Di bawah bayangan lampu meja yang temaram, Najwa Salsabila menggoreskan pensilnya dengan lincah di atas kertas sketsa. Ia tidak tahu dari mana datangnya ide-ide ini; imajinasinya adalah sungai yang tak pernah kering. Jari-jemarinya, bagaikan penari balet di atas kanvas, menciptakan karakter demi karakter. Terkadang ia menggunakan aplikasi Ibis Paint X di tabletnya, yang cahayanya bagaikan bintang di ruang gelap, tetapi ia lebih mencintai sentuhan halus kertas dan bunyi gesekan pensil yang berbisik perlahan.
Hari ini, inspirasi datang dari cerita-cerita teman-temannya. Ia teringat pada Hanifah Salwa Rizkia yang selalu membicarakan tentang karya seniman-seniman terkenal. Bagi Najwa, setiap cerita teman-temannya adalah karya seni itu sendiri, sebuah lukisan jiwa yang unik. Ia mulai menggoreskan bayangan seorang pahlawan, terinspirasi dari cerita yang ditulis oleh Alif Fathurrohman. Sang pahlawan, yang diibaratkan setampan mentari pagi, berdiri gagah berani, pedangnya berkilau memancarkan cahaya yang memecah kegelapan. Di depannya, seorang penjahat yang dibuat oleh Muhammad Jabbary dengan hati yang hancur bagai pecahan kaca, bersiap menghancurkan dunia. Najwa menggambar seolah-olah dunia itu sendiri menangis, air matanya jatuh sebagai hujan yang melankolis.
Di sudut lain kanvasnya, ia mencoba menggambarkan sosok Alie Ishala Samantha, karakter dari novel Cinta Aisyah Syafitri. Luka-lukanya bagaikan samudra yang tak bertepi, tersembunyi di balik senyum yang sekuat baja. Najwa mencoba menangkap ekspresi itu, mata yang menyimpan seribu kisah, dan bibir yang bungkam bagai pusara. Gambar itu terasa berat, namun puitis.
Lalu, ia beralih ke adegan yang lebih hidup. M. Zamzam Diaulhaq dan Sulthan Fadhil Ardiyan bagaikan sumber energi yang tak terbatas. Najwa menggoreskan dua sosok yang sedang bertarung dalam pertandingan sepak bola, diibaratkan seperti Naruto dan Sasuke. Naruto memiliki kekuatan fisik yang sekuat banteng, sementara Sasuke memiliki kecerdasan strategi yang setajam pisau. Mereka bertarung bukan sebagai musuh, melainkan sebagai rival yang saling menginspirasi. Suara gemuruh penonton seolah terdengar dari goresan-goresan pensilnya, membuat gambar itu hidup.
Tiba-tiba, ia teringat pada cerita Muhammad Kenzie Ramadhan. Hatinya bagaikan teriris sembilu saat menggambar seorang anak yang terdiskualifikasi dari lomba 17 Agustus. Wajahnya menggambarkan kesedihan yang dilukiskan oleh M. Ahza, tetapi di mata anak itu, ada nyala api harapan yang belum padam. Ini adalah pelajaran bahwa kekalahan hanyalah jembatan menuju kemenangan.
Namun, tidak semua cerita harus berujung pada pertarungan. Muhammad Azka Wijaya dan Fattan Nur Akmal menceritakan pengalaman Mabit yang hangat. Najwa menggambar sebuah tenda besar, di bawahnya berkumpul teman-teman, membaca Al-Quran, bermain, dan makan bersama. Aroma teh hangat seolah-olah tercium dari gambar itu, menciptakan atmosfer yang penuh dengan kebersamaan. Fattan menambahkan bahwa di Mabit, mereka belajar menghormati orang yang lebih tua, sebuah pelajaran yang bagaikan permata di tengah lautan pengetahuan.
Inspirasinya terus mengalir. Danish Ruzain dan Ardisella Wijaya Nurrahman bercerita tentang mabar (main bareng) game FF. Najwa mencoba menggambarkan ketegangan di wajah mereka, jari-jemari yang lincah menari di atas layar, dan dentuman musik dari game yang memenuhi telinga mereka. Ini adalah dunia mereka, tempat mereka mengeksplorasi strategi dan kerja sama.
Di akhir sketsanya, ia menggambar sebuah pemandangan pantai yang indah, terinspirasi dari cerita Azis Aria Manggala Mulyana. Ia menggambar ombak yang berbisik rahasia di telinga pantai, pasir yang selembut kapas, dan api unggun dari sisa-sisa bakar ikan yang memberikan kehangatan di malam hari. Ia bahkan bisa merasakan rasa asin air laut yang membasahi bibirnya dan wangi nasi uduk yang disantap di pagi hari, meski semua itu hanya ada dalam imajinasinya.
Najwa tersenyum puas. Ia menyadari, setiap cerita memiliki keindahan dan keunikan tersendiri. Dari cerita tentang perbaikan diri Haura Taqiyyah Harahap yang terinspirasi dari karakter Rodrick Rules, hingga cerita-cerita kecil lainnya, semuanya adalah bagian dari sebuah lukisan besar kehidupan. Kertas dan pensilnya adalah cermin yang memantulkan semua cerita itu, mengubahnya menjadi kanvas imajinasi yang tak terbatas.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI