Mohon tunggu...
M. Rasyid Nur
M. Rasyid Nur Mohon Tunggu... Pensiun guru PNS tidak pensiun sebagai guru

M. Rasyid Nur, pendidik (sudah pensiun dari PNS pada Mei 2017) yang bertekad "Ingin terus belajar dan belajar terus". Penyuka literasi dan berusaha menulis setiap hari sebagai bagian belajar sepanjang hari. Silakan juga diklik: http://mrasyidnur.blogspot.com/ atau http://tanaikarimun.com sebagai tambahan komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jika Mereka Tak Punya Cita-cita, Salah Siapa?

28 September 2013   06:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:17 1171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

SEJATINYA setiap orang mempunyai cita-cita. Apalagi anak-anak yang sebenarnya tengah berusaha meraih cita-cita. Cita-cita tentu saja tidak sekedar keinginan spontan atau keinginan karena kebiasaan. Keinginan spontan datang tiba-tiba karena pengaruh sesuatu yang datang spontan juga. Keingian karena kebiasaan disebabkan oleh kebiasaan-kebiasaan yang dijalankan pula.

Cita-cita adalah keinginan tertentu yang secara khusus menjadi harapan setiap orang. Bagi seorang anak, katakanlah seorang siswa (peserta didik), misalnya cita-cita itu biasanya dikaitkan dengan sekolah itu sendiri. Disebut pula sekolah itu sebagai usaha meraih cita-cita. Sebagai orang yang mempersiapkan masa depan, maka apa yang akan diraih di masa depan itulah yang disebuat cita-cita.

Ketika ditanya guru, "Apa cita-citanya kelak setelah dewasa?" maka yang terbayang dalam pikiran anak-anak adalah keinginan apa yang diharapkan sebagai pekerjaan yang akan menopang hidupnya kelak setelah dewasa itu. Mereka akan membayangkan pekerjaan atau jabatan apa yang akan menjamin kehidupan mereka kelak setelah dewasa itu. Itulah bagian dari cita-cita mereka.

Tapi jika mereka tidak menjawab atau tidak mampu menjelaskan apa yang menjadi cita-cita mereka, ketika ditanya tentang cita-cita mereka? Salahkah mereka? Dan apakah itu berarti mereka benar-benar tidak mempunyai cita-cita? Pertanyaan ini menggelitik hati saya kembali ketika seorang guru bercerita tentang rendahnya motivasi belajar siswa di sekolah. Dulu, sekian tahun dulu, di awal-awal saya menjadi guru, hal-hal seperti itu sudah juga menjadi pemikiran saya sebagai seorang guru. Guru memang merasa bersalah ketika tahu anak-anaknya bagaikan tidak atau belum mempunyai cita-cita seusia sekolah seperti itu.

Menjadi pertanyaan, apakah itu artinya anak-anak itu benar-benar tidak memiliki harapan untuk masa depan? Apakah itu juga bisa diartikan bahwa di dalam keluarganya tidak atau belum terbiasa membicarakan harapan masa depan atau cita-cita? Saya pikir bukan demikian. Justeru yang berkewajiban menjelaskan adalah sekolah. Gurulah sebenarnya pihak yang sangat tepat memberi penjelasan sebagai bagian pelayanan bimbingan kepada peserta didik tentang cita dan masa depan. Sekolahlah yang harus membimbing mereka untuk memiliki harapan atau cita-cita untuk masa depan.

Itulah sebabnya sekolah tidak hanya berkewajiban atau memiliki fungsi mengajar tapi juga mendidik. Guru tidak sekedar mengajar tapi juga mendidik. Bahkan dalam tujuh fungsi utama guru justeru didahulukan menyebut 'mendidik' sebagai tugas pokok pertama. Dengan didikan dan pengarahan yang benar dan tepat maka anak-anak akan terbimbing untuk mengelola dan menjalani kehidupan untuk dirinya. Artinya anak-anak dibimbing untuk mampu mandiri dalam menjalani hidup dan kehidupan.

Kalau demikian, jika masih ada peserta didik yang belum juga mengerti dan atau tidak juga memiliki cita-cita maka kesalahan terbesarnya adalah di sekolah. Orang tua memang berperan penting mengarahkan cita-cita anak mereka. Tapi sekolahlah lembaga yang diberi tugas untuk membimbing mereka agar mempunyai cita-cita sekaligus membimbing mereka untuk meraihnya. ***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun