Mohon tunggu...
Muhammad Syahrul Mubarok
Muhammad Syahrul Mubarok Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Tidak ada Kata Kata pada hari ini, sesungguhnya yang ada hanyalah kisah nyata

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Patogenesis Virus dan Epidemiologi Penyakit Viral

30 November 2022   00:59 Diperbarui: 30 November 2022   01:11 1579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

1. Latar Belakang

Patogenesis   virus   adalah   proses   yang   terjadi   ketika   virus   menginfeksi   inang. Patogenesis penyakit adalah suatu bagian dari kejadian selama infeksi yang menyebabkan manifestasi penyakit pada penjamu. Sebuah virus bersifat patogenik terhadap pejamu tertentu jika   dapat   menginfeksi   dan   menyebabkan   tanda-tanda   penyakit   pada   penjamu   tersebut.

Sebuah   strain   virus   tertentu  lebih   virulen   dibanding  strain   lainnya  jika  ia   secara  umum menyebabkan penyakit yang lebih berat pada penjamu yang peka. Virulensi virus pada hewan yang tidak mengalami luka sebaiknya tidak dikacaukan dengan patogenisitas untuk sel yang dapat dikultur, virus sangat sitosidal secara in vitro, mungkin tidak berbahaya secara in vivo dan sebaliknya, virus non sitosidal mungkin menyebabkan penyakit berat.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kedokteran mendorong para tenaga ahli selalu mengadakan riset terhadap berbagai penyakit termasuk salah satunya adalah penyakit menular demi mengatasi kejadian penderitaan dan kematian akibat penyakit. Pengertian Epidemiologi menurut asal kata, jika ditinjau dari asal kata Epidemiologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari 3 kata dasar yaitu Epi yang berarti pada atau tentang, Demos yang berarti penduduk dan kata terakhir adalah Logos yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penduduk. 

Sedangkan dalam pengertian modern pada saat ini adalah ilmu yang mempelajari tentang frekuensi dan distribusi (penyebaran) serta determinan masalah kesehatan pada sekelompok orang atau masyarakat serta determinasinya (faktor-faktor yang mempengaruhinya).

Pengetahuan dasar mengenai patogenesis virus dan epidemiologi penyakit viral penting diketahui untuk keperluan studi mendalam mengenai proses patogenesis virus yang terjadi yang juga menyangkut dengan proses epidemiologi penyakit viral itu sendiri serta untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya kewaspadaan terhadap penyakit yang timbul akibat dari patogenitas suatu virus.

2.  Patogenesis virus

Patogenesis merupakan mekanisme invasi bermultiplikasi di jaringan induk semang menyebabkan eskalasi penyakit. Patogenesis virus adalah istilah yang umumnya menggambarkan proses dimana infeksi virus menyebabkan penyakit. Namun, virus dapat berkisar dari virus RNA (misalnya, flavivirus seperti virus dengue) hingga virus DNA besar (misalnya, virus herpes dan poxvirus), yang semuanya berinteraksi dengan inang dengan cara unik untuk mendorong proses penyakit yang disebabkan oleh virus (Heise, 2014). Patogenesis virus dapat menyebabkan munculnya penyakit klinis maupun subklinis. 

Namun, patogenesis setiap virus dan penyakit yang terkait memiliki aspek beragam. Ada beberapa tahapan umum dalam siklus hidup virus/proses penyakit yang dibagi antara semua virus patogen, dan pertimbangan proses umum ini dapat digunakan untuk mengilustrasikan beberapa konsep kunci dalam patogenesis virus. Misalnya, karena virus adalah patogen intraseluler obligat yang tidak mampu bereproduksi di luar sel inang yang permisif, virus harus berhasil masuk ke sel target untuk menyebabkan penyakit (Heise, 2014).  Patogenesis penyakit sangat terkait dengan sifat virus, sifat host, penyebaran virus dalam tubuh host, ekskresi virus, dan lingkungan.

2.1. Sifat virus patogen dan virulensi

Patogen adalah virus yang menyebabkan penyakit dan kerusakan pada inang. Pada abad-19 saat era teori germ, banyak mikroba patogen utama yang dienkapsulasi menunjukkan bahwa ada perbedaan mendasar antara mikroba patogen dan non-patogen. Namun, diketahui bahwa mikroba dapat dilemahkan sifat patogenitasnya di laboratorium, tetapi virulensi dapat dipulihkan dengan cara masuk ke inang, menunjukkan bahwa mikroba yang sama dapat ada di keadaan patogen dan non-patogen (Pirofski, et al. 2012).

Dalam beberapa kasus, respons patologis yang ditimbulkan oleh virus meningkatkan efisiensi penyebaran atau perbanyakannya dan karenanya jelas memiliki keuntungan selektif untuk patogen. penyebaran langsung virus dari inang yang terinfeksi difasilitasi (Alberts, 2002).

Virulensi ditentukan oleh kemampuan mikroorganisme untuk menyebabkan penyakit pada inang. Virulen adalah virus yang ganas dan dalam jumlah kecil sudah mampu menginfeksi dan menyebabkan penyakit. Avirulen adalah virus yang tidak dapat menyebabkan penyakit. Contoh virulen adalah ketika, saliva individu yang terinfeksi membawa virus yang bersifat virulen dan dapat menimbulkan penyakit pada individu lain yang berkontak langsung individu tersebut. 

Virus memiliki sejumlah mekanisme virulensi berbeda yang membantu menghindari pertahanan inang, memasuki sel inang, dan menonaktifkan atau melisiskan sel inang. Kekebalan mukosa dapat melindungi oleh sejumlah komponen dalam tubuh. Mekanisme virulensi terus berkembang dan ditransfer di antara mikroorganisme yang berbeda melalui proses yang dikenal sebagai transfer gen lateral atau horizontal (Carl, 2016). Virulensi virus sangat tergantung dari genetik dan strain virus,  Jumlah virus yang menginfeksi (dosis), rute inokulasi, serta umur dan genetik inang.

Meskipun patogenisitas dan virulensi hanya dapat bermanifestasi pada inang yang rentan, patogenisitas adalah variabel terputus-putus, yaitu ada atau tidaknya patogenisitas, sedangkan virulensi adalah variabel kontinu, yaitu ditentukan oleh jumlah kerusakan atau penyakit yang terjadi. Virulensi adalah istilah relatif karena virulensi selalu diukur relatif terhadap virus lain (misalnya, strain yang dilemahkan, atau virus yang berbeda). Patogenisitas dan virulensi merupakan variabel mikroba yang hanya dapat diekspresikan dalam inang yang rentan dan bergantung pada variabel inang (Pirofski, et al. 2012).

2.2 Sifat Host

Virus dapat bertindak sebagai agen penyakit dan agen pewaris sifat. Sebagai agen penyakit, virus memasuki sel dan menyebabkan perubahan-perubahn yang membahayakan bagi sel, yang akhirnya dapat merusak atau bahkan menyebabkan kematian pada sel yang diinfeksinya. 

Sebagai agen pewaris sifat, virus memasuki sel dan tinggal di dalam sel tersebut secara permanen. Perubahan yang diakibatkannya tidak membahayakan bagi sel atau bahkan bersifat menguntungkan. Dalam beberapa kasus, virus dapat bertindak sebagai agen penyakit atau sebagai agen pewaris sifat tergantung dari sel-sel inangnya dan kondisi lingkungan. Menurut (Ismah, 2018), Host yang dapat terinfeksi virus tergantung dari:

a. Resistensi: kemampuan dari host untuk bertahan terhadap suatu infeksi. Terhadap suatu infeksi kuman tertentu, hewan mempunyai mekanisme pertahanan tersendiri dalam menghadapinya. 

b. Imunitas: kesanggupan host untuk mengembangkan suatu respon imunologis, dapat secara alamiah maupun perolehan (non-ilmiah), sehingga tubuh kebal terhadap suatu penyakit tertentu. Selain mempertahankan diri, pada jenis-jenis penyakit tertentu mekanisme pertahanan tubuh dapat menciptakan kekebalan tersendiri. 

c. Infektifnes (infectiousness): potensi host yang terinfeksi untuk menularkan penyakit kepada orang lain. Pada keadaan sakit maupun sehat, kuman yang berada dalam tubuh hewan dapat berpindah kepada hewan lain maupun manusia dan sekitarnya.

Agar virus dapat menginfeksi dan menyebarkan infeksi kepada host tergantung dari:

a. Infektivitas: kesanggupan dari virus untuk beradaptasi sendiri terhadap lingkungan dari host untuk mampu tinggal dan berkembangbiak (multiply) dalam jaringan host. Umumnya diperlukan jumlah tertentu dari suatu mikroorganisma untuk mampu menimbulkan infeksi terhadap hostnya. Dosis infektivitas minimum (minimum infectious dose) adalah jumlah minimal virus yang dibutuhkan untuk menyebabkan infeksi. 

b. Patogenesis: kesanggupan virus untuk menimbulkan suatu reaksi klinik khusus yang patologis setelah terjadinya infeksi pada host yang diserang. Dengan perkataan lain, jumlah penderita dibagi dengan jumlah host yang terinfeksi. 

c. Virulensi: kesanggupan virus tertentu untuk menghasilkan reaksi patologis yang berat yang selanjutnya mungkin menyebabkan kematian. Virulensi virus menunjukkan beratnya (severity) penyakit. 

d. Toksisitas: kesanggupan virus untuk memproduksi reaksi kimia yang toksis dari substansi kimia yang dibuatnya. Dalam upaya merusak jaringan untuk menyebabkan penyakit berbagai kuman mengeluarkan zat toksis. 

e. Invasitas: kemampuan virus untuk melakukan penetrasi dan menyebar setelah memasuki jaringan. 

f. Antigenisitas: kesanggupan virus untuk merangsang reaksi imunologis dalam host. Beberapa virus mempunyai antigenisitas lebih kuat dibanding yang lain. Contohnya jika menyerang aliran darah (virus measles) akan lebih terangsang immuno response dari yang hanya menyerang permukaan membran (gonococcus). 

2.3 Pintu Masuk Virus

  1. Saluran Pencernaan 

Pintu masuk virus  ke dalam saluran pencernaan merupakan rute umum yang dilewati virus. Makanan dan minuman adalah media perantara yang terbukti cukup efektif untuk menjadi sarana penyebaran mikroba patogen ke host, yaitu melalui pintu masuk (port d'entre) saluran cerna. Di saluran pencernaan terdapat getah pencernaan seperti asam lambung (HCl) yang membentuk kondisi sekitarnya menjadi asam, garam empedu (bile salt) yang membawa suasana netral sampai sedikit basa, diproduksi senyawa anti bakteri, dan ada gerakan peristaltik usus di mana jika virus tidak mampu melekat akan terlempar oleh gerakan usus tersebut.

Virus yang tidak memenuhi syarat tersebut di atas tidak mungkin melakukan mekanisme penyebaran infeksi di saluran pencernaan. Virus yang melewati rute pencernaan ini juga harus tahan terhadap enzim protease karena enzim protease berfungsi untuk mencerna serpihan-serpihan yang tidak diinginkan dalam darah seperti bakteri dan virus. Jadi, virus yang tidak tahan enzim protease akan mudah rusak dan tidak bisa menyebarkan infeksi. Contoh virus yang masuk melalui rute saluran pencernaan adalah reovirus, rotavirus, dan enterovirus.

  1. Saluran Pernafasan 

Saluran pernapasan merupakan rute masuk paling sering yang dilalui virus. Transmisi melalui udara secara epidemiologi dapat terjadi bila host menghirup percikan partikel nuklei yang berdiameter 1-5 m (<5 m) (aerosol) yang mengandung virus penyebab infeksi. Virus tersebut akan terbawa aliran udara >2 m dari sumber, dapat terhirup oleh individu rentan di ruang yang sama atau yang jauh dari sumber mikroba. Transmisi droplet terjadi ketika partikel droplet berukuran >5 m yang dikeluarkan pada saat batuk, bersin, muntah, bicara, selama prosedur suction, bronkoskopi, melayang di udara dan akan jatuh dalam jarak <2 m dan mengenai mukosa atau konjungtiva. 

Virus yang melalui pintu masuk saluran pernapasan harus mampu menghalau mukus, IgA (immunoglobulin A), dan macrophage. Contoh virus yang rutenya melalui saluran pernapasan adalah virus corona, common cold, influenza, dan respiratory syncitial virus (RSV).


  1. Kulit
    Virus masuk ke dalam sel-sel mukosa melalui (mikro) lesi. Pada kulit dapat terjadi melalui gigitan Artropoda dan beberapa vektor yang lain.Seperti vektor nyamuk ,vektor lalat,gigitan hewan lesi ringan dan injeksi jarum suntik. Sebagian virus yang masuk melalui mukosa menimbulkan kelainan setempat seperti virus herpes simplex, virus papilloma, virus Orf dan sebagainya. Lebih umum terjadi kelainan kulit sebagai akibat penyebab sistemik virus.Kulit yang utuh merupakan barier fisik karena adanya kelenjar lemak, enzim dan kelenjar keringat

  2. Conjunctiva
    Mata tersusun dari jaringan penyokong yang salah satu fungsinya adalah melawan infeksi secara mekanik. Orbita, kelopak mata, bulu mata, kelenjar lakrimal dan kelenjar meibom berperan dalam produksi, penyaluran dan drainase air mata. Jaringan ikat di sekitar mata dan tulang orbita berfungsi sebagai bantalan yang melindungi mukosa okular. Kelopak mata berkedip 10-15 kali per menit untuk proses pertukaran dan produksi air mata, serta mengurangi waktu kontak mikroba dan iritan ke permukaan mata.infeksi melalui konjuctiva ini kebanyakan bersifat lokal seperti virus ND dan virus herpesvirus.Saat menginfeksi,virus harus tahan terhadap airmata ,mukus dan protease.

  3. Urogenital 

Penularan virus bisa dalam berbagai cara, salah satunya melalui urogenital. Penyebaran melalui urogenital bisa melalui kawin alam dan inseminasi buatan pada hewan besar. Pada sapi, virus yang sudah tersebar akan menginfeksi epitel dan akan menimbulkan lesi lokal seperti Infectious Pustular Vulvovaginitis(IPV). Virus menginfeksi jaringan lokal dan menyebar melalui neuron seperti penularan pada virus herpesviridae yang menyebabkan penyakit Herpes.

  1. Plasenta / Uterus / Oviduct

Virus dapat menular ke mana saja dan dimana saja dan akan bekerja tergantung reseptor. Salah satu cara penularan virus yaitu melalui Plasenta / Uterus / Oviduct yang ditularkan vertikal dari induk kepada anak / telur dewasa. Ada beberapa contoh penularan melalui Plasenta / Uterus / Oviduct secara vertikal seperti virus Infectious Pustular Vulvovaginitis(IPV) pada sapi dan Chiken Anemia yang menyebabkan penurunan berat badan, imunosupresi sementara, dan peningkatan kematian pada ayam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun