Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Mengapa Artikel Ini Tak Dilabeli "Pilihan"

17 Februari 2021   05:34 Diperbarui: 17 Februari 2021   06:36 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar judul dan ilustrasi artikel Jepe Jepe di Kompasiana (Dokpri)

Untuk pertama kalinya saya membaca teliti persyaratan konten Kompasiana. Bukan karena Admin K telah menghapus atau mendegradasi label artikelku. Bukan. Tapi karena artikel terbaru dari rekan Kompasianer Joko P. alias Jepe Jepe, "Bahasa Kolonial 11: Sang Pisang dan Segala Fitnah Itu!" (K.16.02.21), tak mendapat label "Pilihan" dari Admin K.    

Melanggar janji tak lagi kritik Admin K, untuk artikel rekan Joko itu, saya sampai menulis komentar begini: "Min K, entah apa kriteria Admin K, tapi tidak memberi label "Pilihan" pada artikel ini, adalah sebuah "kesalahan serius." Tolong lebih apresiatif pada artikel kebahasaan. Salam hormat." Ya, sebuah kesalahan serius. 

Saya akan berikan alasan frasa "kesalahan serius" tersebut.

Pertama, saya tak menemukan satu pun pelanggaran oleh artikel itu terhadap butir-butir syarat dan ketentuan konten Kompasiana. Entah itu berkaitan dengan aspek logika, etika, dan estetika. Setidaknya itu kesimpulan setelah saya menelisik syarat dan ketentuan konten K. Atau mungkin substansinya yang kacangan?

Artikel Jepe Jepe tanpa label, pantadnya 'Pilihan' ( Dokpri)
Artikel Jepe Jepe tanpa label, pantadnya 'Pilihan' ( Dokpri)
Kedua, saya bisa pastikan artikel itu bermutu tinggi, dari segi tatabahasa maupun isi. Tatabahasanya tak perlu diragukan: Nilai 9 (sembilan). Isinya apalagi, luar biasa: Nilai 10 (sepuluh). Jujur, saya tak akan mampu menulis artikel kebahasaan -- yang mengulik adopsi kata "pisang" (Ind.) untuk konotasi negatif dalam Bahasa Belanda -- yang informatif, "akademis", dan renyah seperti itu. 

Saya yakin, tak banyak juga dari Admin K dan kompasianer yang mampu. Sebabnya, penulisan artikel itu mempersyaratkan kemampuan Bahasa Belanda yang mumpuni dan intuisi riset kebahasaan yang tajam. Rekan Joko adalah satu dari sedikit kompasianer yang menguasai Bahasa Belanda, Perancis, Spanyol, dan saya duga juga Portugis, Italia, dan Jerman, selain Inggris dan Jawa. Jangan ketawa.

Ketiga, artikel kebahasaan bermutu adalah "spesies" langka di Kompasiana. Tak banyak kompasianer yang sudi menulis kebahasaan. Rekan Joko adalah orang ketiga yang saya tahu, setelah Daeng Khrisna Pabichara dan Romo Bobby (Ruang Berbagi), tentu saja. Karena alasan itu, layak disesalkan jika sebuah artikel kebahasaan bermutu seperti anggitan rekan Joko diasingkan Min K di "Boven Digul".  Tidak adakah apresiasi yang layak?

Tindak pengasingan terhadap artikel rekan Joko itu adalah perampasan hak publik untuk tahu makna konotatif "pisang" dalam Bahasa Belanda. Itu adalah informasi bernilai tinggi untuk warga Indonesia. Ketimbang, misalnya, artikel mode viral semacam "Tujuh Manfaat Pisang Bagi Lelaki Lemah" atau "Lima  Alasan Perempuan Geli Memegang Pisang."

Jika Admin K dan kompasianer meragukan penilaianku atas artikel rekan Joko itu, silahkan berbantah secara elok. Ada kolom komentar, atau bisa bikin artikel tanggapan. Takusah main kerahkan basser (buzzer) segala. Kompasiana adalah ranah bagi warganet beradat dan beradab tinggi.

Tuntutanku hanya satu pada Admin K: "Berikan label 'Pilihan' yang menjadi hak artikel rekan Joko tersebut!"(*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun