapan dengan kubah lebih kecil. Bentuk ini sekilas mengingatkan kita pada Masjid Raya Medan. Selain itu, terdapat sebuah menara yang sekilas juga mirip dengan menara Masjid Raya Medan. Fauzi mengatakan, masjid yang memiliki banyak tiangnya ini dulu menjadi pusat segala kegiatan masyarakat di nagari. "Jadi, setiap sudut di bangunan menyiratkan adanya hak yang sama dari empat sidang patang terhadap masjid," katanya.
Meskipun arsitektur Masjid Jamik Tarok tergolong umum, ada filosofi yang terkandung di dalamnya. Diantara filosofi itu salah satunya terdapat pada empat kubah yang berada di sekeliling kubah besar. "Empat kubah masjid itu menggambarkan adanya empat sidang patang di nagari, yakni Sidang Patang Gurun Panjang, Sidang Patang Padang Gamuak, Sidang Patang Ateh Lurah, dan Sidang Patang Pincuran Gauang," ujar Muhammad Fauzi, pengurus masjid yang lain.
"Dulu masjid ini dibangun dan didirikan dengan menggunakan kayu sekitar tahun 1800-an oleh nenek moyang di sini. Terakhir selesai direhabilitasi pada tahun 1956, jadi sudah lama sekali," ujar Irman Bahar, salah seorang pengurus masjid ini.
Pada 7 April 1954, Wakil Presiden RI Mohammad Hatta melakukan kunjungan ke Bukittinggi dan singgah ke masjid ini untuk melaksanakan shalat Jum'at. (dari berbagai sumber)