Awal Perjalanan di Dunia Perkebunan
Lebih dari tiga puluh tahun yang lalu, perjalanan saya di sektor perkebunan dimulai. Tepat setelah menuntaskan studi di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU) pada tahun 1986, saya memutuskan untuk mengabdikan diri pada dunia yang sejak lama menjadi denyut nadi perekonomian Indonesia. Latar belakang pendidikan saya di bidang ilmu tanah menjadi bekal utama untuk memahami kompleksitas dan tantangan dalam mengelola lahan perkebunan.
Pada tahun 1988, saya bergabung dengan PT PP London Sumatra (LONSUM) Tbk, salah satu perusahaan perkebunan terbesar di Indonesia yang mengelola berbagai komoditas strategis seperti kelapa sawit dan kakao. Langkah awal saya di perusahaan ini dimulai dari posisi Field Assistant Trainee, tingkatan paling dasar dalam struktur organisasi. Dari titik ini, saya benar-benar memahami bahwa dunia perkebunan bukan sekadar teori di bangku kuliah. Dibutuhkan kerja keras, pemahaman teknis yang mendalam, serta kepekaan dalam berinteraksi dengan manusia dan alam.
Sejak awal, saya meyakini bahwa keberhasilan perkebunan tidak hanya diukur dari banyaknya hasil panen yang diproduksi per hektar, melainkan juga dari sejauh mana perkebunan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat sekitar serta mampu menjaga kelestarian lingkungan. Prinsip inilah yang saya pegang teguh selama perjalanan karier saya, dari awal bekerja di lapangan hingga memimpin dalam posisi strategis di tingkat manajemen.
Perjalanan Karier dan Pengalaman Berharga
1. Menjadi Field Assistant -- Belajar dari Lapangan
Antara tahun 1989 hingga 1996, saya menjalani fase pembelajaran penting sebagai Field Assistant. Tugas utama saya adalah memastikan seluruh proses di kebun berjalan sesuai standar: pemupukan tepat waktu, pengendalian gulma yang efektif, serta perawatan tanaman yang konsisten. Pada tahap ini saya menyadari, keberhasilan kebun sering kali bergantung pada detail yang tampak sepele. Misalnya, keterlambatan pemupukan atau kelalaian dalam pengendalian hama dapat berdampak besar pada hasil produksi.
Masa-masa ini mengajarkan saya disiplin, ketelitian, dan kemampuan untuk memimpin tim kecil dengan baik. Saya juga belajar memahami karakter para pekerja kebun, yang sebagian besar menggantungkan hidupnya pada perusahaan. Interaksi sehari-hari dengan mereka membuat saya memahami bahwa dunia perkebunan bukan hanya tentang angka, tetapi juga tentang manusia yang bekerja keras di baliknya.
2. Head Assistant dan Tantangan Baru sebagai Estate Manager
Pada tahun 1997, saya mendapatkan kepercayaan untuk naik ke posisi Head Assistant dan memimpin area yang lebih luas di beberapa kebun di Sumatera Utara dan Jawa Timur. Tanggung jawab yang saya emban semakin besar. Saya harus memastikan kebijakan perusahaan diterjemahkan dengan tepat di lapangan, memimpin tenaga kerja yang jumlahnya ratusan, serta menjaga produktivitas dan kualitas hasil panen.
Memasuki tahun 2003, perjalanan karier saya membawa saya ke posisi Estate Manager (Manajer Kebun). Di sinilah saya merasakan tanggung jawab penuh atas pengelolaan satu unit kebun secara menyeluruh. Menjadi Estate Manager bukan sekadar soal memastikan produksi optimal, tetapi juga membangun hubungan harmonis dengan masyarakat sekitar, menjaga kondisi kerja yang layak bagi para pekerja, serta memastikan seluruh aktivitas kebun berjalan tanpa merusak lingkungan.
Di posisi ini, saya benar-benar menyadari bahwa seorang pemimpin harus mampu menjadi jembatan antara kepentingan perusahaan dan kesejahteraan masyarakat. Tanpa keseimbangan yang baik, konflik sosial bisa muncul kapan saja.