Dari sudut pandang saya sebagai praktisi perkebunan, inilah momen krusial yang membutuhkan pembenahan serius dalam manajemen industri teh nasional.
Perbedaan Mendasar -- Dulu vs Sekarang
Berikut saya uraikan beberapa perbedaan mendasar antara perkebunan teh zaman kolonial dengan perkebunan teh masa kini, berdasarkan pengamatan dan wawasan saya:
1. Tujuan Produksi
- Kolonial: Orientasi produksi sepenuhnya untuk ekspor dan kepentingan ekonomi Belanda. Rakyat hanya menjadi alat produksi.
- Kini: Produksi ditujukan untuk ekspor dan konsumsi dalam negeri, dengan peran lebih besar dari petani lokal dan pelaku nasional.
2. Sistem Tenaga Kerja
- Kolonial: Buruh tani dipekerjakan secara paksa, tanpa perlindungan, tanpa hak, dan sering kali dalam kondisi tidak manusiawi.
- Kini: Tenaga kerja sudah berada dalam sistem formal, diatur oleh UU Ketenagakerjaan, dan mulai mengenal konsep K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja), meskipun implementasi belum merata.
3. Kepemilikan dan Tata Kelola
- Kolonial: Sepenuhnya dikuasai oleh asing dan dikelola dengan sistem top-down yang sangat berstrata.
- Kini: Dikelola oleh BUMN, swasta nasional, koperasi, dan petani swadaya. Pendekatan manajemen lebih partisipatif, meski masih ada ruang perbaikan.
4. Teknologi dan Inovasi
- Kolonial: Teknologi bersifat manual dan padat karya. Pemrosesan teh masih sangat sederhana.
- Kini: Mulai menggunakan alat panen modern, sistem pengolahan di pabrik juga sudah berstandar ISO, bahkan di beberapa unit industri sudah menggunakan pengering otomatis dengan pengaturan suhu secara digital.
5. Akses Pasar dan Branding
- Kolonial: Pasar hanya satu arah---dari koloni ke negara penjajah.
- Kini: Produk teh Indonesia bersaing di pasar global, menghadapi kompetitor dari Sri Lanka, India, Kenya, dan China. Branding lokal seperti Walini, Tong Tji, dan Sosro menjadi identitas teh nasional yang cukup kuat.
6. Aspek Lingkungan dan Keberlanjutan
- Kolonial: Tidak ada perhatian terhadap kelestarian. Deforestasi dan eksploitasi sumber daya alam sangat masif.
- Kini: Mulai pengaplikasian prinsip pertanian berkelanjutan, seperti agroforestri, pengelolaan air yang ramah lingkungan, serta sertifikasi Rainforest Alliance di beberapa unit produksi.
Pelajaran Penting -- Teh Sebagai Cermin Sejarah dan Masa Depan
Perjalanan teh Indonesia dari masa penjajahan hingga era modern adalah cermin tentang bagaimana industri bisa berubah dari alat penindasan menjadi wahana pemberdayaan. Namun, transformasi ini tidak terjadi secara otomatis. Ia membutuhkan visi, reformasi kebijakan, dan kesadaran kolektif seluruh pelaku industri.
Sebagai seorang yang sudah mengelola banyak komoditas perkebunan, saya selalu percaya bahwa sumber daya alam bukanlah penentu keberhasilan industri---manusialah yang menentukan arah dan kualitasnya. Selanjutnya, perbaikan di dalam dunia industri perkebunan teh Indonesia ke depan harus bertopang pada:
- Modernisasi sistem produksi
- Penguatan kapasitas petani teh
- Investasi dalam teknologi pascapanen
- Pembangunan merek (branding) teh Indonesia secara global
- Integrasi aspek sosial dan lingkungan dalam setiap tahap usaha
Penutup -- Dari Daun ke Diplomasi
Teh bukan sekadar komoditas. Melainkan juga warisan sejarah, sumber ekonomi, dan corong perundingan budaya. Jika dulu teh digunakan oleh kolonial sebagai alat penguasaan, kini saatnya kita jadikan teh sebagai simbol kedaulatan, keberlanjutan, dan kecanggihan industri perkebunan nasional.