Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Darah Juang, Demonstrasi, dan Nasib Reformasi

21 Mei 2018   21:10 Diperbarui: 22 Mei 2018   01:32 1135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dahsyatnya Darah Juang


"Di sini negeri kami Tempat padi terhampar
Samuderanya kaya raya Tanah kami subur tuan...
Di negeri permai ini Berjuta Rakyat bersimbah duka
Anak kurus tak sekolah Pemuda desa tak kerja...
Mereka dirampas haknya Tergusur dan lapar
Bunda relakan darah juang kami Tuk bebaskan rakyat...
Mereka dirampas haknya Tergusur dan lapar
Bunda relakan darah juang kami Padamu kami berjanji.."

Suatu hari, di sekitaran Mei 1998, dengan tangan kiri terkepal terangkat ke atas, kami menyanyikan lirik-lirik lagu diatas, lirik Hymne Darah Juang. Tempat bernyanyi kami tidak biasa, yaitu di tengah jalan Kaliurang yang membelah kampus UGM Yogyakarta, dekat Mirota Kampus. Hari itu saya ikut demonstrasi yang diadakan senior-senior mahasiswa UGM menuntut Presiden Soeharto turun dari kekuasaannya.

Demonstrasi yang berlangsung dari siang kira-kira jam 10.00 WIB dihadang oleh sepasukan polisi anti huru-hara yang dilengkapi dengan tameng. Para polisi ini membentuk barisan dua saf selebar jalan Kaliurang, menghalangi gerak maju para demonstran. 

Seperti biasa, batas waktu demonstrasi yang diijinkan oleh polisi adalah sampai dengan pukul 14.30 WIB. Sampai tenggat waktu berakhir, para demonstran hanya berhasil maju 2 meter. Betul-betul ampuh jurus pagar betis polisi yang cuma mundur 2 meter setelah selama 4,5 jam didorong ribuan demonstran.

Saat tenggat waktu habis dan kami para demonstran belum juga membubarkan diri, maka mulailah polisi bergerak. Pasukan bersenjata dan bermotor mulai bergerak maju. Kerusuhan di garis depan dengan polisi anti huru-hara mulai terjadi, intensitas dorong-dorongan mulai meningkat. Polisi pun mulai membubarkan paksa demonstrasi setelah sebelumnya meminta agar para mahasiswa yang berdemonstrasi untuk bubar. Gas air mata pun mulai diluncurkan, dan sebagian demonstran mulai kocar-kacir.

Saya pun turut mundur dan berlindung dari gas air mata yang mulai menyengat. Saat bergerak mundur itu tiba-tiba di depan saya terjatuh semacam botol seperti kaleng Coca Cola berputar di atas tanah. "Wah ini pasti gas air mata" pikir saya dalam hati. Sejurus kemudian saya merangsek maju mau mengambil gas air mata tersebut dan melemparkannya kembali ke arah aparat. 

Namun baru 3 langkah mendekati, mata sudah sangat pedih dan muka sangat panas dan saya pun sudah tidak bisa membuka mata. Waduh celaka gas air mata sudah mengenai saya, maka saya memutuskan berlari sambil memejamkan mata.

Ketika sekejap membuka mata, terlihat seorang kawan yang saya kenal, maka berlarilah saya 5 meter ke arahnya dengan mata yang samar-samar menahan perih. Sampai pada kawan tersebut, kemudian saya minta tolong dia agar membawa saya menjauh. Kawan tersebut membawa saya kalau tidak salah ke fakultas Pertanian  dan menuju bagian gedung yang terdapat keran airnya. 

Alhamdulillah ada air yang kemudian saya gunakan untuk membasuh muka dan menetralisir dampak gas air mata. Ternyata di situ sudah berkumpul para senior yang telah lebih dulu membasuh muka mereka dengan kain yang telah dibasahi, ternyata mereka juga terkena gas air mata. Demonstrasi pun akhirnya bubar dengan sendirinya setelah kocar-kacir diserbu aparat dan tembakan gas air mata. Saya pun pulang ke kos-kosan sejenak untuk beristirahat.

Gejayan Membara

Malam harinya terjadi rusuh di jalan Gejayan, Yogyakarta. Terdapat demonstrasi di depan hotel Radisson,dimana massa mulai beringas dan membakar ban-ban bekas. Kebetulan lokasi demonstrasi tidak jauh dari lokasi kos, sehingga selepas Isya saya ikut bergabung dalam kerumunan tersebut.

Saat itu ada seseorang yang bersemangat sekali memprovokasi massa agar membakar hotel Radisson sembari menghujat aparat kepolisian. Secara tak sengaja seseorang menarik saya, oh setelah saya lihat ternyata teman SMA. 

Teman SMA saya kemudian berbisik bahwa orang yang memprovokasi tersebut sangat mirip dengan aparat yang telah menilangnya beberapa hari lalu. Oh ternyata begitu, pantas saja  sikapnya terlalu berlebihan ketika berdemo. Namun karena tidak ada pimpinan demonstrasi dan lembaga resmi penyelenggaranya maka informasi tersebut tidak bisa saya teruskan.

Tak lama orang tersebut kemudian berlari menuju pintu utama hotel yang ditutup dengan mengajak orang-orang lainnya. Sambil mengacungkan pistol, dia mengaku bapaknya seorang aparat polisi namun dia sendiri benci dengan perilaku polisi dan menghujatnya seperti binatang. 

Mungkin orang-orang yang hadir tidak menyadari fakta tersebut bahwa dia mengacungkan pistol dan mirip dengan aparat yang telah menilang teman saya. Rupa-rupanya itu adalah bagian dari provokasi, yang mana tidak terlalu berhasil untuk membuat orang-orang membakar hotel Radisson.

Mengingat situasi yang tidak kondusif dan cenderung liar, maka saya memutuskan pulang kembali ke kos. Pagi harinya tersiar kabar seorang mahasiswa bernama Moses Gatutkaca meninggal akibat peristiwa semalam. Namanya kemudian diabadikan menjadi nama sebuah jalan dimana dulu lokasi kejadian rusuh tersebut terjadi.

Awal Reformasi

Mei 1998, banyak ditandai oleh banyaknya demonstrasi di berbagai daerah yang dipelopori oleh para Mahasiswa. Awal ketidakpuasan mahasiswa adalah melonjaknya harga-harga dan terseretnya Indonesia pada kondisi krisis moneter dimana nilai tukar rupiah melorot tajam dihajar dollar dan membuat harga-harga menjadi membumbung tinggi.

Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia yang diangkat kembali pada 11 Maret 1998 dianggap sebagai biang keladi krisis dan maraknya KKN. Kekuasaannya yang telah puluhan tahun dianggap para mahasiswa sebagi sesuatu yang harus dihentikan alias dilaksanakan suksesi.

Saat ramai-ramainya demonstrasi banyak tokoh yang kemudian gencar mengkampanyekan suksesi kepemimpinan nasional. Para tokoh seperti Amien Rais, Mudrik Sangidoe, dan para tokoh lainnya menjadi pengisi tetap panggung demonstrasi di UGM Yogyakarta. Gerakan reformasi berkembang dan terus membesar.

Puncaknya di Yogyakarta pada tanggal 20 Mei 1998 terjadi Pisowanan Agung, dimana hampir sejuta rakyat (termasuk mahasiswa) menuju keraton Yogyakarta berjalan kaki menemui Sri Sultan Hamengku Buwono X. 

Kami mahasiswa UGM saat itu dari semua fakultas berjalan kaki dari Bulaksumur menuju alun-alun utara. Sepanjang jalan masyarakat Yogyakarta menyediakan makanan dan minuman gratis untuk semua peserta aksi damai Pisowanan Agung. Pisowanan Agung diakhiri dengan Maklumat Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Paku Alam VIII yang mendukung gerakan reformasi.

Agenda reformasi yang menjadi tuntutan para mahasiswa mencakup beberapa tuntutan, seperti:

  • Adili Soeharto dan kroni-kroninya,
  • Laksanakan amandemen UUD 1945,
  • Hapuskan Dwi Fungsi ABRI,
  • Pelaksanaan otonomi daerah yang seluas-luasnya,
  • Tegakkan supremasi hukum,
  • Ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN

Dari semua agenda reformasi tersebut sebenarnya yang paling menjadi ruhnya adalah melengserkan rezim Soeharto yang saat itu dianggap sebagai musuh utamanya.

Tanggal 21 Mei 1998, presiden Soeharto memutuskan mundur dari jabatannya dan seketika pula BJ Habibie diambil sumpahnya sebagai presiden Republik Indonesia. Mulailah dimulainya era baru dalam demokrasi Indonesia yaitu orde reformasi.

Nasib Orde Reformasi

Perjalanan reformasi telah 20 tahun lamanya sejak mundurnya Soeharto sebagai presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Beberapa agenda telah tercapai seperti turunnya Soeharto, dihapusnya Dwi fungsi ABRI dan adanya otonomi daerah. 

Namun agenda besar untuk membawa Indonesia menuju lebih baik dalam hal kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan menjadi hal yang pantas untuk dikritisi bersama.

Tumbangnya Soeharto sebagai musuh bersama tidak lantas digantikan dengan kemiskinan, keterbelakangan dan kebodohan sebagai musuh bersama. Pelaku reformasi telah berhasil menumbangkan rezim namun masih gagal mengangkat kesejahteraan rakyat sebagi suatu tujuan bersama.

Keran demokrasi yang tiba-tiba terbuka setelah 32 tahun dikekang ditandai dengan lahirnya puluhan partai politik, bandingkan dengan sebelumnya yang cuma tiga yaitu PPP, PDI dan Golongan Karya. 

Para pelaku reformasi pun berbondong-bondong masuk ke dalam partai politik, paling jelek sebagi simpatisan. Mungkin tujuan awalnya mulia untuk tetap membawa agenda reformasi dalam salah satu pilar Trias politica, namun saat masuk dalam partai politik banyak di antaranya yang mengalami kegagalan.

Kegagalan mewujudkan agenda reformasi secara menyeluruh, karena kemudian para pelaku reformasi menjadi para politisi yang cenderung memikirkan diri dan kelompoknya sendiri. Rasa-rasanya kegagalan menemukan musuh bersama layaknya tahun 1998 telah turut menghantarkan partai politik yang kemudian mengaku reformis gagal dalam menawarkan ide-idenya.

Puluhan partai politik dan kebebasan yang hadir tidak diimbangi dengan menawarkan gagasan dan ide-ide segar untuk pembangunan bangsa. Partai politik lebih cenderung menawarkan ketokohan seseorang, mengusung isu primordial maupun sektarian daripada bertarung ide dan gagasan yang original. 

Tampaknya banyak rakyat yang kemudian malah merindukan kestabilan pada jaman orde baru bukan kegaduhan politik yang seringkali terjadi dalam era reformasi.

Kegagalan terbesar reformasi juga dalam hal melenyapkan praktek KKN. Dahulu KKN memang banyak terjadi namun hanya seputar rezim penguasa. Namun hari ini dengan banyak tersebarnya penguasa baik di pusat maupun daerah-daerah maka sumber KKN menjadi semakin banyak dan penikmatnya juga bertambah tidak terkonsentrasi pada segelintir orang.

Jadi setelah 20 tahun reformasi berjalan, paling tidak saya bersyukur kebebasan berpendapat dan berekspresi lebih berjalan daripada sebelumnya. Memang masih banyak sekali reformasi yang harus dilakukan di negeri ini, namun bukan berarti kita harus kembali ke masa lalu. 

Namun tantangan bagi para pelaku reformasi adalah kembali ke tema awal bagaimana mensejahterakan rakyat melalui kebebasan demokrasi yang sudah terbuka lebar. Tampaknya semua elemen bangsa harus menemukan kembali musuh bersama yang disepakati untuk dilenyapkan.

MRR, Jkt-21/05/2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun