Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bu Mega, Langkah Ahok Bukan Indikasi “Deparpolisasi” Tapi “Delegitimasi Parpol”

10 Maret 2016   15:19 Diperbarui: 11 Maret 2016   18:27 1371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Terkait keputusan Ahok maju sebagai Cagub DKI 2017 dari jalur independen, atau non-parpol, dengan dukungan jaringan warga pro-Ahok (Teman Ahok, Muda-Mudi Ahok, PSI, dll.), Bu Mega, Ketum PDIP melontarkan sinyalemen “deparpolisiasi”.

Maksud Bu Mega, kalau ditafsir dari klarifikasi Andreas Hugo Parera, Ketua DPP PDIP dalam kesempatan ILC (TV One) baru-baru ini, keputusan Ahok bersama “teman-teman”-nya itu merupakan tindakan menafikan status dan peran parpol sebagai instrumen demokrasi dalam kehidupan politik bangsa.

“Aneh, masa Parpol harus minta izin pada Teman Ahok kalau mau mengusung Ahok sebagai Cagub DKI 2017?” Begitu gugatan Pak Andreas.

Aneh? Pernyataan Pak Andreas itu yang aneh. Sebab sudah cukup lama Teman Ahok memutuskan mendukung/mengusung Ahok sebagai Cagub DKI 2017. Cukup lama sebelum PDIP pikir-pikir mau mendukungnya. Jadi, kalau tiba-tiba PDIP mau mendukung Ahok, menurut etikanya, apa tak sebaiknya ngomong dulu kepada Teman Ahok? Lain hal kalau PDIP tak punya etika politik.

Tapi lebih aneh lagi sebenarnya sinyalemen “deparpolisasi” itu. Kata Pak Andreas, langkah Ahok dan “teman-teman”-nya itu gejala deparpolisasi, karena menafikan fungsi politik parpol dalam menentukan Cagub DKI.

Lha, siapa yang menafikan. Buktinya, parpol-parpol di DKI Jakarta masih sibuk memilah-milih cagub yang potensil mengalahkan Ahok. PDIP sendiri sedang menimbang-nimbang untuk memajukan Bu Risma (Walikota Surabaya) atau Pak Ganjar (Gubernur Jateng).


Kelihatannya, semangat yang menjiwai langkah PDIP sekarang adalah ABA (Asal Bukan Ahok). Maka seluruh energinya pasti dikerahkan untuk memajukan, memoles, dan mendukung seograng Cagub yang paling potensil menumbangkan Ahok.

Kalau dipikir-pikir, kok repot-repot amat, ya. Gampang sekali itu. Majukan saja lagi Jokowi sebagai Cagub DKI 2017. Pak Jokowi kan cuma “petugas partai”. Pastilah tunduk pada titah Bu Mega selaku Ketum PDIP, bukan?

Kembali ke soal konsep deparpolisasi itu. Tidak ada itu gejala deparpolisasisi sekarang ini. Sebab deparpolisasi berarti mengurangi/menyederhanakan struktur/konstelasi kepartaian dan mengendalikan fungsi/peran partai.

Gejala deparpolisasi yang pertama dan mudah-mudahan yang terakhir di Indonesia adalah penyederhanaan struktur kepartaian oleh Presiden Soeharto dulu, dari multi-partai menjadi tiga partai saja yaitu Golkar, PDI, dan PPP. Bersamaan dengan itu fungsi partai politik, lewat lembaga DPR, juga dikendalikan menjadi tak lebih dari sekada “Tukang Stempel” pemerintah. Itulah pengertian deparpolisasi.

Analoginya adalah debirokrasi sebagai penyederhanaan birokrasi. Atau deregulasi sebagai pengurangan dan penyederhanaan regulasi. Yang namanya “de-“ itu ya pengurangan dan/atau penyederhanaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun