Mohon tunggu...
Muarif Essage
Muarif Essage Mohon Tunggu... Guru - pembaca sastra

lahir di Tegal, 25 Mei 1969. Seorang guru, ia lebih sering membaca karya sastra dan membicarakannya dalam bentuk ulasan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kolam Itu Masih Terlalu dalam Untukku, Sapardi

19 Januari 2022   13:09 Diperbarui: 19 Januari 2022   13:12 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sungguh, bukan hal yang mudah bagiku untuk dapat menembus lapis makna terdalam dari puisi-pusi Sapardi Djoko Damono. Ini amat aku rasakan kala aku membaca kumpulan puisinya yang berjudul "Kolam" (penerbit Gramedia, cetakan kedua, 2017). 

Untuk dapat memahami sat-dua puisinya saja dari buku tersebut, aku harus lebih ekstra membacanya puluhan kali. Itu pun belum memberikan jaminan aku dapat memahami puisi-puisi Sapardi. Aku masih sebatas meraba-raba, baru seribu mungkin persepsi yang dapat aku uraikan.

Sapardi Djoko Damono membagi buku puisi berjudul "Kolam" ke dalam tiga bagian, yang disebutnya dengan istilah Buku Satu, Buku Dua, dan Buku Tiga. 

Masing-masing "buku" memuat beberapa puisi dan yang membuat aku tertarik, Sapardi seperti mengelompokkan puisi-puisinya ke dalam bentuk puisi yang berbeda-beda. "Buku Satu" memuat sejumlah puisi yang ditulis Sapardi dalam alinea demi alinea yang lebih menyerupai bentuk prosa (semacam cerita pendek). 

Namun, bila aku membacanya akan terasa sebagai baris-baris puisi. Sedangkan dalam "Buku Dua", Sapardi menulis 14 puisi yang seluruhnya berbentuk soneta. 

Sementara itu, Sapardi dalam "Buku Tiga" menuliskan puisi-puisinya layaknya bentuk puisi yang selama ini ditulisnya. Walaupun dari ketiga "buku" itu kita bisa mengatakan, itulah bentuk puisi Sapardi sebagaimana bentuk-bentuk puisinya dalam buku-bukunya terdahulu. Pembicaraan atas bentuk puisi Sapardi, jelas belum menyentuh persoalan pemahaman atas isi puisi-puisinya.

Ah, aku harus mulai dari mana untuk dapat mengurai kandungan buku puisi "Kolam". Aku merasa beruntung karena Sapardi ternyata menyertakan puisi tanpa judul yang ditujukan kepada Sapardi yang dimasukkan pada halam terakhir buku puisi ini (hal. 123). 

Puisi itu ditulis oleh Jeihan, pelukis juga dikenal sebagai penyair dari Bandung. Jeihan menulis:

Sapardi,
Puisimu:
dirimu
diriku
diri kita
semua
menyatu dalam
Kolam,
Kalam.

Jeihan
Bandung, Medio April 2009

Bila kita tangkap maksud puisi Jeihan tersebut, ia hendak mengatakan bahwa puisi Sapardi telah menyatukan diri penyairnya, diri Jeihan, dan semua manusia dalam perkataan ("Kalam") yang berupa sebuah "Kolam". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun