Mohon tunggu...
M Saekan Muchith
M Saekan Muchith Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen UIN Walisongo Semarang dan Peneliti Pada Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi

Pemerhati Masalah Pendidikan, Sosial Agama dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Golput yang "Mencerdaskan"?

22 Oktober 2018   07:23 Diperbarui: 22 Oktober 2018   07:39 697
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Golput atau biasa disebut "Golongan Putih" alias tidak menggunakan hak pilihnya saat pemilu selalu menjadi bahan perbincangan yang menarik. Semua elemen khususnya penyelenggara pemilu berkomitmen dan berjanji ingin menekan atau meminimalisir angka golput. Mantan juru bicara Presiden KH. Abdurahman Wahid ( Gus Dur), Adhi Massardi mendeklarasikan Paguyuban Swiming Voters ( PSV) juga dimaksudkan untuk menekan golput dikalangan pemilih pemula (kaula muda).

Mengapa golput tidak dikehendaki? Padahal dalam undang undang nomor 7 tahun 2017 tantang pemilu tidak dikenal istilah Golput. Bahkan Golput tidak menjadi dasar atau alasan  delegitimasi atau legitimasi hasil pemilu. Golput juga tidak menjadi dasar sah atau tidaknya hasil pemilu. Artinya berapapun besarnya  prosentase /angka golput hasil pemilu tetap sah.

Pemilu Presiden Amerika Serikat tahun 2016, yang mengantarkan Donald Trum sebagai Presiden angka Golput mencapai 46% (Empat Puluh Enam Persen).

Indonesia memiki sejarah yang unik dalam hal golput. Pemilu yang diselenggarakan  pada zaman orde lama dan era orde baru, angka golput selalu dibawah angka 10%. Tetapi pada saat pemilu silaksanakan di era reformasi kecenderungan golput malah semakin besar.

Pemilu tahun 1955 angka golput 8,6 %, pemilu 1971 golput hanya 3,4 %, pemilu 1982 golputnya hampir sama yaitu 3,5%, pemilu 1987 golput diangka 3,6%, pemilu 1992 angka golput 4,9%, pemilu 1997 sebesar 6,4%.
Pada era reformasi, pemilu tahun 1999 anhka golpiut sedikit meningkat yaitu 7,3 %. Pemilu 2004 golput mulai merosot yaitu 15,9%. Pilpres putaran pertama tahun 2004 angka golput 21,8%, Pada putaran kedua sebesar 23,4%. Pemilu legeslatig tahun 2009, angka golput 29,1%, sedang pilpresnya, angka golputnya 28, 3%. Pemilu tahun 2014 angka golput sebesar 24,8% ( merdeka.com 12 april 2014).

Ada berbagai sebab mengapa terjadi Golput, pertama, Golput Tehnis Administratif yaitu golput yang disebabkan tidak terdaftar di dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Hal ini bisa disebabkan karena rakyatnya yang tidak peduli atau karena kinerja penyelenggara yang rendah.

Kedua, Golput Tehnis sosiologis yaitu Golput yang disebabkan karena hal hal yang sifatnya emergensi, misalnya sakit, bertepatan dengan urusan yang dianggap lebih penting, karena kesulitan medan untuk menuju TPS.

Ketiga, Golput Tehnis Ekonomis yaitu golput yang disebabkan karena pertimbangan untung rugi jika meninggalkan pekerjaan atau tugas yang dimiliki.

Keempat, golput Rasional Politis yaitu golput yang disebabkan karena mengetahui dan menyakini calon yang akan dipilih tidak mampu memperjuangkan aspirasi dan problematika rakyat. Keyakinan ketidakmampuan terhadap calon didasarkan rekam jejak, pengetahuan, kepribadian (moralitas) yang dimiliki para calon.

Golput jenis rasional Politis ini bisa menjadi bahan atau masukan serta instrospeksi para pejabat publik yang dihasilkan melaui pemilu dan juga partai politik dalam mengusung atau mencalonkan wakil rakyat. 

Golput Tehnis Rasional Politis bisa mencerdaskan semua elemen khususnya yang ingin maju sebagai pejabat publik dan wakil rakyat agar benar benar mempersiapkan diri secara optimal biar rakyat benar benar yakin untuk datang ke TPS memberikan suaranya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun