Mohon tunggu...
Suheri Adi
Suheri Adi Mohon Tunggu... PNS -

Rakyat yang ingin sejahtera

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Subsidi BBM: Menkeu Harus Legowo Melepas Otoritas Pajak

3 September 2014   05:31 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:46 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Media on line Tempo tgl 1 September 2014 memuat berita “Menteri Chatib Tak Rela Subsidi BBM untuk Si Kaya” yang mengatakanpemberian subsidi bahan bakar minyak (BBM) tidak tepat sasaran. Akibatnya, subsidi BBM perlu dialihkan ke sektor lain agar beban negara tidak semakin berat. “Uang negara yang dikucurkan untuk menyubsidi BBM mobil itu hanya untuk dibakar. Kalau (subsidi BBM) Rp 96 triliun bisa disimpan, maka uangnya dapat dialihkan ke sektor lain,” ujarnya dalam wawancara khusus dengan tim Tempo pekan lalu. (Baca : Chatib: Naikkan BBM, Jokowi Tak Perlu Izin DPR)

Selama ini, kata Chatib, subsidi BBM banyak dinikmati oleh masyarakat menengah-atas. Karena itulah beban subsidi harus dikurangi secara bertahap. "Bisa dibayangkan, beban subsidi akan semakin besar kalau itu (harga BBM bersubsidi) tidak dinaikkan. Makanya (subsidi) harus dikurangi. Masak, kita kasih subsidi ke kelas menengah-atas?" katanya. (Baca : Cadangan Anggaran Pemerintah Masih Rp 90 Triliun)

Menurut Chatib, banyak alasan yang membuat pemerintah menunda kenaikan harga BBM bersubsidi. Sejak pertama menjabat sebagai Menteri Keuangan pada 2013, dia bisa saja menaikkan harga BBM. "Masalahnya, kalau pemerintah sekarang menaikkan harga BBM, inflasi naik dan akan berimbas juga kepada angka kemiskinan. Itu akan menimbulkan beban kepada pemerintah berikutnya," katanya.

Apakah salah jika kelas menengah-atas yang nota bene sebagai penyumbang (istilah kerennya Wajib Pajak) uang ke kas negara menerima kembali sumbangannya dalam bentuk subsidi BBM ?.

Pembakaran uang negara melalui subsidi BBM dalam kondisi warga negara kelas bawah (miskin) masih lebih besar dari kelas menengah-atas sebagai upaya pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup warga negara kelas bawah (miskin). Upaya tersebut menjadi sia-sia manakala pemerintah sebelumnya selalu menutup defisit anggaran dengan hutang dan pemerintah berikutnya mengalihkan subsidi BBM dengan menaikkan harga BBM untuk membayar bunga hutang. Jika pemerintah tidak melakukan perubahan radikal dalam mengatur keuangan tentu menjadi lingkaran setan yang tiada habisnya dan Indonesia tidak akan pernah menjadi negara maju

Menaikan harga BBM dengan memangkas subsidi BBM dapat dilakukan manakala pertumbuhan ekonomi terlalu tinggi (daya beli masyarakat meningkat) agar inflasi tidak berdampak pada angka kemiskinan.

Kalau yang dimaksud Menteri Chatib tak rela subsidi BBM untuk si kaya adalah ketidakrelaan Beliau bila orang kaya menikmati subsidi BBM namun tidak menyumbang ke negara (membayar pajak) atau sumbangannya terlalu sedikit (pajak yang dibayar tidak sesuai dengan ketentuan) mengingat tax ratio masih kecil bila dibandingkan dengan negara tetangga, maka kurang tepat bila mengambil kebijakan menaikan harga BBM sehingga orang kaya tidak menikmati subsidi BBM.

Sistem pemungutan pajak warisan kolonial yang menimbulkan trauma belasting tetap tidak dapat terhapus begitu saja walau telah dilakukan reformasi perpajakan, menyebabkan pemerintah sangat berhati-hati melakukan pemungutan pajak sehingga tidak ada pihak yang bertanggung jawab jika rencana penerimaan pajak tidak berhasil dan berdampak semakin besar pajak yang tak tertagih. Mungkin pajak tak tertagih sebanyak subsidi BBM yang harus dikeluarkan pemerintah.

Kondisi ini jelas tidak menguntungkan kelangsungan kehidupan kenegaraan Republik Indonesia dan menjadi potensi yang mengancam keutuhan NKRI. Krisis ekonomi tahun 1997-1998 hendaklah menjadi pelajaran adanya lembaga/badan yang menanggulangi gangguan keamanan di bidang ekonomi yang mengancam keutuhan NKRI. Jika gangguan keamanan dari luar ditanggulangi oleh ABRI, gangguan keamanan dalam negeri ditanggulangi oleh POLRI, maka gangguan keamanan di bidang ekonomi ditanggulangi oleh BI dan Badan Penerimaan Negara

Peran strategis Badan Penerimaan Negara untuk kelangsungan kehidupan kenegaraan tentu saja tidak mungkin diemban oleh Pejabat Eselon I, oleh sebab itu sudah saatnya Menteri Keuangan lebih fokus pada pengelolaan keuangan negara agar belanja negara menjadi efektif dan efisien sedangkan pengelolaan penerimaan negara ditangani pejabat yang langsung bertanggung jawab kepada Presiden.

Semoga tulisan ini menjadi solusi terbaik mengatasi subsidi BBM

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun