Mohon tunggu...
Mual P Situmeang
Mual P Situmeang Mohon Tunggu... Relawan - Pekerja Sosial

Spesialis Pelibatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Memperkokoh Rumahku Istanaku di Masa Transisi Pandemi

11 April 2022   18:30 Diperbarui: 11 April 2022   18:33 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Resiliensi Keluarga (foto sachartermoms.com)

Pada April tahun lalu, 2021 badai Siklon Tropis Seroja menerjang NTT hingga memporak porandakan  52.793 unit rumah. Dampak badai mengakibatkan ragam kerusakan pemukiman masyarakat mulai dari ringan, sedang , hingga rusak berat.

Menurut laporan setempat kerusakan terbanyak dan terparah ada di tiga kecamatan yaitu Sabut Timur, Sabu Liae, dan Raijua. Sebagian besar kerusakan rumah warga adalah atap rumah terbongkar dan banyak juga yang roboh.

Badai Seroja dalam waktu singkat menimbulkan kerusakan fisik dan psikis berat bagi masyarakat NTT.  Terutama kerusakan rumah tinggal sebagai tempat perteduhan dan perlindungan keluarga. 

Kerusakan rumah (foto www.kompas.id)
Kerusakan rumah (foto www.kompas.id)

Badai Covid 19 selama dua tahun juga telah mengguncangkan keluarga. Dampaknya telah menghentak jutaan rumah tangga secara psikis. Ia telah merangsek sendi-sendi kehidupan keluarga. Suasana nyaman istana berubah menjadi neraka bagi anak-anak. Salah satu indikatornya adalah munculnya bencana baru di keluarga. Kasus kekerasan pada anak selama pandemi mengalami peningkatan sekitar 40 %  (sumber Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Kompas.com)

"Sepanjang 2021, LPAI menerima laporan terkait permintaan perlindungan terhadap anak sebanyak 1.735 kasus. Dari jumlah tersebut, sebanyak 557 berupa laporan terkait kasus kekerasan seksual, 520 terkait hak asuh anak/perwalian, serta sebanyak 240 kasus terkait dengan kekerasan fisik atau psikis."  (https://nasional.kompas.com)

Terkadang orang tua tanpa sadar melakukan kekerasan fisik/psikis tersebut. Ketidaksiapan mental orang tua mengelola tekanan dan stressor lainnya ditengah badai Covid, dan ketika semua kegiatan berpusat dirumah menjadi salah satu penyebabnya. 

Illustrasi kekerasan (foto www.indiatoday.in)
Illustrasi kekerasan (foto www.indiatoday.in)
Tidak seperti dampak badai Seroja.  Kerusakannya dapat segera dihitung seperti jumlah rumah yang hancur.  Pandemi Covid 19 meninggalkan luka psikis mendalam.  Mereka kehilangan kerabat, kekasih, dan anggota keluarganya. Dampak ekonomi berat akibat kehilangan pekerjaan.  Dan lebih berat lagi adalah hilangnya suasana istana bagi anak dan keluarga.  Rumah tempat teraman anak berubah menjadi ancaman. Kekerasan pada anak muncul akibat kelemahan orangtua yang tidak mampu beradaptasi. Perubahan drastis akibat Pandemi Covid 19 telah merobek ketahanan keluarga. 

Tidak ada laporan berapa banyak unit keluarga yang rusak ringan, sedang, dan parah secara psikis akibat badai panjang Covid 19. Hal ini memang bukan pekerjaan mudah seperti menghitung korban bencana badai Seroja.  Dibutuhkan pengamatan cermat dan keahlian khusus. Bagaimana kondisi Rumahku Istanaku dimasa transisi menuju Endemi.

Terlepas dari semuanya Pemerintah dan masyarakat perlu membangun resiliensi (ketahanan) keluarga mengantisipasi badai-badai berikutnya. Menerapkan sebuah pendekatan Holistik Psikospiritual sesuai konteks budaya. Keluarga perlu dilengkapi dengan pemahaman dan keterampilan bagaimana mengidentifikasi gejala stress secara sederhana. Dan mengenal ragam metode sederhana pernafasan menstabilkan emosi untuk mengatasi kondisi stress mereka.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun