Mohon tunggu...
Muchammad Miqdad
Muchammad Miqdad Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Untuk Memenuhi Tugas Kuliah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Konflik Internal Partai PPP, Studi Kasus Pemecatan Suharso Monoarfa

27 Oktober 2022   20:00 Diperbarui: 27 Oktober 2022   20:04 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Partai politik  merupakan sebuah wadah atau organisasi yang anggotanya memiliki tujuan yang sama, dan nilai yang sama. Dan tujuan utama mereka hanya satu yaitu merebut kekuasaan dan mendapatkan kedudukan politik, dengan cara yang konstitusional, untuk nantinya mampu digunakan dalam merealisasikan tujuan dari organisasi tersebut (Budiarjo, 2008). Pendapat lain diungkapkan Roy C. Macridis, bahwa partai politik merupakan asosiasi, yang memobilisasi rakyat, dengan mewakili kepentingan tertentu, melalui jalan kompromi dan adu pendapat mampu memunculkan sebuah kepemimpinan politik (Marcidis, 1996). Maka dari itu kebanyakan dari mereka yang masuk ke dalam partai politik seyogyanya adalah untuk mencapai kekuasaan. Namun disisi lain partai politik juga berperan besar dalam pengelolaan negara, terutama dalam mendistribusikan kader-kadernya untuk mengelola jabatan strategis dari negara. Maka di luar dari definisi tersebut Miriam Budiarjo juga memberikan gambaran dari fungsi partai politik itu sendiri. Yaitu sebagai sarana komunikasi politik, sebagai sarana sosialisasi politik, sebagai sarana rekrutmen politik, dan sebagai sarana pengatur konflik. Dari ke empat fungsi tersebut, menjadi sebuah tanggung jawab yang harus diperhatikan oleh setiap partai, agar keberadaan dari mereka dapat berjalan sesuai dengan fungsi yang diharapkan oleh masyarakat. Dan tentunya di luar dari fungsi yang disebutkan tadi, setiap partai politik juga memiliki fungsi secara khusus mereka cantumkan dalam AD/ART masing-masing.

Partai politik saat ini memang masih menjadi satu-satunya kendaraan politik yang paling umum untuk dikendarai. Namun lebih daripada itu setiap partai politik juga menyimpan beragam permasalahan, yang tak jarang masalah tersebut menjadi masalah yang muncul dari manajemen partai politik itu sendiri. Sehingga yang seharusnya anggota partai politik mampu memberikan berbagai masukan, untuk menyelesaikan masalah, justru sebaliknya anggota partai politik malah memperparah masalah tersebut semakin luas. Manajemen partai politik ini memang sangat penting terutama dalam menghadapi beragam konflik di internal, karena ditakutkan konflik internal ini akan menyebabkan perpecahan atau bahkan menuju kepada tindak pidana. Secara singkat manajemen partai politik ini bisa diartikan sebagai, penggunaan sumber daya partai politik dengan seefektif mungkin dalam mencapai tujuan (Gatara, 2017). Sehingga dalam menjalankan aktifitas politik, partai politik juga harus menggunakan cara-cara yang efektif untuk mencapai sebuah tujuan. Namun di luar dari hal tersebut manajemen partai politik yang buruk juga akan menyebabkan beragam konflik di dalam partai, salah satunya adalah konflik internal partai. Konflik internal ini merupakan konflik yang terjadi di dalam partai politik, dan terjadi antar anggota internal partai politik. Akhir-akhir ini konflik internal partai politik memang terus muncul, terutama menjelang pemilihan umum 2024. Karena dipastikan, banyak orang yang berlomba-lomba untuk mendapatkan posisi terutama untuk menjadi bakal calon, yang nantinya akan masuk ke dalam bursa pemilihan umum 2024.

Salah satu yang menjadi sorotan akhir-akhir ini adalah konflik internal yang terjadi di internal Partai Persatuan Pembangunan atau PPP. Ketua umum PPP pada saat itu Suharso Monoarfa, dicopot melalui Keputusan Mahkamah Partai dengan alasan yang tidak begitu kuat. Suharso kemudian digantikan dengan Mardiono dengan jabatan Plt. Ketua Umum PPP. Dibalik semua permasalahan tersebut banyak dugaan bahwa proses pencopotan Suharso ini sangat tidak rasional, dan terkesan adanya adanya konflik internal terutama terkait pandangan kedepannya pada pemilu 2024. Mengenai hal tersebut perlu adanya pemahaman mengenai penanganan permasalahan internal partai politik, melalui pendekatan manajemen partai politik. Karena fatal apabila masalah seperti ini diperbesar, dan akan merembet ke seluruh kader yang sedang menjalani karir politiknya. Beberapa kasus konflik internal partai di Indonesia berujung kepada perpecahan partai.

Suharso Monoarfa dipecat sebagai ketua umum PPP periode 2020-2025, melalui rapat yang digelar oleh Mahkamah Partai. Rapat tersebut dilaksanakan pada 2-3 September 2022, dan keputusan tersebut diambil atas dasar usulan dari ketiga majelis di PPP, yaitu Majelis Syariah, Majelis Kehormatan dan Majelis Pertimbangan. Rapat tersebut dilaksanakan ketika Suharso sedang melakukan lawatan ke luar negeri, tepatnya ke perusahaan Airbus di Paris. Alasan kuat mengenai pencopotan Suharso adalah terkait wacana Suharso yang diduga menyindir masyarakat banyak terkhusus kalngan santri dan kiai, terkait pernyataannya tentang Amplop Kiai  (Wicaksono, 2022). Diketahui bahwa pada saat itu Suharso sedang berada pada acara Pembekalan Antikorupsi Politik Cerdas Berintegritas yang di selenggarakan oleh Komisi Pemberantas Korupsi pada 15 Agustus silam. Suharso berpendapat bahwa tradisi Amplop Kiai juga dapat menjadikan tindakan tersebut sebagai sebuah bibit korupsi. Hal tersebut tentu mendapatkan respon yang sinis dari berbagai kalangan termasuk dari internal partai PPP sendiri. Sehingga Mahkamah Kehormatan mengambil tindakan cepat untuk mencopot Suharso dari jabatan ketua umum PPP (Gumay, 2022).

Pencopotan Suharso sebagai ketua umum tersebut, memang bukan sebuah hal yang tiba-tiba saja terjadi, melainakan permasalahan tersebut telah direncanakan secara panjang oleh elit partai. Hal tersebut dapat dilihat melalui beberapa rekayasa, konflik yang dibentuk untuk mendesak Suharso segera turun, atau dengan kata lain membuat konlik yang memperburuk posisi Suhraso di PPP pada saat itu. Konflik yang terjadi di dalam PPP sendiri sudah muncul sejak bulan juni lalu. Hal tersebut diungkapkan oleh CNN melalui kanal beritanya, yang di dalamnya berisi informasi bahwa. Pada bulan Juni lalu, tepatnya pada hari jumat tanggal 24 Juni, terjadi demonstrasi yang dilakukan oleh beberapa kader PPP dari DPW Jawa Timur. Tuntutan dari masa aksi di Jawa Timur tersebut adalah satu yaitu meminta untuk pusat segera mencopot Suharso Monoarfa sebagai ketua umum PPP, dikarenakan elektabilitas PPP yang tak kunjung meningkat mengingat pemilihan umum akan segera terlaksana. Selain itu masa aksi juga menyinggung keterkaitan Suharso dengan kasus Amplop Kiai, yang kian hari kian marak terdengar oleh masyarakat, hal tersebut dikhawatirkan akan merusak citra partai PPP nantinya, terutama menjelang Pemilu 2024 (Kurniawan, 2020).

Buntut dari adanya aksi protes di DPW Jawa Timur, kemudian blundernya pernyataan Suharso Monoarfa ketika di forum diskusi KPK, memang menjadi bahan yang menarik untuk beberapa elit politik yang tidak sepandangan dengan Suharso untuk mulai menjatuhkannya. Konflik internal tersebut kemudian diperkuat setelah dilayangkannya surat desakan pengunduran diri kepada Suharso, yang dibuat oleh Majelis Pertimbangan PPP. Surat tersebut digunakan sebagai peringatan kepada Suharso untuk segera mengundurkan diri, dikarenakan Suharso telah menimbulkan kegaduhan di Internal partai, sehingga secara hukum layak untuk mengundurkan diri. Namun setelah tenggak waktu yang diberikan Suharso juga tidak kunjung mengundurkan diri, sehingga Majelis Pertimbangan PPP mengambil tindakan lebih, untuk mengusulkan pemecatan kepada Majelis Kehormatan, untuk memberikan keputusan terkait pemecatan Suharso Monoarfa.

Setelah pemecatan Suharso tersebut, kemudian melalui Mukernas (Musyawarah Kerja Nasional) yang digelas 4-5 September, ditetapkanlah Mardiono sebagai Ketua Plt Partai PPP. Nama tersebut muncul setelah mendapat kesepakatan sebanyak 30 dari 34 total DPW partai PPP yang ikut serta dalam Mukernas tersebut.

Disisi lain dari kubu Suharso sendiri, mereka masih mempertahankan argumen bahwa pemecatan Suharso sebagai ketua umum, pada saat ini merupakan pemecatan dengan mekanisme yang cacat konstitusi. Dikarenakan dalam pelaksanaan Mukernas ada beberapa syarat dari AD/ART yang tidak dipenuhi oleh penyelenggara, sehingga hasil dari Mukernas tersebut tidak dapat dijadikan sebagai sebuah produk hukum yang sah. Sehingga bisa dikatakan bahwa Suharso Monoarfa sampai saat ini masih menjadi ketua umum partai PPP.

Konflik yang terjadi terutama pada kasus pemecatan Suharso Monoarfa ini merupakan kasus yang tidak bisa dianggap remeh. Konflik yang terjadi kemungkinan besar akan merembet ke berbagai macam hal termasuk dukungan partai. Mayoritas pendukung partai PPP merupakan mereka yang berasal dari kalangan islami, terutama santri dan kiai, sehingga pernyataan blunder Suharso monoarfa juga kemungkinan bisa merusak dukungan partai PPP apabila tidak segara diperbaiki. Namun disisi lain konflik dualisme kepemimpinan yang terjadi sampai sekarang, juga akan lebih memperkeruh internal partai bahkan sangat berpengaruh kepada dukungan partai juga. Konflik yang tak kunjung berakhir akan memperburuk berjalanya kinerja sebuah partai, dikarenakan partai harus mengalami perubahan dinamika konflik yang sangat panjang, sehingga menguras banyak  biaya.

Ada beberapa macam konflik internal yang terjadi di dalam tubuh partai politik yaitu dikutip dari H. Anto Djawamaku . Yang pertama karena partai tidak memiliki landasan yang kuat, sehingga tidak terbentuknya ikatan ideologis diantara kader partai. Dalam kasus ini kesalahan personal antar kader saja, mampu menyulut berbagai konflik, karena antar anggota tidak memiliki landasan yang kuat atas arah gerak partai. Kemudian yang kedua adalah faktor otoritarianisme ketua umum. Figur ketua umum partai yang terlalu mendominasi partai, membuat partai tidak lagi memiliki nilai musyawarah, sehingga proses dinamika yang terjadi di dalam partai terlalu banyak diintervensi oleh ketua umum partai, selain itu figur ketua umum yang terlampau besar juga mampu membunuh kaderisasi di partai. Karena proses pengkultusan ketua umum, yang terjadi adalah ketidakmampuan kader baru untuk menggantikan ketua umum yang sudah saatnya untuk diganti. Kemudian yang terakhir adalah faktor ketidakberhasilan dalam membentuk atau meregenerasi anggota partai politik, termasuk meregenerasi jabatan --jabatan publik. Sehingga partai tidak lagi memiliki nilai jual keberhasilan atas pendidikan dan kaderisasi di internal partai politik (Djawamaku, 2005).

PPP harus mengambil langkah tegas untuk mengakhiri konflik yang terjadi. Sejauh ini proses pelaksanaan pemilu masih lumayan jauh, sehingga masih banyak kesempatan untuk memperbaiki manajemen internal dari partai PPP sendiri. Termasuk rekonsiliasi dari berbagai kubu yang selama ini bertarung memperebutkan argumennya. Selama ini mungkin pertarungan kekuasaan tidak akan begitu berdampak bagi posisi dan kekuasaan di Internal partai, namun di sisi lain kemajuan teknologi tekah membawa keterbukaan terhadap media masa. Sehingga setiap harinya kita akan melihat berita dari seluruh penjuru dunia, tidak termasuk berita konflik dari partai PPP. Sehingga konflik yang berkepanjangan akan memperburuk citra partai PPP. Selain itu konflik yang berkepanjangan juga berdampak terhadap keberlangsungan kegiatan partai, dikarenakan waktu yang terbuang untuk menjalani persidangan dan sebagainya, atau biaya yang habis untuk mempertahankan argumen masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun