Mohon tunggu...
Moris Mahri
Moris Mahri Mohon Tunggu... Lainnya - PELAJAR

Bagi saya, membaca adalah berhutang dan saya yakin saja bahwa menulis merupakan cara terbaik untuk membayar hutang itu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ibu dan "Maskulinitas"-Nya

28 Agustus 2020   12:44 Diperbarui: 22 Desember 2021   07:45 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ibu hendak saya refleksikan dari panorama "keibuan" Sta. Monika, ibunda St. Agustinus. Panorama "keibuan" itu terbentang di sepanjang relasi Sta. Monika dengan St. Agustinus, serta antara Sta. Monika dengan Allah, dan tentu juga antara St. Agustinus dengan Allah. Relasi segi tiga ini  merupakan skema relasi yang paling menarik untuk merefleksikan "kehadiran" (dengan "kehadiran" memkasudkan totalitas pemberian diri seorang ibu untuk kepentingan anak-anaknya) seorang ibu dalam "keselamatan" anak-anaknya (tentu ini dilihat dari sudut pandang seorang anak). 

Karena menarik, maka tersembul dorongan untuk menuangkannya  dalam rupa tulisan. Selain alasan internal, alasan eksternal juga tak pantas diabaikan, yakni agar pembaca semakin menyadari makna "kehadiran" seorang ibu dalam hidupnya. 

Yang paling menarik dari permenungan mengenai St. Monika dalam kaitan dengan anaknya St. Agustinus ialah kekuatan doa yang tersembul dari St. Monika yang dapat mempengaruhi Allah untuk mengubah anaknya agar bertobat. Sisi ini saya sebut dengan "maskulinitas" seorang ibu.

Maskulinitas seorang ibu. Terminologi ini tidak bermaksudkan untuk melihat "Sang Ibu" dari sudut pandang ke-laki-laki-an, tidak juga melihatnya sebagai dia yang punya karakter maskulin. Atau yang lainnya. Terminologi ini hendak mengungkapkan karakter "powerful" dari yang namanya ibu. 

Maskulinitas atau karakter "maskulin" dari seorang ibu ini saya temukan dari sebuah panorama "relasionalitas". Relasionalitas yang dihidupi ibu dan Tuhan. Maskulinitas seorang ibu hendak mengatakan betapa "powerful"-nya seorang ibu di hadapan Tuhan melalui doa-doanya. 

Seolah-olah, doa sang ibu menjadi tuntutan yang tak terelakkan oleh Tuhan jika itu tidak untuk kepentingan ibu itu sendiri, terlebih lagi jika itu menyangkut kesenangan hati Tuhan (apa yang berkenan di hati Tuhan).  Singkat kata, di hadapan Tuhan, doa seorang ibu dirasa "powerful".

Seorang ibu - karena adalah seorang ibu - maka tidak mungkin tidak memiliki sisi "ke-ibu-an". Sisi keibuan kerap identik dengan "kelemah-lembutan".  Kelemah-lembutan tidak langsung berarti "lemah". Maksudnya, kelemah-lembutan tidak menjadi definisi dari apa yang disebut lemah. 

Keduanya merupakan dua bahasa yang mengusung "meaning" yang berbeda. Tetapi, kelemah-lembutan punya juga apa yang disebut karakter lemah. Lemah tidak berarti tak punya daya untuk melakukan apa pun. Tidak. 

Dalam konteks kelemah-lembutan, terminologi lemah lebih bermakna halus. "Halus" mengatakan apa yang bertentangan dengan sikap kasar, brutal, kejam, keji, dll. Singkat kata, "lemah" hanya dimaksudkan untuk mengatakan kebalikan dari keburukan-keburukan yang disebut di atas.

"Lemah"-nya seorang ibu merupakan itu yang menjadi kekuatannya. Kok bisa? Iya, bisa! Begini, pada umumnya, seorang  ibu memiliki segala apa yang disebut "kasih sayang". Alasannya jelas; rahimnya selalu menjadi "dunia persiapan" bagi seorang anak sebelum lahir. Kasih sayang - seolah-olah -  membuat seorang ibu tampak lemah. 

Tetapi, itulah senjatanya. Logikanya begini, jika ibu menangis, tangisan itu bukanlah tangisan kepasrahan atau kekalahan, tetapi itu merupakan ungkapan ketahanan menanggung segala hal yang menghantam kebahagiaan dirinya dan orang-orang yang paling dikasihinya, biasanya anak-anaknya. Bahkan jika tangisan itu disebabkan oleh anak-anaknya sendiri. 

Singkat kata, menangis merupakan metodologi yang diterapkan ibu untuk mengungkapkan kepada anak-anaknya bahwa ia tidak bisa melakukan apa pun selain mengasihi-mencintai. Ia tidak marah, apalagi melakukan kekerasan. 

Sebaliknya, ia menangis dan (sering kali) Tuhan mendengar tangisannya dan dengan demikian doa-doanya menjadi sangat "powerful". Jika tidak demikian, tentulah tidak terjadi Agustinus bertobat bahkan menjadi orang kudus.

Bagi saya, (mungkin bagi siapa saja), ibu tidak pernah tampil sebagai bukan ibu. Dia selalu tampil dengan segala keibuannya. Keibuannya ini paling jelas mengusung apa yang dinamakan kasih sayang atau cinta. 

Singkat kata, ibu adalah dia yang mengasihi dan mencintai. Apa pun tindakan atau perkataan yang menghantam kebahagiaannya dan kebahagiaan anaknya akan diperkarakannya, bukan kepada manusia, tapi kepada Tuhan. Kok kepada Tuhan? Iya kepada Tuhan, karena baginya hanya Tuhan yang tahu bagaimana hati seorang ibu merasa. 

Tidak hanya itu, ibu - dengan segala keibuannya - menilai dan merespon segala perkara yang bahkan akan mengorbankan dirinya sendiri dengan kasih sayang yang sama.  Ibu, dengan demikian, adalah dia yang karena kasih sayang rela berkorban demi kebahagiaan orang-orang yang dicintainya (anak-anaknya).

Selontar pesan. Jika anda masih punya "harta berharga" ini (ibu), pertimbangkalah seribu kali jika ada pikiran untuk mengekstraminasinya, menyingkirkannya, apalagi meniadakannya. 

Sebaliknya, jika anda pertama kali mengenal kasih sayang dari ibu dan terus-menerus merasakannya sepanjang hidup dari wanita yang disebut ibu itu, "peluklah" dia dengan segala bentuk perkataan dan perbuatan yang membahagiakannya. Selebihnya, anda tidak akan dihukum dengan hukuman apa pun jika anda berdoa untuk kebahagiaannya. 

Pesan khusus. Untuk anda yang ibunya telah berusaha "mencintai anda sampai habis", bahkan sampai menyiapkan bagi anda tempat yang aman nantinya di surga, "tersenyumlah" kepadanya dalam doa-doamu.  Ingat! Jika anda bertanya kepada saya apa itu cinta, dengan percaya diri saya akan menjawab, CINTA ADALAH IBU.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun