Ibadah-ibadah dalam Islam terkait langsung dengan posisi benda-benda langit (khususnya matahari dan bulan), sehingga sejak awal peradaban Islam menaruh perhatian besar terhadap ilmu astronomi. Dan timbulah ahli astronomi ternama yang telah mengembangkan metode hisab modern seperti Al Biruni (973-1048 M), Ibnu Tariq, Al Khawarizmi, Al Batani, dan Habash.
Salah satu hasil hisab adalah penentuan kapan ijtimak terjadi, yaitu saat matahari, bulan dan bumi berada dalam posisi sebidang atau disebut pula konjungsi geosentris. Konjungsi geosentris terjadi pada saat matahari dan bulan berada di posisi bujur langit yang sama jika diamati dari bumi. Ijtimak terjadi 29,531 hari sekali, atau disebut pula satu periode sinodik.
Dengan ilmu hisab ini pulalah maka tersusun kalender tahunan, bahkan untuk sepuluh tahun. Pengunaan kalender dalam masyarakat luas tentu tidak asing lagi.
Dan metode kerja jam sebagai penanda waktu pun lahir dari adopsi ilmu hisab. Jam itulah yang banyak digunakan manusia dalam aktifitas sehari-hari, termasuk dalam melihat waktu atau jadwal sholat. Masih banyak penggunaan ilmu hisab yang dipakai manusia tanpa sadar dan itu sangat membantu aktifitas manusia.
Kecenderungan pilihan terhadap penentuan awal bulan hijriah dengan metode hisab, bukan berarti menampikan atau mengingkari adanya Hadits Rasulullah SAW tentang pentingnya melihat hilal sebagai cara memastikan awal bulan baru, tetapi dikarenakan sulitnya melihat hilal dengan mata sendiri seperti zaman Rasulullah. Kalaupun ada orang lain yang bisa melihat lahirnya hilal baru, pertanyaan akan kesaksiannya akan lebih panjang dan lama daripada timbulnya hilal itu sendiri.
Rasulullah SAW bersabda :
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَ رَمَضَانَ فَقَالَ: لاَ تَصُوْمُوا حَتَّى تَرَوُا الْهِلاَلَ وَلاَ تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ
“Dari Ibnu ‘Umar, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wa sallam menjelaskan Ramadhan, maka beliau mengatakan: ‘Janganlah kalian berpuasa sehingga kalian melihat hilal dan janganlah kalian berbuka (berhenti puasa dengan masuknya syawwal) sehingga kalian melihatnya. Bila kalian tertutup oleh awan maka hitunglah’.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim)
RU'YAH ATAU RUKYAT
Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yaitu penampakan bulan sabit yang pertama kali timbul setelah terjadinya ijtimak. Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang atau dengan alat bantu optik seperti teleskop.
Namun demikian tidak selamanya hilal dapat terlihat. Jika selang waktu antara ijtimak dengan terbenamnya matahari terlalu pendek, maka secara ilmiah/teori hilal mustahil akan dapat terlihat, karena iluminasi cahaya bulan masih terlalu suram dibandingkan dengan "cahaya langit" sekitarnya.
Ada dua jenis cara dalam rukyatul hilal:
1. Melihat hilal Ramadhan dengan mata kepala sendiri. Berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala,
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat inggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al-Baqarah: 185)
Sabda Nabi Shollallahu 'Alaihi Wasallam,