Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Uniknya Tour de Sawah di Sukamandi

24 Oktober 2019   06:08 Diperbarui: 25 Oktober 2019   07:04 2963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berhenti sejenak mereguk keindahan padi menguning (Dokumentasi Pribadi)

Tour de Java? Tour de Singkarak? Tour de Borobudur? Tour de Siak? Tour de Pangandaran? Semua lewat! Maksud saya, tidak ada yang unik dari kegiatan-kegiatan touring sepeda itu.  

Itu semuanya road bike yang tidak memberikan pengalaman apapun kecuali pengalaman bersepeda ratusan kilometer di jalan umum. Sambil sekelebat mungkin menikmati sedikit panorama persawahan, perkebunan, sungai, danau dan pegunungan yang dilewati sepanjang jalan. Itupun kalau tidak bersepeda pakai "kacamata kuda". 

Beda benar dengan Tour de Sawah yang baru saja saya ikuti di Sukamandi, Subang Jawa Barat.  Tepatnya tanggal 22 Oktober 2019 lalu di areal persawahan seluas 3,160 hektar milik PT Sang Hyang Seri (Persero) (SHS), sebuah BUMN Perbenihan yang sudah eksis sejak tahun 1971.  

Tour ini memberi pengalaman unik yang mendalam: menikmati agroekologi sawah, memahami asal-usul nasi yang masuk ke dalam perut, dan menyelami kehidupan petani.  

Tentu saja sia-sia mencari tahu tentang Tour de Sawah dengan peramban apapun di gawai.  Sebab event itu saya gagas, laksanakan, dan ikuti sendiri.  Sebuah tour "dari saya, oleh saya, untuk saya".  

Terkesan sedikit sinting memang. Tapi itulah yang saya lakukan.  Sebagai cara terindah untuk mereguk manfaat dari undangan Mas Agus, General Manager Kantor Produksi Kebun Sukamandi SHS, "penguasa" sawah milik SHS di Sukamandi, Subang.

Lukisan Agroekologi Sawah

Saya mengawali tour dari komplek perumahan Direksi SHS, sebuah deretan rumah-rumah tua peninggalan Perusahaan Partikelir Pamanukan en Tjiasemlanden. Ini sebuah perusahaan Inggris yang menguasai wilayah Subang sejak tahun 1920-an sampai 1950-an. Komplek perumahan itu berada tepat di sisi utara jalan raya Pantura ruas Sukamandi.  

Setelah mengayuh sepeda (pinjaman) menembus hutan kecil di belakang komplek perumahan ke arah utara, mata saya langsung dihadapkan pada hamparan sawah maha luas seolah tanpa batas. Kecuali batas cakrawala di utara.  

Hamparan padi menghijau di pagi hari (Dokumentasi Pribadi)
Hamparan padi menghijau di pagi hari (Dokumentasi Pribadi)
Gradasi warna hijau hamparan pertanaman padi bak permadani luas langsung menyejukkan mata di pagi hari. Mulai dari hijau pupus pertanaman baru, hijau tua hamparan padi yang memasuki usia vegetatif, hijau kekuningan padi usia generatif,  dan kuning keemasan hamparan padi  siap panen.  

Indahnya hamparan permadani padi menguning (Dokumentasi Pribadi)
Indahnya hamparan permadani padi menguning (Dokumentasi Pribadi)
Mengayuh sepeda di jalur mobilisasi sawah, semakin jauh semakin indah tamasya warna-warni.  Selain hijau dan kuning emas, tampak pula warna kecoklatan batang bawah padi yang baru dipanen,  hitam lumpur sawah yang baru dibajak, dan hitam kemilau petak-petak sawah yang siap tanam.  

Aneka warna-warni alami itu terjadi akibat adanya perbedaan waktu tanam padi di areal sawah SHS.  Kapasitas olah pabrik benih perusahaan ini hanya sekitar  250 ton per hari. Dengan asumsi produktivitas 5 ton per hektar, maka jadwal tanam harus diurut 50 hektar per hari.  

Itu artinya proses tanam dan panen bisa berlangsung sampai tiga bulan di areal persawahan ini. Proses itulah yang menghasilkan aneka warna alami sawah pada satu waktu. Sebab di satu blok masih olah tanah tapi di blok lain padi sudah berbunga atau bahkan siap panen.  

Sungguh, sawah seluas 3,160 ha adalah lukisan alami mosaik agroekologi raksasa. Komposisi warna-warni alami itu tentu lebih jelas jika dilihat vertikal dari udara. 

Tapi pandangan horisontal seorang pesepeda juga tak kurang indahnya.  Malah lebih sedap karena disempurnakan oleh bau lumpur, air, dan tanaman padi.  
Tambah disempurnakan lagi oleh aneka bunyi ragam hewan sawah. Seperti rombongan burung pipit, walet, blekok, bebek, dan katak.  

Kehadiran saya telah menyebabkan serombongan pipit terbang kabur bercuitan ke udara. Terbangnya kompak naik-turun dan belok kanan-kiri sebelum hinggap  lagi di hamparan padi berbulir. Saya tidak tahu apa yang lebih indah dari itu.

Tempat Nasi Berasal

Seluas 3,160 hektar sawah SHS di Sukamandi itu bukan untuk menghasilkan padi konsumsi. Tapi menghasilkan calon benih padi yang selanjutnya diolah menjadi benih kantong kelas benih sebar (extended seeds) di pabrik SHS.  

Benih kantong ini dijual ke petani padi sawah di seluruh Indonesia.  Petani menanamnya di sawah untuk menghasilkan padi konsumsi, bahan baku beras yang kemudian ditanak menjadi nasi.  

Dari sini asalnya nasi (Dokumentasi Pribadi)
Dari sini asalnya nasi (Dokumentasi Pribadi)
Kebun benih padi SHS ini secara keseluruhan mampu menghasilkan 25,000 ton benih per tahun.  Kurang-lebih 8 persen dari kebutuhan benih padi nasional per tahun.  Keseluruhannya memasok areal tanam padi sawah seluas 1 juta hektar.  Menghasilkan 6 juta ton padi (gabah kering panen) atau sekitar 3.8 juta ton beras. Ini sekitar 13 persen dari total konsumsi beras nasional per tahun.  

Tak urung, angka-angka itu memicu tanya dalam hati. Jangan-jangan  nasi yang saya makan benihnya berasal dari sawah Sukamandi ini.  Atau mungkin nasi yang Anda makan juga. Bukankah ini pertanyaan keren dari atas sadel sepeda? Terbukti  bersepeda lintas sawah itu mencerdaskan.

Menakjubkan.  Saya ternyata sedang bersepeda di areal persawahan yang menyumbang terhadap 13 persen konsumsi beras nasional. Ini sebuah pengetahuan berharga.  Yang tak akan didapat dari touring sepeda manapun. Kecuali Tour de Sawah Sukamandi, tentu saja.

Menghidupi Petani Sekitar

Saya tidak ingat sudah berapa ruas pematang utama yang telag terlewati. Disain sawah ini sungguh bagus.  Dicetak dari bekas lahan perkebunan yang tampak datar, tapi sebenarnya melandai ke utara, sawah ini dilengkapi jaringan jalan untuk mobilisasi dan jaringan irigasi sekunder, tersier dan kuarter.  

Keringat sudah mengucur ketika saya memutuskan berhenti sejenak mengamati kelompok buruh tani yang sedang persiapan tanam.  Sejumlah besar buruh perempuan sedang mencabut semai padi. 

Empat orang buruh laki-laki  berbagi kerja: ada yang engangkut semai ke petak lahan siap tanam, ada yang menarik caplak untuk membuat kotak jarak tanam dan larik jajar legowo (jarwo).  

Sekelompok buruh tani sedang bersiap tanam padi (Dokumentasi Pribadi)
Sekelompok buruh tani sedang bersiap tanam padi (Dokumentasi Pribadi)
Jarwo itu membentuk jalur-jalur koridor yang memungkinkan tanaman padi memanen sinar matahari dengan intensitas tinggi dan merata. Sehingga pertumbuhannya bagus.

Buruh tanam adalah bagian kecil dari warga tani yang mencari nafkah di atas 3,169 hektar sawah SHS.  Setelah itu masih ada buruh tani untuk kerja penyulaman, pemupukan, penyiangan , roguing (membuang tipe simpang), panen, dan angkut (kuli panggul).  

Semua aktivitas itu bisa disaksikan dalam satu waktu di hamparan persawahan itu. Tentu harus kuat mengayuh sepeda dari satu ke lain blok untuk menemukan mereka.

Buruh tani itu berasal dari desa-desa kecamatan lingkar sawah SHS: Sukamandi, Blanakan, dan Patokbeusi. Tapi semenjak kawasan industri Karawang dan Cikarang berkembang kerja buruh tani kurang diminati. Warga lebih memilih kerja buruh industri. Cari tenaga buruh tani jadi susah. Sehingga harus didatangkan misalnya dari desa-desa di Kabupaten Purwakarta.  

Buruh tani bersepeda berangkat ke sawah (Dokumentasi Pribadi)
Buruh tani bersepeda berangkat ke sawah (Dokumentasi Pribadi)
Begitulah.  Saat bersepeda di sawah saya berpapasan atau dilewati kelompok-kelompok buruh tani yang datang naik sepeda, motor, dan mobil bak. Buruh dari desa jauh umumnya datang dengan mobil bak carteran. Buruh dari desa sekitar datang naik sepeda.  

Kesulitan mendapatkan buruh ini mendorong SHS untuk menerapkan mekanisasi. Sekarang sebagian kerja tanam telah dilakukan dengan mesin tanam. Juga untuk panen, sebagian dilakukan dengan mesin panen (combine harvester). Sedangkan perontokan gabah dilakukan menggunakan mesin perontok (thresser). Ini sebuah keniscayaan, agaknya.

Bukan hanya buruh tani. Sawah ini juga menghidupi sekitar 2,000 orang petani penggarap.  Mereka terikat kontrak sewa bayar panen (yarnen) dengan SHS. Artinya sewa lahan dibayarkan secara natura berupa gabah kering panen tepat saat panen.  

Nilai sewa setara 2 ton gabah per hektar. Artinya jika produksinya 5 ton per hektar, petani setor sewa 2 ton. Sisanya 3 ton dibeli SHS sebagai calon benih untuk diolah di pabrik. Ingat, sawah SHS  bukan areal padi konsumsi, tapi areal penangkaran calon benih padi.

Saat panen, di tengah persawahan ini ternyata juga hadir tengkulak. Mereka membeli gabah upah bawon (natura) dari buruh panen. Atau membeli gabah yang tidak lulus sertifikasi benih. Luas areal tidak lulus sertifikasi bisa sekitar 5 persen atau 150 hektar.  Hasilnya sekitar 750 ton. Bukan bisnis kecil.

Tubuh sudah mandi keringat. Saya melirik arloji, sudah lewat 2 jam  rupanta saya keliling sawah. Saya akhirnya berbalik pulang menuju komplek perumahan SHS. Sinar matahari pagi sempurna menyiram sekujur tubuh dari timur.  

Burung cucak rowo dan, sekali-sekali, perkutut manggung di pohon mahoni, jati dan jabon yang ditanam sepanjang jalan-jalan utama sawah.  Sungguh indah kicauan mereka, merdu lepas bebas ke udara. Jauh lebih merdu, juga tulus, dibanding kicau burung dalam sangkar.

Kembali melewati hutan kecil di belakang komplek perumahan, saya membayangkan alangkah asyiknya jika Kompasianival 2019 dilaksanakan di tengah sawah Sukamandi. 

Lokasi ini mudah dijangkau. Bisa naik kereta api ke Stasiun Cikampek, baik pesawat ke Bandara Kertajati Majalengka, atau naik mobil via tol Cikampek, Cipali dan Cipularang.  

Sekian dulu cerita Tour de Sawah ala Felix Tani, petani mardijker, selalu bahagia di tengah hamparan padi sawah.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun