Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Admin Kompasiana Mendiskreditkan Sekolah Berasrama?

8 September 2022   05:54 Diperbarui: 8 September 2022   07:58 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kastil Hogwarts, sekolah berasrama dalam film Harry Potter (Foto: wikipedua.org)

"Komisioner KPAI bahkan menyampaikan dari 18 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan, 12 di antaranya terjadi di sekolah berasrama. Baik yang berkurikulum nasional maupun yang agama." (Admin Kompasiana)

Fakta di atas menjadi dasar Admin K membuat topik pilihan  (topil) "Mengapa Kasus Kekerasan Banyak Terjadi di Sekolah Asrama?" di Kompasiana.

Implikasi judul topil semacam itu, pembaca akan bisa menyimpulkan bahwa "kasus kekerasan sedikit terjadi di sekolah non-asrama".

Wow! Iyakah?

Belum tentulah, Mas Min dan Mbak Min. Data KPAI itu kan hanya tentang kasus kekerasan seksual yang dilaporkan.  Jadi gak memadai untuk menarik sebuah kesimpulan umum seperti terindikasi pada judul topil kali ini.

Lha, kasus kekerasan  yang tak dilaporkan berapa banyak. Jangan-jangan lebih banyak di sekolah non-asrama ketimbang sekolah berasrama, kan? Suatu riset khusus diperlukan untuk memastikan soal tersebut.

Jadi, Engkong Felix mau bilang, judul topil K kali ini tendensius, cenderung mendiskreditkan sekolah berasrama.

Jangan gitu, dong, Admin.

Engkong Felix jadi tersinggung ini. Dulu, waktu SMP, Engkong tiga tahun berada di sebuah seminari berasrama di Pematang Siantar. Selama tiga tahun di sana, Engkong gak pernah menjadi korban kekerasan, tuh. Melakukan kekerasan pada adik kelas, iya.

Biasalah! Bullying by seniority. Kalau ada adik kelas yang gingging atau batungkik, wajib hukumnya dibully dikit biar ngerti nilai kepatuhan dan penghormatan. 

Hal semacam itu juga terjadi di sekolah non-asrama, kan? Misalnya memaksa adik kelas setor uang ke kakak kelas? Kalau nolak, kakak kelas setor ketupat Bangkahulu  ke moncong adik kelas.

Coba tanya itu Acek Rudy, jebolan sekolah non-asrama. Dari tampangnya aja udah terbaca, dulu waktu di sekolah non-asrama, Acek terkasih ini sering menjadi korban kekerasan dan pemerasan dari kakak kelasnya.  

Kalau perkataan Engkong di atas salah, Engkong sudah siapkan meterai Rp 10,000 untuk bikin surat permintaan maaf. Woles ae, bro and sis.

Tapi jangankan di sekolah. Di dalam rumahrangga aja kan kerap terjadi KDRT. Dari istri ke suami yang jadi anggota ISTI, dari anak ke orangtua yang dinilai pelit kasih uang. Dan terutama dari kakak yang sok kuasa tapi bodoh kepada adik-adiknya. Itu sudah terjadi sejak era Kain dan Habil.

Tapi Engkong harus bersyukur karena tak pernah jadi korban kekerasan dari kakak atau abang dalam rumah. Soalnya Engkong kan anak sulung.

Seperti rumahtangga yang tertutup, sekolah berasrama juga begitu. Dirancang sebagai sebuah rumahtangga besar. Makanya ada bapak/ibu asrama. Otomatis ada kakak/adik asrama juga, kan?

Sistem tertutup semacam itu menyebabkan rendahnya kontrol eksternal pada perilaku murid seasrama. Gak ada orang luar yang melihat dan nemberitakannya ke khalayak.

Solusinya? Ya, wajibkan sekolah berasrama untuk menerima 10 persen murid umum, tidak tinggal di asrama. Mereka ini akan menjadi kontrol eksternal. Siap mengamati dan memviralkan segala bentuk kekerasan di lingkungan sekolah berasrama.

Emang bisa gitu? Bisa, dooong! Emang nyang ngatur negara ini siape, sih. Pemerintah, kan? Bukan kepala asrama!

Mau contoh? Saya beri satu yang ekstrim: Seminari Menengah Pematang Siantar. Sekolah calon pastor ini sekarang menerima murid umum, tidak tinggal di asrama.

Begitulah. Admin terkasih, nasihat Engkong, lain kali lebih berhati-hati menafsir data dan menarik kesimpulan, ya. (eFTe)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun