Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Ketika Empat Jam Menunggu Argo Muria di Stasiun Pekalongan

22 Juli 2023   07:21 Diperbarui: 23 Juli 2023   18:50 832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tampak depan Pintu Masuk Stasiun Besar Pekalongan (Olah Foto/Dok. pribadi)

Pertama, tentu saja, tentang fisik bangunan Stasiun Pekalongan. Lalu tentang sejarahnya yang panjang. Atau keduanya saling pilin.  

Stasiun Pekalongan yang sekarang ini, seperti umumnya stasiun lain di Jawa, didirikan Pemerintah Hindia Belanda pada akhir 1910-an. Pengoperasiannya resmi dimulai tahun 1920.

Pemandangan interior stasiun ke arah timur (Dokpri)
Pemandangan interior stasiun ke arah timur (Dokpri)

Pemandangan interior stasiun ke arah barat (Dokpri)
Pemandangan interior stasiun ke arah barat (Dokpri)

Struktur bangunan stasiun khas Hindia Belanda. Membujur dari timur ke barat di sisi utara rel, gedung ini menggunakan konstruksi rangka kayu. Atapnya model pelana berlapis tiga. Di antara lapis-lapis itu terdapat celah untuk sirkulasi udara keluar-masuk bangunan. 

Bentang lebar atap stasiun ini disokong oleh kayu kantilever kuda-kuda dengan batang tarik terbuat dari besi. Hasilnya sebuah bentang atap yang kokoh, luas, dan megah. Peron, jalur-jalur rel, dan ruang-ruang layanan stasiun berdinding beton bata tebal aman di bawah naungannya. 


Bangunan yang ada sekarang  ternyata adalah yang kedua. Semula Stasiun Pekalongan hanyalah bangunan kecil terbuat dari kayu. Stasiun itu didirikan oleh Semarang-Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS) tahun 1898. Fungsinya lebih sebagai stasiun hasil bumi.

Pelaksanaan Politik Etis sejak 1901 kemudian mendasari pembangunan-ulang stasiun itu menjadi seperti yang sekarang. Stasiun ini tadinya melayani juga jalur kereta ke pabrik gula Wonopringgo di selatan dan ke Pelabuhan Pekalongan di utara. Sayangnya jalur rel  ke selatan dibongkar Pemerintah Pendudukan Jepang tahun 1943.  Sementara jalur ke pelabuhan mati begitu saja. 

"Sudah pukul lima. Cetak tiket dulu." Istriku mengingatkan. Stasiun Pekalongan belum menerapkan pintu "pengenal wajah" (face recognition). Masih sistem manual cek kesesuaian tiket, KTP, dan wajah oleh petugas pintu masuk.

"Tepat waktu kan, Mas?"

"Tepat waktu, Pak."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun