Mohon tunggu...
Muara Alatas Marbun
Muara Alatas Marbun Mohon Tunggu... Guru - Alumni U Pe' I

Seorang lulusan yang sudah memperoleh pekerjaan dengan cara yang layak, bukan dengan "orang dalem", apalagi dengan "daleman orang"

Selanjutnya

Tutup

Nature

Oleh-oleh Mudik, Ilmu Mengelola Lingkungan

1 Juni 2019   09:58 Diperbarui: 1 Juni 2019   10:03 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mudik senantiasa menjadi kesempatan untuk refreshing dengan sejuta kerinduan kepada suasana hangat keluarga dan sejuknya pemandangan kampung halaman. Pada momen ini, kegiatan yang bisa diisi terkadang lumrah terjadi dan seakan tidak membosankan. 

Kegiatan seperti silaturahmi, makan bersama, membagi-bagikan THR hingga berlibur ke tempat wisata, serta tak lupa mengunggah kemesraan lingkup keluarga ini ke media sosial menjadi hal yang sepertinya terangkum dalam momen idul fitri di kampung halaman.

Oleh karena itu, mudik seringkali menjadi kajian secara akademik untuk membahas dasar dari fenomena ini hingga berujung pada pemaparan multiperspektif yang muncul dari kajian tersebut. Menurut Arribathi & Aini (2018),  Mudik dimaknai sebagai "...bentuk sinergi antara ajaran agama dengan budaya atau tradisi masyarakat Indonesia. 

Sebagai sebuah tradisi mudik telah mengakar secara kuat. Sementara dalam pandangan agama berbagai tradisi dalam mudik diyakini memiliki landasan". Dari perspektif ekonomi, fenomena mudik memiliki hubungan erat dengan pengembangan jaringan ekonomi (Somantri, 2014). 

Jelas sekali bahwa ditinjau dari perspektif manapun, mudik memiliki manfaat tersendiri dalam menyegarkan kembali kondisi dan kebiasaan manusia antar daerah.

Namun ada hal seringkali dilewatkan oleh para pemudik yang bisa dibilang lama berjuang di tanah perantauan yang notabene selalu terbayang kota besar dengan berbagai akses yang mudah --kecuali kemacetan. 

Hal itu adalah ilmu yang bisa saja diterapkan di kampung halaman agar kampung halaman tersebut bisa berkembang atau setidaknya mengimbangi arus inovasi kota dengan caranya sendiri. Satu hal yang bisa dibagi adalah ilmu mengolah lingkungan agar bisa dikelola dengan fleksibel dan tepat guna.

Lingkungan pada masa lebaran tidak lepas dari menumpuknya sampah yang membludak akibat kegiatan manusia yang padat dalam satu waktu. 

Hal ini justru tidak diimbangi dengan keberadaan tempat pembuangan sampah yang kurang mampu dijangkau dengan masyarakat (Mulasari & Sulistyawati, 2014). Hal ini bisa berdampak pada beban ekstra dinas untuk harus bekerja lebih keras dalam mengumpulkan sampah yang belum tentu ada di lokasi yang dianjurkan.

Dengan makin terkikisnya luas lahan untuk memperluas area penanaman hingga pengelolaan sampah yang makin ruwet akibat tidak adanya sarana penampungan sampah ukuran besar di suatu lingkungan, solusi Agroforestry dan Suistanable Neighborhood Garbage Management (SNGM) patut untuk dicoba. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun