Engkong Felix perlu ngalor-ngidul ngetan-ngulon dulu sebelum bicara pokok masalah. Agar kamu tidak kaget lalu mencak-mencak di kamar mandi. Lantaran baru sadar bahwa Admin Kompasiana sehatinya digaji oleh kompasianet.
Hah! Yang bener, lu!
Wah, masih kaget juga. Hati-hati. Lantai kamar mandi licin, tuh. Kamu ngapain aja di dalam situ.
Begini, Kawan. Kompasiana itu juga bisnis berbasis kontribusi khalayak yang menyebut diri netizen.Â
Jelasnya begini. Lima persen dari 2.5 juta kompasianer menganggit dan menayangkan artikel di Kompasiana. Sebagian dari 2.5 juta kompasianer plus sejumlah non-kompasianer mengunjungi (15 juta kunjungan/per bulan). Lalu mereka membaca artikel Kompasiana (27 juta pageview per bulan).Â
Nah, trafik pengunjung ini (kunjungan dan pageviews) mendatangkan iklan. Iklan mendatangkan uang. Uang itu menjadi pendapatan Kompasiana. Atas dasar pendapatan itulah manajemen  Kompas Gramedia Group menggaji Admin Kompasiana.
Sudah jelas?
Mungkin ada yang protes. Katanya, wajarlah digaji begitu. Â Admin kan jungkir balik mengelola dan membesarkan blok kolektif Kompasiana Rumah Kita Bersama. Â
Ya, iyalah. Tapi gak sampe jungkir balik juga kale. Lebay, ah. Siapa tau ada juga Admin yang quiet quitting. Atau di-quiet firing KG Group.
Tapi memang harus diakui Admin berjuang keras -- gak mati-matian, ya -- untuk membesarkan dan mentenarkan Kompasiana. Demi apa? Demi kenyamanan dan gengsi kompasianer menulis artikel atau konten di Kompasiana.
Biar tekor asal sohor. Itu motto kompasianer. Soal tekornya, tanyakan pada Pak Tjip dan Bu Lina. Soal sohornya, tanyakan pada Acek Rudy.