Mohon tunggu...
m syakwan
m syakwan Mohon Tunggu... penyuluh

membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Beby Millioner

27 September 2025   00:25 Diperbarui: 27 September 2025   00:25 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pernah ia menawarkan untuk tinggal di rumah orang tuanya, lumayan, setidaknya tidak perlu keluar biaya belanja harian, ke kantorpun  bisa bawa mobil ayah.  

Walaupun satu kantor, tapi suaminya bertugas di lapangan, sedangkan ia di kantor.  Tentu, tidak setiap hari bisa diantar suami.  Suaminya  menolak dengan halus,  berbagai pertimbangan didalilnya.  

Saat ini, Meskipun tidak perlu bayar untuk tempat tinggal, tapi biaya untuk makan, beli susu, lisrik , tetaplah harus dikeluarkan.   Gaji honor mereka berdua pas -- pasan bahkan cenderung kurang apalagi jika ada pengeluaran mendadak.

Tiga tahun pernikahan  bukanlah masa yang bentar untuk saling mengenal, memahami karakter masing -- masing.  Orang tua Fitri memahami kondisi itu, setiap berkunjung baik ke rumah menantunya atau Fitri yang yang pulang, selalu menggantungkan macam  - macam di motor menyelipkan uang lembaran di satu jaket cucunya "Buat beli Susu..."

Itukah kasih sayang orang tua yang tak pernah terbatas

Malam kian sunyi, Fitri membayangkan jika masih di rumah, jika tidak menikah, punya anak, mungkin tidak sesulit ini.   Bukannya anak punya rezekinya sendiri..! Kenapa tak kunjung jua rejeki itu....?

Fitri tersentak, sentuhan tangan mungil menyadarkan pergulatan bathinnnya.  Dengan rasa menyesal  diciumnya pipi mungil itu.  Apapun akan Ibu lakukan untuk membahagiakanmu Nak.... Dialihkan pandangannya pada Khairil suaminya yang tertidur lelap dalam lelah.   Tak akan ada lagi perdebatan ini !

Hari mulai gelap, suara azan Magrib sudah pula terdengar.  Kharil memperlambat layu sepeda motornya, berhenti lalu membuka tutup botol air mineral yang tadi dibawa. Hanya seteguk, lalu kembali melanjutkan perjalanan, ia tidak ingin Fitri terlalu lama menunggu.  Selama bulan puasa, baru kali inilah ia pulang sebelum masuk waktu Magrib. 

Sesampainya di rumah, hari benar -- benar telah malam, tak terdengar celoteh abang yang biasa menyambut Khairil pulang.  Kaki kecil itu tidak terlihat berlari menyonsong.

"Mana abang?" tanya Kharil pada Fitri yang nonggol dari  kamar

"Abang sudah tidur."  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun