Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Prioritas Jokowi, Konservasi Burung dan Koruptor?

4 Maret 2015   21:04 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:10 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apakah benar, setelah menunaikan pemerintahan 100 hari, maka prioritas Presiden Jokowi selanjutnya adalah konservasi burung dan koruptor?

Ini pertanyaan serius, bukan sedang bercanda.Pertanyaan ini punya dasar empiris,

Pertama, soal konservasi burung.Baru saja diberitakan (Kompas.com, 28/2/2015), Presiden Jokowi membeli 300 ekor burung jalak di Pasar Pramuka. Plus beberapa ekor kutilang, perkutut, dan tupai.

Kata Pak Presiden, burung-burung itu akan dilepas di Istana Merdeka Jakarta dan istana Bogor. Soalnya, “Burungnya kurang!” kata beliau.

Baguslah.Sebagai sarjana kehutanan, yang mestinya dulu sempat belajar konservasi sumber daya hutan, Pak Jokowi pasti tahu bahwa melestarikan burung di alam bebas lebih baik dibanding melestarikannya dalam sangkar.

Orang berjiwa konservasi pasti sangat paham, bahwa jumlah seekor burung dalam sangkar jauh lebih padat ketimbang populasi manusia di bulan -- untuk menyitir Noam Chomsky.

Tapi, sebentar dulu.Melepas burung di Istana Bogor yang luas, dan bertetangga dengan Kebun raya, mungkin masuk akal. Tapi melepasnya di Istana Merdeka?Vegetasinya kan terbatas? Apakah populasi ulat dan serangga kecil di sana mencukupi untuk pakan burung-burung jalak itu?

Jangan-jangan burung-burung itu akan lebih baik jika dilepas di gudang-gudang beras Bulog.Di sana banyak belatung dan kutu beras segar untuk makanannya.

Kedua, soal konservasi koruptor.Sudah banyak berita dan artikel di media massa dan media sosial yang menduga-duga ke arah sana. Indikasinya antara lain dinonaktifkannya dua orang pimpinan KPK yang paling “keras kepala”.Diikuti pengangkatan tiga orang pelaksana tugas pimpinan KPK, dan dua di antaranya diduga “lembek kepala”.

Dikatakan “lembek kepala” karena rupanya hobi melempar handuk ke gelanggang.Belum juga menunjukkan upaya maksimal, sudah langsung melimpahkan seorang tersangka ke Kejaksaan Agung. Nanti kalau ada tersangka KPK yang memang pra-peradilan lagi, mungkin langsung dilimpahkan lagi ke Kejaksaan Agung.

Lalu Kejaksaan Agung, mungkin akan menerbitkan SP3. Habis perkara. Welcome home para tersangka korupsi.

Kalau begitu jalan ceritanya, maka KPK bukan lagi Komisi Pemberantasan Koruptor.Tapi Konservasi Para Koruptor. Amit-amit kalau sampai ini terjadi di masa Pemerintahan Presiden Jokowi.Bisa menyesal saya telah memilih dan berharap banyak pada beliau sebagai Presiden RI 2014-2019.(*)


Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun