Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Hikayat Ular Gigit Ekor

3 Februari 2021   10:49 Diperbarui: 3 Februari 2021   13:20 886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kehidupan sehari-hari, jurus "ular gigit ekor" itu kerap digunakan orang untuk membela diri. Tepatnya membela kebodohan, ketakbecusan, kelemahan, atau kesalahannya di hadapan orang lain.  Istilah populernya: ngeyel.

Ambil contoh seorang jomlo. Tak perlu menyebut namanya.  Saat ditanya, "Kenapa masih menjomlo," jawabnya, "Karena saya belum kawin." Dikejar lagi, "Kenapa belum kawin, seperti orang lain yang kawin," jawabnya "Karena saya bukan orang lain." 

Lalu diingatkan, "Jangan kelamaan menjomlo, nanti karatan itu barang, bikin tetanus." Dijawab sengit, "Heh, barang, barangku sendiri.  Mau berkarat, mau tetanus, masalah buat kau?"

Nah, kalau jawabannya sudah begitu, sebaiknya jangan dikejar lagi.  Ujung-ujungnya dia nanti nyolot, "Sudah selesai evolusi belum kau!"  Lihat, ular semakin kuat menggigit dan menelan ekor sendiri.

Agar adil untuk para jomlo, saya contohkan juga diri sendiri.  Seorang kawan bertanya, "Mengapa kau tak mau menulis diari?  Jawabku, "Karena menurutku diari itu candu, harus dihindari."  Kejarnya, "Tapi diari itu terapi untuk orang kecanduan ganja, lho."   "Kurang ajar! Berani kau menuduhku kecanduan ganja! Mana itu pentungan hansip! Tadi di sini!" Sebelum saya berhasil menemukan pentungan, kawan itu sudah lari tunggang-langgang.  

***

Tidak terbatas di aras personal, di aras institusional atau khususnya organisasi jurus "ular gigit ekor" itu juga kerap digunakan.  Tujuannya untuk membenarkan organisasi sendiri dengan cara melempar kesalahan kepada pihak lain.  Implisit ataupun eksplisit.

Saya beri satu contoh aktual.  Hari-hari ini sedang ramai di ruang publik ujaran seorang ketua umum partai bahwa ada upaya kudeta terhadap kepemimpinannya. Katanya, upaya kudeta itu direstui seorang tokoh pemerintahan. 

Saat ditanya, "Apa bukti adanya upaya kudeta itu?" Jawabnya, "Sejumlah kader dan mantan kader partai menemui tokoh pemerintahan itu."  Lanjut, "Apa yang mereka bicarakan dalam pertemuan itu?"  "Mereka membicarakan kudeta lewat jalur KLB." 

"Apakah penggantian ketua umum partai lewat KLB tergolong kudeta?"  Sergahnya, "Ya, jelas kudeta, karena di luar kemauanku! Ini partaiku, semauku!"

Mengirim surat kepada Presiden Jokowi, minta agar presiden mengatasi masalah pribadi atau organisasinya, juga tergolong main jurus "ular gigit ekor." "Jika ditanya, "Mengapa harus minta tolong kepada presiden," jawabnya, "Karena presiden penguasa tertinggi, dia bisa bikin apa saja."  "Tapi, presiden, kan tidak mengurusi masalah pribadi, tapi masalah rakyat Indonesia." "Hei, kau pikir aku ini rakyat Alengka, apa?  Aku ini rakyat Indonesia, asli!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun