Mohon tunggu...
Dr. Muhammad Ramdan
Dr. Muhammad Ramdan Mohon Tunggu... Dosen Ilmu Hukum dan Ilmu Politik

Pemerhati Politik, Hukum, HAM, Kebijakan Publik dan Keamanan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

"Jebakan Oknum Aparat, Vonis, dan Abolisi : Refleksi atas Kasus Tom Lembong dan Krisis Keadilan"

28 Agustus 2025   23:45 Diperbarui: 29 Agustus 2025   18:41 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pengantar.

Publik Indonesia dikejutkan oleh sebuah tayangan di iNews yang viral melalui akun resmi Instagram stasiun televisi tersebut. Dalam tayangkan itu, Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan RI, menyampaikan kritik "menohok" tentang Praktik aparat yang bukan salah tangkap, tetapi bahkan "menjebak" korban agar tampak sebagai pelaku.

Ironisnya, Lembong sendiri sedang menghadapi kasus hukum Impor Gula. Ia ditahan oleh Kejaksaan Agung pada 29 Oktober 2024, divonis 4,5 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor pada Juli 2025, lalu dibebaskan melalui abolisi Presiden Prabowo Subianto pada 1 Agustus 2025.  Kritik yang Ia lontarkan, jika diletakan dalam konteks perjalanan hukumnya, memperlihatkan paradoks  tentang seorang terpidana justru tampil sebagai pengingat publik tentang bahaya penyalahgunaan kewenangan.

Cuplikan Dialog 

Dalam tayangan tersebut, Tom Lembong menyampaikan :

Ada orang-orang yang bukan pelaku, melainkan korban. Namun mereka justru dijebak, diperlakukan sebagai tahanan. ini bukan sekedar salah tangkap, tetapi sebuah praktik jebakan oleh oknum aparat.

Ungkapan ini menurut penulis menohok, karena menyentuh jantung persoalan "due process of law" dan kepastian hukum yang adil. selanjutnya penulis mengajak untuk melihat pokok diskusi ke dalam perprektif hukum, politik dan sosial.

Dimensi Hukum, antara Due Process dan Penyalahgunaan Wewenang.

Prinsip due process of law mewajibkan setiap orang diperlukan adil sejak penyelidikan hingga vonis. Praktik jebakan oleh aparat justru menegaskan adanya abuse of power. 

  • Pasal 28D ayat (1), UUDNRI 1945 menegaskan hak atas perlindungan hukum yang adil. 
  • Pasal 17 ayat (2) UU No.30 tahun 2014, menyebutkan "Pejabat Pemerintahan dilarang menyalahgunakan wewenang."
  • Lebih lanjut, pasal 18 ayat (1) menegaskan bahwa penyalahgunaan wewenang meliputi, melampaui wewenang, mencampur adukan wewenang; dan/atau bertindak sewenang-wenang.

Ketentuan pasal tersebut diatas, memberikan penjelasan bahwa jika aparat melakukan jebakan terhadap seseorang korban, maka tindakan itu dapat dikatagorikan sebagai penyalahgunaan wewenang. Selain itu, perlindungan terhadap korban ditegaskan dalam pasal 5 ayat (1) UU No. 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang menyatakan bahwa "Saksi dan Korban berhak memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, bebas dari pertanyaan yang menjerat, mendapatkan penasihat hukum, pendampingan, hingga bantuan biaya hidup sementara. Dengan demikian, Korban kriminalisasi berhak atas perlindungan dari Negara sepanjang yang bersangkutan mempunyai status hukum sebagai Saksi, Korban, Saksi Pelaku, Saksi Ahli atau bahkan pelapor, dalam hal Ia merasa dijadikan sasaran jebakan akibat adanya tuduhan terhadap dirinya.

Kasus Lembong sendiri memperlihatkan dilema, pada satu sisi hakim menyatakan Ia bersalah, tetapi sisi lainnya juga menegaskan bahwa Ia tidak terbukti memperkaya diri pribadi. Hal ini menimbulkan dilema antara penegakkan hukum formal dan rasa keadilan substantif.

Dimensi Politik, Rekonsiliasi atau Kontradiksi ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun