Mohon tunggu...
Mr WinG
Mr WinG Mohon Tunggu... guru

bersepeda

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

MTsN 1 Bandar Lampung; Menembus Waktu dari Rak IPS

24 Juni 2025   06:30 Diperbarui: 24 Juni 2025   00:49 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi di Perpustakaan MTsN 1 Bandar Lampung itu tak seperti biasa. Bau khas buku lama yang sedikit apeng memenuhi udara, bercampur samar dengan aroma pembersih lantai yang segar. Dua siswa dari kelas 7J, M. Rosyid Baihaqi dan Habib Abid Aqila, tampak sibuk di depan rak buku IPS yang tinggi menjulang. Tanpa banyak bicara, Rosyid dengan lincah mengambil 11 eksemplar buku, sementara Habib meraih 5 eksemplar. Jemari mereka menyusuri sampul-sampul usang, memilih dengan cermat. Judul-judulnya beragam, tapi semuanya berpusat pada satu hal: sejarah Nusantara.

"Kerajaan Majapahit, Sriwijaya, dan Mataram Kuno," gumam Rosyid, suaranya sedikit serak karena terlalu fokus, sambil menumpuk buku di meja pinjam. Ia terlihat antusias, seolah sedang mempersiapkan perjalanan jauh—bukan ke tempat baru, tapi ke masa lalu yang jauh. Mata Habib berbinar, memantulkan cahaya lampu neon perpustakaan yang terang benderang.

Kepala Madrasah, Bapak Hartawan, yang pagi itu sedang meninjau perpustakaan, tersenyum bangga melihat pemandangan itu. "Anak-anak ini punya semangat luar biasa," bisiknya kepada Kepala Perpustakaan, Bapak Winarno, yang berdiri di sampingnya. Bapak Winarno mengangguk, sorot matanya menunjukkan kebanggaan serupa.

Esok harinya, keduanya kembali. Wajah Rosyid penuh semangat saat menyerahkan buku-bukunya. "BIKIN TAU SEMUA TENTANG SEJARAH," tulisnya dalam kolom komentar yang disediakan, goresan pulpennya tebal dan yakin. Habib tak kalah semangat. "BIKIN TAU SEMUA TENTANG SEJARAH – KERAJAAN MATARAM KUNO!" tulisnya, dengan huruf kapital yang menegaskan kegembiraannya.

Pak Rudi, pustakawan yang mengawasi aktivitas hari itu, mencatat momen ini sebagai salah satu yang membanggakan. Suara bel istirahat yang nyaring menggema di seluruh penjuru madrasah tidak sedikit pun mengurangi fokusnya. "Mereka membaca bukan karena tugas," ujarnya kemudian kepada Laksmi, pustakawan lainnya, "tapi karena rasa ingin tahu yang tulus." Di sudut lain, Parindra, Eko, Sapar, dan Arija juga sibuk melayani siswa lain yang datang dan pergi, dentingan stempel buku menjadi latar suara rutin di sana.

Beberapa hari setelah itu, Nazmi Attoriq, teman sekelas mereka, meminjam buku berjudul Atun, Anak Terlantar. Ia mungkin tidak tertarik dengan kerajaan, tapi hatinya tertarik pada kisah kemanusiaan. Aroma tanah basah setelah hujan semalam masih sedikit tercium dari jendela perpustakaan yang terbuka, membawa nuansa sejuk di antara rak-rak buku yang menjulang tinggi.

Semangat Rosyid dan Habib, didorong oleh aroma buku lama dan dukungan para pustakawan, telah membuka gerbang waktu. Dari lembar buku IPS, mereka menjelajah sejarah kerajaan besar Indonesia—menemukan semangat masa lalu untuk langkah masa depan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun