Mohon tunggu...
M Saekan Muchith
M Saekan Muchith Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen UIN Walisongo Semarang dan Peneliti Pada Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi

Pemerhati Masalah Pendidikan, Sosial Agama dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tidak Semua Ulama Patut Dicontoh

15 Oktober 2018   15:33 Diperbarui: 15 Oktober 2018   16:10 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketiga, Abdurrahman Ibnu Mulzam. Pada zaman kekhalifahan Ali, Abdurrahman Ibnu Mulzam adalah sosok ulama besar yang paling terkenal. Abdurrahman Ibnu Mulzam dikenal seorang ulama yang paling fasih dan hafal al qur'an, ulama yang dikenal sangat rajin ibadah dan sholat malam, serta ulama yang terkenal selalu berpuasa sunnah senin kamis.  

Abdurrahman Ibnu Mulzam memiliki anggapan bahwa Sayyidina Ali Ibnu Abi Thalib telah kafir (keluar dari Islam) karena berdamai atau melakukan musyawarah dengan Mu'awiyah dalam hal menyelesaikan persoalan pemerintahan atau politik kekuasaan. Karena persepsi dan keyakinan terjadap Sayyidina Ali sebagai orang kafir, akhirnya Abdurrahman Ibnu Mulzam tega membunuh Sayyidina Ali ibnu Abu Thalib. 

Subhanalah.. seorang ulama yang dikenal taat beribadah tega teganya membunuh sahabat Rasulullah yang terkenal cerdas, hafal al qur'an  ejak kecil dan masuk Islam nonor 3 setelah Siti Khadijah (Istri Rasul), Zaid bin Haritsah ( Pembantu Rasul). Subhanallah, sekali lagi subhanallah... sungguh kejam jika seseorang (walaupun ahli ibadah) jika berwawasan  tekstualis /normatif dalam memahami ayat ayat alqur'an, akhirnya bisa berbuat nekat dan jahat serta tidak berperi kemanusian.

Kesimpulanya :

(1) Kreteria ulama yang baik, agung dan mulia tidak bisa dilihat dari aspek simbol atau normatif saja, misalnya dari simbol pakaiannya (surban, berpeci atau berjubah), tetapi harus dilihat dari rekam jejak atau perbuatan di masa lalu sampai sekarang. Ada oknum yang tiba tiba baik, karena memiliki tujuan dan terget tertentu yang bersifat pribadi dan kelompok. Ulama yang baik dan mulia, adalah yang memiliki konsistensi secara terus menerus dalam situasi apapun.

(2) Kreteria ulama yang baik dan mulia, juga jangan hanya dilihat dari ucapan dan atau tulisan yang di posting melalui media sosial, seperti tulisan yang Facebook, Twiter, WhatsApp (WA), Instagram dan Yau tube. Tetapi harus di teliti rekam jejak di masa lalu, apakah ucapannya itu konsisten atau tidak dalam memperjuangkan kepentinagn agama Islam atau umat Islam.

(3) Siapapun termasuk ulama, kalau sudah berurusan dengan politik kekuasaan, memiliki potensi besar untuk melakukan manipulasi untuk meraih tujaun yang diinginkan. Ada oknum ulama yang baik, tetapi ada juga oknum ulama yang jahat. Oleh sebab itu kita harus waspada dalam menilai dan mengikuti para ulama, teliti, dalami, pahami secara mendalam apa yang dikatakan dan diamalkan agar kita tidak mudah  di tipu dengan oknum-oknum  yang ngaku-ngaku atau yang di juluki ulama

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun