Mohon tunggu...
MoU SoUL
MoU SoUL Mohon Tunggu... wiraswasta -

".....tetiba saya rindu semua yang ada di Kompasiana....."

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Kebakaran di Stasiun Gambir dan Bahaya "Api"

9 Januari 2014   09:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:00 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13892333731811543786

Kurang dari jam delapan tadi, saya “landing” di Stasiun Gambir. Stasiun yang penuh kenangan sepanjang saya berinteraksi dengan banyak orang. Sambil menunggu jemputan tadi, saya mulai menulis tulisan sepele ini. Sambil mengingat – ingat banyak peristiwa yang saya alami berkenaan dengan stasiun ini.

Ya, di stasiun ini saya pernah melepas sahabat terkasih untuk pergi ke Calgary dalam rangka mencari hidup dan menyelamatkan keyakinan, bertemu “teman” tercantik sepanjang hidup saya ( karena memang dia satu – satunya teman wanita yang saya miliki di antara sebejibunnya teman bergender pria ), menemukan wanita sakit jiwa dengan perut membesar karena hamil tua yang mungkin akibat kekejian asusila, kehilangan sebuah tas isi laptop apple berikut semua isinya, kehilangan satu tas keresek besar isi oleh – oleh hanya karena saya tinggal sebentar, belajar bahasa Madura kelas “menengah ke bawah” dari para penjual makanan di sana, bertemu professor ahli fisika yang sangat – sangat sederhana, dan mendapatkan banyak tempat untuk saya bisa makan dengan tenang tanpa diganggu “musuh bebuyutan” yang diselipkan orang – orang dalam makanan yang di sajikan, juga di stasiun ini. Bekas – bekas kebakaran yang menimpa restoran cepat saji Hoka-Hoka Bento pada Jumat, 27 Desember tahun lalu masih terlihat. Konon katanya, kebakaran pertama kali terjadi sekitar pukul 09.00 WIB. Api diduga berasal dari tabung gas di Restoran Hoka-Hoka Bento itu. Dari kawan saya yang punya gerai oleh – oleh di sana, saya mendengar berita bahwa api membesar sampaimencapai atap luar. Beberapa kali terjadi ledakan. Yang diingat kawan saya setidaknya terdengar empat kali ledakan besar yang diperkirakan berasal dari ledakan tabung gas ukuran besar. Syukurlah, tak ada korban jiwa. Hanya ada 2 orang yang terluka. Berkat kesigapan tujuh mobil pemadam kebakaran, kobaran api bisa dijinakkan. Memang ada perjalanan kereta api yang terganggu, namun hanya tiga puluh menit saja, demikian saya saksikan direktur maskapai itu berbicara di depan para pewarta berita…. Walau demikian, kebakaran, tak mampu meluluhkan kenangan demi kenangan dari semua persentuhan peristiwa yang berhubungan dengan tempat itu karena kenangan abadi di dalam tabung penyimpanan bernama memori. Biarlah dia abadi di sana sampai kemudian Pencipta Memori itu menghapusnya dari dalam diri. Hanya sebuah gelisah saya akan banyaknya tragedi kemanusiaan yang bernama kebakaran. Banyak rumah hangus, nyawa – nyawa meregang terpanggang, harta benda menjadi abu dan puing serta torehan kesedihan demi kesedihan dari mereka yang mengalami musibah bernama kebakaran yang menghadirkan luka dalam kenangan. Saya ingin sekali setiap diri mewaspadai akan bahaya api, seperti yang dulu sering diucapkan wali kelas saya ketika mengajar dalam bentuk teka – teki “kecil jadi kawan besar jadi lawan” dan kami serentak menjawab “api”. Wali kelas kelas tiga sekolah dasar saya kemudian bertepuk tangan, memberi kami sebuah penghargaan atas ketepatan kami menjawab teka – teki yang ditanyakan. Sebenarnya, bukan hanya api kasat mata saja yang berbahaya bila membesar. Namun banyak “api” lain dalam diri yang tak kalah bahayanya bila dibiarkan berkobar membesar. Api kesombongan, kebencian, kedengkian, kecemburuan, iri hati dan ketakrelaan adalah “api – api” yang sebaiknya harus dipadamkan dengan segera. Api adu domba, fitnah, penyebaran berita yang tidak factual,pembunuhan karakter, juga api yang kerap sengaja dikobarkan demi hangusnya sasaran dan lawan. Api kemalasan, keputusasaan, ketidakkreatifan, kebodohan yang berujung pada kobaran kebakaran bernama kemiskinan dan ketidak sejahteraan hidup, juga setara bahayanya dengan percikan api dari konsleting listrik yang tidak segera dipadamkan….Dan untuk semua ini, diri kita lah pemadam kebakaran yang paling tepat untuk api – api jenis itu…. Ada banyak cara untuk memadamkan api demi api dalam diri. Namun selang penyemprotnya hanya satu saja, yakni MAU. Ya, MAU, bukan MoU seperti kata yang tertera sebagai identitas di akun yang kupakai untuk membagikan tulisan sepele ini. Dengan MAU memadamkan api kesombongan, kebencian, kedengkian, kecemburuan, iri hati, ketakrelaan, adu domba, fitnah, penyebaran berita yang tidak factual,pembunuhan karakter, kemalasan, keputusasaan, ketidakkreatifan, kebodohan yang berujung pada kobaran kebakaran bernama kemiskinan dan ketidak sejahteraan hidup, maka kerugian demi kerugian bisa dicegah. Semoga…… Berita terkait http://news.detik.com/read/2013/12/27/094842/2452066/10/kebakaran-di-stasiun-gambir-perjalanan-kereta-terganggu-30-menit http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/12/27/5/203956/Counter-Hoka-Hoka-Bento-di-Stasiun-Gambir-Terbakar http://news.detik.com/read/2013/12/27/093807/2452047/10/kebakaran-di-stasiun-gambir-karena-kompor-meleduk-ini-penampakannya
( ditulis di Stasiun Gambir kurang dari jam delapan pagi tadi dan di selesaikan di "sini" )

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun