Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Sebuah Makan Siang di Pecinan Semarang

19 Juni 2023   07:43 Diperbarui: 20 Juni 2023   06:30 4802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentang kekurang-sukaanku makan daging babi itu pernah menjadi bahan olok-olok. "Masa orang Batak, Katolik pula, tak suka makan babi." Begitu kata orang. "Masalahnya babi juga tak suka dimakan orang Batak." Begitu pledoiku. 

"Nanti kan ada juga sate ayam di situ." Anak kami meyakinkan istriku dan aku. Ya, sudah. Percaya saja pada anak. Dia kan tinggal di Semarang. Jadi sudah sedikit ahli soal seluk-beluk kota ini.

Kalau aku, boleh dibilang kudet soal Semarang sekarang. Sudah banyak perubahan dan Ganjar Pranowo gak pernah cerita kepadaku. Soalnya dia tak mengenal aku. 

Untungnya ada cukup banyak juga yang tak berubah di kota ini. Tugu Muda, Simpang Lima, Lawang Sewu, Gereja Blenduk, Katedral, Kelenteng Sam Poo Kong, dan Stasiun Tawang masih berdiri di tempat, belum pindah sejak dulu. Itu tetenger kota Semarang.

Kalau kamu bingung di kota Semarang, berpeganganlah pada Tugu Muda. Kata seorang temanku dulu, asli lahir dan menua di Semarang. Aku tak pernah menuruti nasihatnya. Bego aja, kale.

Mobil ojol tiba di depan RM Kelengan di Jalan Wotgandul Barat. Itu kawasan Pecinan Semarang.  Begitu turun, asap beraroma lemak kental meruap dari pembakaran sate babi di depan rumah makan. Itu membuat istriku dan aku merasa nheg. 


Di dalam, meja-meja restoran nyaris penuh. Aku takjub juga melihat kenyataan begitu banyak penikmat daging babi di kota ini. "Makan di sini, ko? Silahkan duduk, ko." Pelayan mempersilahkan dengan ramah. "Aku bukan koko tapi ompungmu!" Hampir saja aku memarahi pelayan itu.

Entahlah. Kalau berada di sekitar babi-babian, emosiku gampang naik. Mungkin itu sebabnya aku gak begitu suka makan daging babi. Selain karena dulu, waktu kecil, seorang dokter melarangku makan daging babi karena memicu alergi gatal-gatal. 

Memang rada aneh sih ada orang Batak gatal-gatal kalau makan daging babi. Biasanya kan lidah orang Batak gatal ingin makan daging itu.

Sebelum duduk, aku periksa dulu daftar menu. Oi makjang, semua makanan kategori babi-babian. Gak adalah itu ayam-ayaman, apalagi terong-terongan. "Kita cari tempat makan lain." Aku bertitah otoriter.

Bukan karena menu di Kelengan gak enak. Bukan. Itu pasti enak, kalau dilihat betapa lahap orang makan di situ. Tapi, mohon maaf mas pelayan, istriku dan aku tak suka makan daging babi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun