Mohon tunggu...
Edwina Hidayah
Edwina Hidayah Mohon Tunggu... Karyawan swasta -

Mantan jurnalis yang pindah haluan menjadi Media Relations tetapi tetap senang menulis. www.mrshidayah.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Social Shopping Bebas Was-was

31 Oktober 2016   09:48 Diperbarui: 31 Oktober 2016   14:53 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tempo hari saya pernah menulis bahwa jangan belanja secara online kalau tidak siap ditipu. Ya, belanja secara online juga rawan penipuan jika kita tidak cermat dalam menyeleksi penjualnya.

Apabila terlanjur mentransfer sejumlah uang, pesanan tidak kunjung diterima, terpaksa mengikhlaskan uang yang tidak kembali. Kita tidak tahu harus mengadu ke mana untuk kasus penipuan online ini.

Fenomena inilah yang dicermati oleh UANGKU, layanan uang elektronik berbasis mobile yang diterbitkan oleh PT Smartfren Telecom Tbk, dalam menyediakan solusi pembayaran yang aman dan nyaman.

UANGKU mengajak 30 Kompasianer perempuan membedah aktivitas belanja melalui media sosial (social shopping) dan keamanan sistem pembayaran pada talkshow bertema "What No One Tells You About Social Shopping" di D.LAB by SMDV, Menteng, Jakarta Pusat pada Minggu (30/10).

Marketing Director UANGKU Fanny Verona dan Kompasianer Harris Maulana merupakan narasumbertalkshow interaktif yang dipandu MC Yozh Aditya.

Minggu siang bahas social shopping di D.LAB by SMDV *dokpri
Minggu siang bahas social shopping di D.LAB by SMDV *dokpri
Menurut Fanny, aktivitas jual-beli yang terjadi melalui platform media sosial Facebook, Instagram, Twitter, dan aplikasi chatting LINE disebut social shopping. Ini yang membedakannya denganonline shopping melalui website toko online, e-commerce maupun marketplace.

Ada personal touch antara pembeli dengan penjual melalui interaksi komunikasi melalui platform tersebut di mana tidak ditemukan pada e-commerce/marketplace: click, checkout, transfer, and confirmation.

Ternyata, pelaku social shopping ini banyak lho! Mengutip data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia pada awal Oktober 2016, sebanyak 51,5% pengguna internet di Indonesia aktif menggunakan media sosial untuk bertransaksi jual-beli online. Pangsa pasar social shopping ini mencapai 80% pangsa pasar transaksi online.

"Sayangnya, keamanan bertransaksi social shopping masih lemah karena rawan penipuan sehingga belum cukup kuat melindungi penjual dan pembeli," papar Fanny.

Fanny Verona dari UANGKU menjelaskan fenomena social shopping di Indonesia
Fanny Verona dari UANGKU menjelaskan fenomena social shopping di Indonesia
Fanny memaparkan fakta yang kerap terjadi dalam transaksi jual-beli online. Tidak hanya pembeli yang rawan ditipu tetapi juga penjual. Saking banyaknya pesanan yang masuk, penjual berpotensi tertipu jika tidak teliti mengecek bukti pembayaran yang ternyata bisa dipalsukan. Selain itu, human error mungkin sekali terjadi jika penghitungan atau pengecekan dilakukan secara manual.

Kalau kadung tertipu, kasus penipuan akibat transaksi jual-beli online melalui social shopping cenderung lemah dibandingkan dengan transaksi via e-commerce atau marketplace. E-commerce dan marketplace umumnya berupa perseroan terbatas dan jelas status hukumnya sehingga kita mudah meminta pertanggungjawaban. Adapun, jika sudah tertipu sellergadungan melalui transaksi social shopping, sulit melacak keberadaan oknum dan dananya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun